Setiap kali Hari Waisak tiba umat Buddha akan mengenang tiga peristiwa yang terjadi dalam kehidupan guru junjungan para dewa dan manusia:
1. Kelahiran calon Buddha, yaitu Pangeran Siddhartha Gotama, di Taman Lumbini.
2. Tercapainya Penerangan Sempurna, yaitu Petapa Gotama menjadi Buddha, di Buddha Gaya.
3. Mahaparinirwana Buddha, yaitu Buddha Gotama meninggalkan dunia ini, di Kusinara.
Hari Waisak adalah Hari Buddha, oleh karena itu di hari peringatan Waisak kita sesungguhnya tidak hanya dibatasi untuk hanya mengenang tiga peristiwa tersebut di atas, tetapi kita juga dapat mengenang kehadiran Buddha di dunia ini secara lebih utuh. Kehadiran Buddha yang penuh kasih, kehadiran Buddha yang telah menerangi dunia. Dan kita akan benar-benar menyadari bahwa kasih Buddha menerangi dunia.
Dalam kitab suci dikatakan, bahwa: “Melihat orang-orang tenggelam dalam samudra kelahiran, kematian, dan kesedihan, Buddha tergerak untuk menolong mereka. Melihat orang-orang melakukan kejahatan melalui pikiran, ucapan, dan perbuatan, lalu menerima buah yang pahit akibat kejahatannya, namun mereka tidak pernah berhenti mengejar nafsu keinginan jahatnya, Buddha tergerak untuk menolong mereka. Melihat bahwa walaupun mereka merindukan kebahagiaan, tetapi mereka tidak berusaha mendatangkan buah karma yang membahagiakan bagi diri mereka, walaupun mereka membenci rasa sakit, namun mereka dengan sadar mendatangkan buah karma yang menyakitkan bagi diri mereka sendiri, Buddha tergerak untuk menolong mereka. Melihat mereka hidup saling membunuh dan melukai satu sama lain, dan mengetahui bahwa oleh karena kebencian telah tumbuh subur di dalam hati maka mereka pasti akan menerima akibat buruknya bagi diri mereka sendiri, Buddha tergerak untuk menolong mereka.”
Buddha menjelaskan kepada para biksu mengenai kehadiran seorang Samyaksambuddha di dunia ini, “Para Biksu, ada satu orang yang terlahir di dunia demi kesejahteraan banyak makhluk, demi kebahagiaan banyak makhluk; Ia terlahir karena kasih kepada dunia, untuk kepentingan, kesejahteraan, dan kebahagiaan para dewa dan manusia. Siapakah orang yang satu ini? Ia adalah Tathagata, seorang Arahat yang Mahasuci, seorang yang mencapai Penerangan Sempurna. Inilah, Biksu, manusia luar biasa yang satu itu.” (Anguttara Nikaya I, 21)
Karena kasihNya kepada dunia, Buddha telah menunjukkan kepada kita melalui lakon perjuangan Pangeran Siddhartha dan Petapa Gotama, bahwa manusia itu mampu menjadi Buddha. Selanjutnya, setelah menjadi Buddha, karena kasihNya Beliau mengajarkan Dharma yang merupakan jalan pembebasan total dari duka, jalan untuk mencapai Kebahagiaan Sejati. Sanggha yang Beliau bentuk adalah komunitas harmonis dari para praktisi Dharma, yang akan membantu anggotanya belajar, berlatih, dan berbagi Dharma. Karenanya melalui kasih Buddha, Sanggha yang secara turun temurun masih berlanjut hingga kini adalah komunitas pelestari Dharma.
Setelah kita menyadari betapa besar kasih Buddha kepada dunia, kita seharusnya memberikan penghormatan dengan cara yang terbaik kepada Buddha. Jika kita menempuh jalan Dharma, inilah cara yang terbaik untuk menghormati Buddha. Kita tidak bisa mencapai tujuan kita dengan hanya mempersembahkan lilin, dupa, dan bunga. Marilah kita membaca petikan Mahaparinibbana Sutta, untuk mengetahui apa yang dikatakan Buddha tentang penghormatan tertinggi terhadap Beliau.
Dan Bhagawa berkata, “Ananda, siapkanlah sebuah tempat tidur di antara kedua pohon sala ini, karena Aku merasa tidak enak dan ingin berbaring.” Maka Y.A. Ananda pun berbuat sebagaimana yang Bhagawa minta, dan kemudian Bhagawa berbaring miring ke kanan, dengan menumpangkan sebelah kaki di atas kaki yang lain dalam posisi bagaikan singa berbaring, dengan penuh perhatian dan kesadaran yang jelas. Kemudian kedua pohon sala itu mendadak, di luar musim, bunga-bunganya bermekaran dan menaburi Beliau karena rasa hormatnya kepada Tathagata. Bunga-bunga dan bubuk kayu cendana surgawi bertaburan, dan musik serta suara-suara surgawi pun dapat terdengar, semuanya timbul dari rasa hormat kepada Tathagata. Lalu Bhagawa memanggil Y.A. Ananda dan berkata, “Lihatlah pada bunga-bunga pohon sala serta bunga-bunga, bubuk kayu cendana, musik, dan suara-suara surgawi ini. Namun, bukanlah seperti ini Tathagata dihormati, dimuliakan, dihargai, dan dipuja dengan penghormatan tertinggi. Tetapi para biksu dan biksuni, upasaka dan upasika, yang menaati Dharma, menempuh jalan Dharma, melaksanakan Dharma, merekalah yang menghormati, memuliakan, menghargai, dan memuja Tathagata dengan penghormatan tertinggi. Oleh karenanya, taatilah Dharma, tempuhlah jalan Dharma dan laksanakanlah Dharma. Inilah cara engkau seharusnya melatih diri.”
Melaksanakan Dharma adalah meneladani perjuangan yang telah dilakoni oleh Buddha. Diawali sebagai manusia biasa, jika kita terus berjuang di jalan Dharma maka pada akhirnya kita pun akan bisa menjadi Buddha. Semua Buddha memiliki tubuh Dharma (Dharmakaya). Dharmakaya itu maha esa dan senantiasa ada, maka kasih Buddha pun senantiasa ada. Kasih Buddha adalah kasih semesta untuk semua orang dan kasih yang tidak pernah padam ini memberikan kebahagiaan bagi semua makhluk. Sebagai bentuk nyata pelaksanaan Dharma, kita seharusnya ikut menghadirkan kasih Buddha dalam kehidupan kita sehari-hari.
Mengasihi berarti membawa kebahagiaan, mengurangi penderitaan, mempersembahkan sukacita, dan melampaui semua diskriminasi. Dalam Karaniya Metta Sutta, terdapat bait yang mengajarkan praktik mengasihi tersebut: “Selagi berdiri, berjalan, duduk, atau berbaring, selama tiada lelap, dia tekun mengembangkan perhatian penuh kesadaran ini, yang disebut Kediaman Luhur.” Kediaman Luhur adalah metta yang membawa kebahagiaan, karuna yang mengurangi penderitaan, mudita yang mempersembahkan sukacita, dan upekkha yang melampaui semua diskriminasi.
Cara kita untuk membawa kebahagiaan tidak hanya dengan mengasihi orang lain, tetapi juga dengan mengasihi diri kita sendiri. Apabila kita tidak tahu bagaimana mengasihi diri kita sendiri demi menghadirkan kebahagiaan, maka kita juga tidak akan mampu menghadirkan kebahagiaan bagi orang lain. Jadi manakala menghadapi penderitaan dalam diri sendiri, janganlah kita bertempur dengannya, kita malah akan semakin menderita oleh karena kita mengembangkan kebencian. Dengan belajar menerima dan memeluknya, kita akan dapat merubah penderitaan itu menjadi kasih. Kebahagiaan berkaitan erat dengan penderitaan, ketika tahu apa itu penderitaan kita juga akan tahu apa itu kebahagiaan, jadi mengerti dan menyadari penderitaan merupakan fondasi kebahagiaan.
Kasih adalah sifat luhur yang memberikan dorongan dan semangat untuk menolong sesama manusia dengan berbagai cara yang baik. Kasih yang agung menciptakan hati yang peka dan halus untuk dapat turut merasakan penderitaan mereka yang sakit, sengsara, dan menderita. Penderitaan anda adalah penderitaan saya, demikianlah hati orang yang telah mempunyai kasih.
Namun untuk mengurangi penderitaan dan membantu mentransformasi penderitaan orang lain, kita pertama-tama perlu belajar menangani penderitaan kita sendiri terlebih dahulu. Karuna bukan berarti kita harus ikut menderita, karena jika kita malahan menderita bersama orang yang tengah menderita maka tentunya kita tidak dapat menolong orang tersebut. Yang harus kita lakukan adalah menghadirkan energi perhatian penuh kesadaran, yaitu Buddha yang ada dalam diri kita. Jika dengan energi perhatian penuh kesadaran kita menerima kehadiran emosi yang menyebabkan penderitaan, maka kebijaksanaan akan lahir untuk meredakan emosi itu, kita pun terbebas dari dukacita.
Kasih juga berarti mempersembahkan sukacita kepada yang lain, dan untuk itu kita juga harus mampu bersukacita terlebih dahulu. Apabila kita tidak bisa tersenyum, tentunya tidak ada orang yang bisa mendapatkan manfaat dari kehadiran kita. Sebaliknya, walaupun tidak ada apa pun yang kita lakukan, apabila kita penuh sukacita sesungguhnya kehadiran kita sudah memberi manfaat kepada banyak orang.
Dalam Satipatthana Sutta, Buddha mengajarkan bagaimana menghadirkan sukacita dengan berlatih hidup berkesadaran dan konsentrasi. Jika kita tahu cara melepaskan atau let it go, hidup berkesadaran (sati), konsentrasi (samadhi), dan kebijaksanaan (pannya), maka setiap saat sukacita dan bahagia akan bisa hadir dalam diri kita.
Akhirnya, jika kita mampu melampaui semua diskriminasi, maka kita akan dapat mengasihi semua orang. Semua orang akan ada dalam rangkulan kasih kita. Kita pun akan memiliki cukup banyak kasih dan kesalingpahaman, untuk membantu mentransformasi dan menyembuhkan luka-luka yang disebabkan oleh kekerasan, kebencian, dan diskriminasi.
Jika kita tahu cara untuk kembali ke momen saat ini dan membangkitkan energi perhatian penuh kesadaran, konsentrasi, dan kebijaksanaan, maka kita akan bersentuhan dengan keajaiban-keajaiban kehidupan. Kita akan memiliki kebahagiaan dengan seketika. Kita akan memiliki kebijaksanaan. Kita tidak lagi mendiskriminasi atau berpikiran sempit. Kita dapat membuka kedua tangan untuk merangkul semua orang dan kita tidak memiliki musuh. Ketika kita tidak memiliki musuh, tidak mencela, tidak menyalahkan, maka pikiran kita menjadi ringan seperti awan.
Marilah dengan menggunakan momentum hari Waisak, kita bersama-sama memperkuat tekad kita untuk berlatih mempraktikkan kasih Buddha. Semoga kegelapan yang menyebabkan adanya ketidakharmonisan, permusuhan, dan saling membenci di dunia ini dapat menjadi sirna. Kasih Buddha menerangi dunia.
Selamat Hari Waisak 2557, semoga semua makhluk hidup berbahagia.