Apa yang dimaksud dengan Tanah Suci (Pure Land)?
Secara sederhana, Tanah Suci dapat dipahami sebagai sebuah “tempat” yang dihasilkan oleh kekuatan doa aspirasi dari para Buddha dan Bodhisattva.
Apakah Tushita itu?
Pada dasarnya Tushita adalah sebuah alam keinginan, tempat tinggal para Dewa. Tetapi, ada satu area di dalamnya yang lebih tinggi dibandingkan yang lain. Area ini adalah kediaman Maitreya, yang merupakan hasil dari doa-doa yang dibuat oleh beliau; jadi. Area ini bukanlah samsara, melainkan kebijaksanaan tertinggi dari Maitreya. Karena merupakan kebijaksanaan tertinggi dari Maitreya, maka areanya pun murni dalam sifat dan aspeknya. Tanahnya bersih dari bebatuan dan kotoran, sangat mulus, serta terbuat dari bahan-bahan berharga. Bunga-bunga di sana punya wangi yang sangat menakjubkan. Seluruh aspek dari Tushita akan membuat kita merasa menjadi sangat baik secara fisik dan mental. Ini bertolak belakang dengan dunia manusia, di mana kita merasa dibatasi oleh tubuh dan pikiran kita. Terkadang, kita merasa aneh secara fisik dan pikiran kita melantur tak jelas. Setelah makan siang, kita selalu merasa ingin tidur. Di sisi lain, Tushita menjernihkan pikiran kita dan meringankan beban tubuh kita.
Di Tushita, Maitreya punya sebuah istana, tetapi biasanya beliau tak berdiam di dalamnya. Beliau lebih sering berada di luar. Terdapat juga sebuah taman di Tushita tempat beliau mengajar murid-muridnya, yang bagian luarnya dikelilingi oleh pohon-pohon pengabul harapan, bunga-bunga, dsb. Di taman ini, Maitreya duduk di atas takhta emas.
Di Tushita, terdapat embusan angin sejuk dan nyanyian burung yang teramat indah. Embusan dan nyanyian ini ditujukan agar orang-orang berminat mendengarkan Dharma. Artinya, ketika seseorang berada di Tushita, hal-hal
Yang dilihat, didengar, dan dirasakan akan membawa pikirannya ke Dharma. Ia akan sepenuhnya terikat dengan Dharma sehingga tak ada lagi kesempatan bagi klesha untuk muncul di dalam batinnya. Jika segala sesuatu yang menarik di dunia fana kita bisa menuntun ke kemelekatan, maka hal yang sebaliknya terjadi di Tushita, berhubung keindahan dan lain-lain akan menjadi titik tolak untuk mengajarkan 4 Segel Agung (ketidakkekalan, penderitaan, ketiadaan eksistensi yang berdiri sendiri, dan nirwana sebagai kedamaian tertinggi).
Tushita dalam Bahasa Tibet disebut sebagai “Gaden”.
Biara Kita adalah Tushita Kita
Biara kita bernama Indonesia Gaden Syedrub Nampar Gyelwei Ling, yang berarti Pusat Belajar dan Praktik bagi Para Penakluk Tushita. Dalam Bahasa Sansekerta, biara kita juga dikenal dengan nama Jina Putra Tushitavijaya yang juga memiliki makna yang sama.
Mengapa kita harus mencapai tingkat Penakluk Tushita?
Karena Tushita akan selalu menjadi tempat persinggahan bagi para calon Samma Sambuddha, layaknya Maitreya. Menjadi Penakluk Tushita adalah sama dengan menjadi calon Buddha yang lengkap dan sempurna.
Selagi melalui kehidupan di biara, kita harus bisa melihat biara sebagai Tanah Suci, di mana burung menyanyikan mantram, embusan angin menyadarkan kita untuk memeditasikan Lamrim, pohon mete mengingatkan kita untuk senantiasa menjaga Empat Kewaspadaan (Four Mindfulness), para anjing sahabat satwa menghilangkan kantuk dan klesha kemalasan kita, dan Aula Mahakarunika memicu munculnya bodhicita dalam batin kita.
Dengan cara demikianlah, para peserta Punya Sancita akan senantiasa 24 jam hidup secara bajik dan penuh kewaspadaan di Tanah Suci Tushita, menghimpun kebajikan secara intensif dan ekstensif, berlatih hingga mencapai tahap mampu merealisasikan doa-doa aspirasi sebagaimana yang tercantum dalam Sutra Arya Maitripranidhanaraja:
“Segera setelah aku meninggalkan kehidupan sekarang ini, semoga aku terlahir kembali di tanah kegembiraan Tushita, dengan cepat menyenangkan Maitreya Sang Pelindung, semoga beliau meramalkan pencerahanku.”
****
Untuk mengikuti Program PUNYA SANCITA, daftarkan diri Anda ke Call Center Kadam Choeling Indonesia: +6281573210000