Bilamana ada yang menanyakan apa yang menjadi inti dari ajaran Buddha Dharma, Guru Dagpo Rinpoche dalam uraian terperinci teks “Pembebasan di Tangan Kita” pada bagian motivasi agung tandas menegaskan bahwa batin pencerahan atau bodhicitta adalah esensi dari keseluruhan ajaran Buddha. Niat luhur mencapai pencerahan agung inilah yang menjadi semangat dan nada utama yang merangkul seluruh peserta sesi transmisi dan paparan ajaran bertajuk “Festival Lamrim Asia Tenggara” di penghujung 2014 beberapa waktu yang lalu.
Dibuka pada malam pengantar pada 23 Desember, sesi berlangsung dari 24 hingga 31 Desember 2014, yang diikuti oleh 512 peserta dari berbagai kota di Indonesia, termasuk mancanegara. Statistik peserta lengkap bisa dilihat dari data berikut:
Sumatera | 102 |
DI Aceh | 1 |
Jambi | 8 |
Kep. Riau | 6 |
Riau | 8 |
Sumatera Selatan | 23 |
Sumatera Utara | 55 |
Lampung | 1 |
Jawa | 325 |
Banten | 53 |
DI Yogyakarta | 5 |
DKI Jakarta | 69 |
Jawa Barat | 166 |
Jawa Tengah | 7 |
Jawa Timur | 25 |
Kalimantan Timur | 3 |
Bali | 22 |
Nusa Tenggara Barat | 5 |
Maluku | 3 |
Luar Negeri | 52 |
Belanda | 9 |
Perancis | 17 |
Hong Kong | 2 |
Malaysia | 15 |
Singapura | 6 |
India | 1 |
Amerika Serikat | 1 |
Swiss | 1 |
Total | 512 |
Dalam berbagai sesi ajaran berbeda, baik di Jakarta maupun Bandung, Guru Dagpo Rinpoche menyampaikan betapa Indonesia adalah sebuah negara yang dulunya memiliki tradisi ajaran buddhis yang sangat kuat. Bahkan Rinpoche—dengan pengalaman luasnya mengunjungi berbagai negara dengan latar belakang budaya berbeda-beda—memiliki kesan bahwa secara khusus orang-orang Indonesia memiliki sifat dan perilaku yang lemah lembut, dan menduga bahwa besar kemungkinan ini adalah akibat dari warisan nilai-nilai dharma yang melekat kuat dan tertanam dalam kebudayaan bangsa yang besar ini.
Tradisi buddhis di Indonesia bisa dirujuk pada masa kejayaan Sriwijaya di sekitar abad ke-8 hingga 12. Secara khusus, pada periode sekitar abad ke-11, seorang mahaguru besar India bernama Atisa Dipamkara Shrijnana menempuh perjalanan laut selama lebih kurang tiga belas bulan untuk mencari Mahaguru Serlingpa Dharmakirti, seorang pangeran di kerajaan Sriwijaya. Pencarian menerjang marabahaya teramat besar ketika itu semata-mata karena Guru Atisa ingin mencari pemegang silsilah ajaran luhur batin pencerahan, yang pada masa itu hanya bisa ditelusuri silsilah otentiknya pada sosok Guru Dharmakirti di Sriwijaya.
Dahulu kala ajaran buddhis berkembang sangat luas dan mendalam di tanah Indonesia. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, ajaran ini kemudian merosot dan hilang. Baru beberapa saat belakangan ini ajaran dharma dihidupkan kembali di negara ini, terbukti dengan adanya orang-orang yang mempelajari dan mempraktikkan ajaran Tahapan Jalan Menuju Pencerahan. Tak kurang dari seorang sosok Mahaguru Dagpo Lama Rinpoche yang mengatakan, “Saya pribadi bersukacita bisa turut ambil bagian dalam proses menghidupkan kembali buddha dharma di Indonesia ketika saya diundang untuk memberikan sesi ajaran di Indonesia. Bersama-sama Anda semua juga bisa turut ambil bagian dan memainkan peranan penting untuk menghidupkan kembali ajaran dharma ini.”
Mahaguru Dagpo Rinpoche pula-lah, yang pada abad ke-21 ini, menyingkap sebuah pencerahan baru bahwa, “Anda orang-orang Indonesia sangat beruntung terlahir di negara ini, yang merupakan pertanda Anda memiliki kebajikan yang besar. Dahulu Guru Atisa membangkitkan batin pencerahan yang teramat berharga di tanah ini. Oleh sebab itu, Anda bisa menjadikannya sebagai inspirasi untuk membangkitkan batin pencerahan.”
Esensi dari semua ajaran Buddha adalah Bodhicitta, namun batin pencerahan bukanlah sesuatu yang dapat dikembangkan hanya dengan melatih diri dalam jangka waktu yang pendek. Guru Atisa mempraktikkannya selama dua belas tahun. Pabongka Rinpoche dalam teks “Pembebasan di Tangan Kita” menguraikan bahwa ketika kita mengamati bahwa sebagian praktisi menghabiskan sekian tahun banyaknya hanya untuk memeditasikan Istadewata dan melafalkan mantramnya, maka sudah selayaknyalah kita harus mau berlatih dengan keras untuk menumbuhkan batin pencerahan. Guru-guru Kadampa terdahulu mempunyai pepatah: “Semua orang memiliki bentuk Istadewata untuk dimeditasikan dan mantra untuk dilafalkan. Ini dikarenakan tak seorang pun memiliki ajaran Dharma untuk direnungkan.” Oleh sebab itu, sangat penting bagi kita untuk setidaknya menciptakan kesan-kesan batin pencerahan di dalam batin kita.
Ada begitu banyak manfaat batin pencerahan yang tak terhingga baik dalam hal jumlah maupun kualitasnya. Nyukrumba (murid utama Guru Kadampa Chen-ngawa Tsultrim Bar) mengatakan: “Jika kita dapat mengembangkan satu jenis pengetahuan ini (batin pencerahan) dari awal, maka itu saja akan menghimpun kebajikan bagi kita, itu juga akan mempurifikasi diri kita dari berbagai rintangan, dan itu juga akan menghalau penghalang-penghalang kita.”
Je Lama menuliskan : Batin pencerahan laksana ramuan mujarab bagi semua bentuk dari dua penghimpunan; Batin pencerahan adalah harta karun kebajikan yang menghimpun kumpulan kebajikan yang banyak sekali. Mahaguru Dagpo Rinpoche mengutip teks “Pembebasan di Tangan Kita” memberikan nasihat:
Guru Dagpo Rinpoche akan melanjutkan sesi transmisi berikut uraian “Pembebasan di Tangan Kita” pada event Festival Lamrim Asia Tenggara pada bulan Desember tahun 2015 ini. Dari sekarang hingga akhir tahun nanti, alangkah baiknya apabila seluruh peserta bisa mempersiapkan diri dan melatih batin pencerahan dengan sebaik-baiknya, hingga tiba saatnya nanti menyambut Sang Mahaguru Bodhicitta menyambungkan kembali Silsilah Emas Suwarnadwipa.