Suatu pagi, baru sampai kantor, membuka kerai jendela, dan menyalakan laptop. Membuka beberapa dokumen yang ada di meja penuh dengan tempelan kecil pesan untuk ditandangani.
Tiba-tiba datang dua orang rekan dan tanpa mengucapkan selamat pagi, salah seorang di antaranya langsung meluapkan kekesalan dan amarahnya. Saat itu karena tidak siap diserang, hanya bisa diam dan mendengarkan kata-kata penuh amarahnya.
Dahi berkerut, senyum terlipat, mulai kesal kenapa ini orang baru datang dan langsung marah-marah. Sambil mendengarkan, emosi sudah ikut naik ke ubun-ubun, tiba di suatu titik, dimana kesadaran meminta memilih : ikut marah sehingga sisa harimu jadi tidak asyik atau turunkan emosi sampai titik paling bawah dan berkata baik-baik.
Pilihan yang cukup sulit apalagi saat telinga masih mendengarkan nada tinggi. Tetapi saat itu ada yang mendorong untuk melepaskan marah sehingga meluncurlah kata-kata netral dari mulut ini. Akhirnya episode pagi itu selesai dengan tanpa rasa marah pun di hati dan kepala. Menarik nafas dan lega.
Jika pada saat itu ikutan marah, pasti suasana hati seharian ikut mendidih dan bisa menularkan ke orang lain juga.
Sama halnya ketika kita berbelanja tetapi kebetulan kita bertemu dengan pelayan toko yang jutek, jangan ikut-ikutan jutek. Ketika anak sedang tantrum dan ikut-ikutan tantrum, atau ketika istri PMS ikut-ikutan geje (ga jelas).
Pikiranmu adalah milikmu sendiri, jangan biarkan faktor dari luar mempengaruhinya.