Sembilan belas Februari 2014, menabuh genderang perang terhadap bala musibah yang mengganggu hidup kita. Pada hari pertama ini, sehari dibagi atas empat sesi puja. Puja yang dilakukan adalah Persembahan Empat Mandala untuk Arya Tara. Arya Tara yang merupakan manifestasi aktivitas pertolongan semua Buddha yang teramat cepat dan lugas. Dengan alasan inilah kita memulai rangkaian Puja tolak bala tahun 2014 dengan memohon Arya Tara, menarik perhatian dan welas asih agung dari Arya Tara untuk melindungi kita selama rangkaian puja tolak bala berlangsung.
Sebagaimana dijelaskan dalam manfaat melafalkan pujian kepada Arya Tara:
“rasa takut tidak akan lagi, ini terlimpahkan kepada mereka karna ingatan akan pujian ini. Setelah disucikan dari semua setan jahat dengan sempurna, mereka akan terbebas dari semua alam rendah. Sebagai salah satu hasilnya, semua racun mematikan baik yang bertempat di diri sendiri pun menyebar ke makhluk lain, yang telah mereka makan atau minum dengan ingatan akan pujian ini akan dihapuskan dengan sempurna. Dan mereka akan melenyapkan dengan sempurna semua halangan akibat makhluk halus, wabah, racun, dan berbagai penderitaan lainnya”
Ringkasnya di hari pertama, kita memohon Arya Tara memberkahi kita agar sukses menolak bala. Hari berikutnya, dua puluh Februari, kita memohon perlindungan kepada Buddha Sakyamuni serta para makhluk agung beserta rombongan, yang meskipun telah mencapai pencerahan sempurna, membangkitkan bodhicitta yang berharga, mereka memanifestasikan diri, berdiam di samsara dalam wujud seorang arahat sthavira; semata memberi manfaat bagi banyak makhluk akan pentingnya moralitas, akan pentingnya praktek dharma yang murni serta memperkuatnya.
Kita melakukan praktek puja panjang kepada Munindra dan 16 Arahat. Melalui meditasi pada makna dalam kata-kata yang terdapat di ritual puja ini, memungkinkan kita untuk menghimpun kebajikan, memurnikan halangan-halangan, dan membantu penyebaran dharma mulia dari Sang Penakluk. Lebih lanjut diceritakan bahwa, Sang Penyusun ritual ini, Biksu Yeshe Gyaltsen, menggubah ritual ini sambil berpikir betapa mengagumkannya seandainya Buddha Dharma semakin meningkat dan bertahan selamanya, semoga kiranya kita juga bisa beraspirasi hal yang sama dengan Beliau.
Dua puluh satu sampai dengan dua puluh tiga Februari, tiga hari terakhir rangkaian puja tolak bala adalah ritual tolak bala yang sesungguhnya. Setelah menyiapkan diri kita pada dua hari pertama, setelah menggalang dukungan dari Arya Tara serta Buddha dan Enam Belas Arahat, dengan dukungan dan bertumpu pada keyakinan terhadap para makhluk agung ini, kita pun mulai mengundang keempat mara: mara putra dewa, mara klesha, mara skandha, dan mara kematian.
Pada tanggal dua puluh satunya, kita mengundang keempat mara melalui ritual Sernying Dudog atau ‘Tahapan Menghalau Mara melalui Intisari Kebijaksanaan Singkat dari Tiga Pemahaman Ibu semua Buddha (Sutra Hati) Singkat, Sedang, dan Luas’. Sementara puncak ritual tanggal 22-23 Februari, kita menghalau mara dengan ritual ‘400 Persembahan’.
Beda dalam metodenya, namun sama maksud tujuannya, yaitu memaksa keempat mara yang menghantui kita, batin kita, untuk masuk dalam ‘perundingan’, sebagaimana dijelaskan oleh Yang Mulia Suhu Bhadraruci. Kita memaksakan ‘negosiasi’ dengan empat mara, yang mau tak mau pasti mereka harus terima karena kuasa Buddha dan Bodhisatva. Apa isi negosiasi ini? Empat mara kita tawarkan persembahan berupa torma dan sebagainya, manifestasi materi duniawi seperti yang mereka sukai, dan setelah menerimanya agar mereka kembali ke alamnya masing-masing, tidak lagi mengganggu kita, tak lagi menimbulkan bala derita bagi kita.
Sangat mungkin sekali, kita asing dengan cara demikian, kok mara diajak ‘bicara baik-baik’, apa mara bisa bicara? Masak sih mereka sebaik itu? Dan sebagainya analisis logika kita. Namun penting agar kita tak terjebak pada metafora, sebaliknya merenung dan selami makna di baliknya. Perenungan pribadi akan metafora ini, kita mengekspos keempat mara yang ada di dalam batin kita, sebuah metode mengakui, menerima apa adanya kalau memang kita masih terpengaruh mara. Jadi kita mengundang keempat mara, adalah sebuah pengakuan, satu dari empat tenaga menuju purifikasi. Yang pastinya, semua metafora dalam ritual buddhis ini adalah untuk menghimpun kebajikan, mempurifikasi karma buruk, menghimpun energi-energi positif dari berbagai tindakan bajik, dari keyakinan pada Triratna dan objek perlindungan kita.
Tercatat seribuan nama dedikasi selama puja tolak bala, namun demikian tentunya kepada segenap makhluk-lah kita seharusnya meletak harap agar semua terhalau bala, agar semua meraih bahagia berikut sebabnya, dan terlebih agar kita pribadi dimampukan untuk benar-benar melakukannya. Lima hari sudah kita sukses melakukan puja tolak bala di Tahun Kuda ini, namun penting mengingat nasihat-nasihat Je Tsongkhapa yang Agung, agar senantiasa ingat bahwa akar dari semua kebahagiaan bergantung pada perenungan secara menyeluruh akan karma dan akibatnya, dengan tepat menolak karma buruk, dan menghimpun karma baik. Namun, ada yang lebih mudah lagi dilakukan daripada ini, sangat mudah, dengan nilai kebajikan yang berlimpah, Dagpo Lama Rinpoche Yang Mulia berkata, ‘bersukacitalah’. Dengan ini semoga kita bisa senantiasa bersukacita. Sarwa manggalam. (TK)