Pancasila berasal dari Bahasa Sansekerta, yakni “panca” yang berarti lima dan “sila” yang berarti aturan atau prinsip. Sebagai warga negara Indonesia sekaligus umat Buddha, kita tentu akrab dengan kata “pancasila” karena kita tidak hanya saja menemukan kata ini dalam bangku pendidikan formal, melainkan juga dalam berbagai kitab suci Buddhisme. Barangkali jika saya boleh menduga-duga, kita sebagai seorang Buddhis akan cenderung untuk lebih mengamalkan Pancasila Buddhis dan bersikap sedikit tidak acuh terhadap Pancasila Indonesia. Hal itu tentu tidaklah tepat karena jika direnungkan secara mendalam, Pancasila Indonesia tidak ubahnya merupakan nilai-nilai yang sejalan dengan nilai-nilai Buddhisme yang esensial. Bisa dikatakan penerapan nilai-nilai Pancasila Indonesia sama halnya dengan penerapanan sebagian kecil dari nilai-nilai Buddhisme yang luas.
Guru kita, Y. M. Biksu Bhadra Ruci sudah sering memberikan nasihat dan imbauan bagi seluruh anggota komunitas Kadam Choeling Indonesia (KCI) untuk selalu menjunjung tinggi nilai nasionalisme dan cinta tanah air. Menurut Y.M. Suhu, nilai-nilai nasionalisme dan cinta tanah air merupakan praktik dari nilai Buddhisme sendiri. Pandangan ini diwujudkan secara nyata melalui penggunaan sarung, kebaya, batik, dan baju lurik, sampai rekonstruksi alat musik tradisional seperti gamelan selonding dalam berbagai acara dan pengajaran Dharma, sama seperti leluhur Nusantara mengenakan pakaian istimewa tersebut sebagai penghormatan terhadap guru dan ajaran. KCI juga aktif memperingati berbagai hari penting nasional, seperti Hari Kemerdekaan, Hari Kartini, Hari Pancasila, dan sebagainya. Selain itu, penelitian sosial dan Kelas Humaniora secara rutin di KCI untuk memperkaya wawasan kebangsaan dan meningkatkan kesadaran terhadap kondisi masyarakat sehingga Dharma yang dipelajari tak jadi sekadar teori.
Sejalan dengan itu, dalam rangka memperingati Hari Kelahiran Pancasila yang jatuh setiap 1 Juni, KCI mengadakan Kelas Humaniora bertajuk “Menghayati Pancasila dalam Konteks Hari Ini” yang dibawakan oleh Stanley Khu pada 2 Juni 2020 pukul 19.30 secara daring melalui perantara platform Discord. Dalam kelas ini, nilai-nilai dari tiap sila Pancasila Indonesia diuraikan sehingga jelaslah bahwa semangat Pancasila Indonesia sejalan dengan semangat Buddhadharma dan semangat komunitas KCI.
Pembahasan dimulai dengan pengertian sila itu sendiri, yakni merupakan sebuah disiplin etis, sebuah jalan yang dipilih dan dijalankan sehingga akhirnya mencapai etika. Maka dengan merujuk pengertian ini, Pancasila Indonesia dan Pancasila Buddhis juga memiliki esensi yang sama, yakni mencapai etika yang dikehendaki. Pancasila Indonesia untuk mewujudkan etika Warga Negara Indonesia yang baik, sedangkan Pancasila Buddhis untuk mencapai etika umat Buddha yang baik.
Pembahasan kemudian bergulir menjadi pembedahan makna dari tiap sila dari Pancasila Indonesia. Tiap sila merupakan suatu kualitas yang perlu dikembangkan. Kemudian, sila Pancasila Indonesia ini dihubungkan lebih lanjut dengan Pancasila Buddhis. Berikut adalah sedikit rangkuman mengenai pembedahan makna dari tiap sila Pancasila Indonesia yang kemudian dikaitkan dengan nilai-nilai Buddhisme.
Sila ini merupakan sila yang paling intrapersonal, yakni terkait dengan tiap diri masing-masing individu. Kata “Tuhan” terkait dengan simbolisasi dari sempurna, kesempurnaan, dan mencapai kesempurnaan. Terlebih lagi, orang Indonesia pada hakikatnya mencari spiritualitas. Dalam Buddhis, upaya mencari kualitas spiritual dan mencapai kesempurnaan tersebut adalah melalui penyempurnaan paramita.
Sila kedua mendorong kita untuk membangkitkan kemanusiaan dan keberadaban dengan membangkitkan rasa terima kasih atas kebaikan orang lain yang kita peroleh. Selain itu, kita juga belajar membangkitkan sikap yang adil terhadap semua makhluk dan diri kita sendiri dengan upaya tidak hanya mementingkan diri sendiri.
Berbeda dengan makhluk hidup lainnya, manusia memiliki akal sehingga bisa menciptakan dan mengupayakan persatuan. Sila ketiga merupakan perwujudan dari latihan batin pencerahan (Bodhicitta), yakni mengupayakan untuk melihat seluruh orang Indonesia yang memiliki banyak latar belakang yang berbeda-beda sebagai sanak saudara, sebagai ‘ibu-ibu kita’.
Sila ini menekankan terhadap kebijaksanaan, salah satu kualitas yang juga diperjuangkan dalam nilai Buddhisme. Selain kebijaksanaan, sila ini juga menekankan terhadap aspek kerakyatan yang ditempuh dengan jalan permusyawarakatan. Jadi, sila ini juga menekan kepentingan atau ego pribadi dan mengutamakan kepentingan banyak orang. Secara khusus, sila ini sangat penting bagi para pemimpin karena merekalah perwakilan yang mewakili kepentingan orang banyak.
Keadilan sosial lebih tinggi dibanding keadilan apapun karena menyangkut hubungan antar manusia atau masyarakat. Selama kita merupakan warga suatu negara, maka kita wajib dilindungi negara dan mendapatkan hak yang sama. Sila ini juga ditujukan untuk “seluruh rakyat”, melatih kita untuk melihat “seluruh makhluk” sebagai satu tujuan.
Lebih lanjut, sila Pancasila juga sejalan dengan nilai Lamrim yang menjadi nafas KCI. Keduanya perlu diaplikasikan secara bertahap. Jika Pancasila perlu dipraktikkan secara bertahap, mulai dari sila pertama, kedua, ketiga, keempat, hingga tercapainya sila kelima; maka Lamrim juga demikian. Dalam Lamrim, kita perlu untuk mengembangkan kualitas diri, dimulai dari motivasi kecil (pencapaian kebahagiaan di kehidupan), motivasi menengah (pembebasan samsara pribadi), hingga motivasi agung (pembebasan samsara serta pencapaian kebahagiaan yang sejati dan terunggul).
Jadi, kita sebagai seorang Buddhis sudah seyogyanya turut mengamalkan Pancasila Indonesia juga. Sekali lagi, hal ini disebabkan karena Pancasila Indonesia merupakan salah satu wujud nyata dari pengamalan nilai-nilai Buddhisme yang esensial. Ya, seperti peribahasa, “jika tak kenal maka tak sayang”, maka setelah mengetahui bahwa Pancasila Indonesia juga sejalan dengan nilai Buddhisme, tidak ada alasan lain bagi kita untuk tidak mengamalkan Pancasila Indonesia, bukan?
Ditulis oleh
Silvi Wilanda