Pada abad kesebelas masehi, di Tibet, hidup seorang bhiksu bernama Ben. Ia dikenal sebagai seorang Geshe (gelar kesarjanaan) sekte Kadampa yang cerdas dan memiliki batin yang cerah. Ia juga terkenal karena latihan etikanya yang tanpa cacat dan sungguh-sungguh membaktikan dirinya dalam tekad suci Bodhisattva. Ia adalah praktisi Mahayana yang telah ‘cerah’.
Suatu kali Geshe Ben melakukan retret (pertapaan) di gua gunung. Generasi yogi petapa telah melengkapi gua itu dengan pintu kayu keras, altar batu, dan sebuah perapian. Meski demikian, gua itu tetap mencerminkan gua yang sederhana dan jauh dari keramaian yang merupakan tempat terbaik bagi para petapa untuk melakukan meditasi.
Di akhir waktu pengasingannya yang lama, Geshe Ben menerima kabar bahwa para penyokongnya (donatur) akan berkunjung keesokan harinya dengan membawa kebutuhan hidup, persembahan, dan ingin menerima restunya. Sebagai persiapan untuk menerima tamu-tamunya, Geshe Ben membersihkan dan memoles segala sesuatu yang ada di dalam gua dan menyusun persembahan yang indah-indah di altar. Kemudian ia mundur dan memandang tempat tinggalnya dengan penuh kekaguman.
“Astaga!!” Geshe Ben tiba-tiba berteriak keras dan mengamati hasil kerjanya, “kekuatan jahat apa yang telah memasuki tempat perteduhan orang munafik ini?”. Spontan ia bergerak ke sebuah sudut ruangan yang gelap dan mengambil segenggam penuh debu dan kotoran, lalu melemparkannya ke atas altar yang tanpa noda itu.
“Biarkan mereka melihat petapa ini dan tempat tinggalnya sebagaimana adanya!”, katanya dengan riang. “Lebih baik tidak mempersembahkan apa-apa daripada mempersembahkan demi kebajikan yang palsu.”
Pada saat itu Geshe Ben telah menyadari bahwa persembahan yang diaturnya sedemikian indah di tempat pertapaannya itu bukan untuk dipersembahhkan kepada Guru Agung Buddha melainkan hanya untuk memuaskan keakuannya, dengan tujuan untuk mengesankan tamu-tamunya.
“Biarkan mereka datang berkunjung sekarang,” pikirnya dengan puas.
Setahun kemudian, ketika Padampa Sangyay, datang dari India dan mendengar cerita itu, Beliau berkata, “Segenggam kotoran itu merupakan persembahan terbaik yang pernah dibuat di Tibet.”
Sumber : Das, Surya, The Snow Lion’s Turquoise Mane-Wisdom Tales From Tibet, Harper San Fransisco.