Webcast Nantes Sesi 1: Mana Ilusi Mana Realita?

  • April 18, 2011

Catatan Perangkum: Sesi akhir pekan dengan topik “Mencapai Kebahagiaan: Ilusi atau Realita?” ini berlangsung dua hari, yakni pada 16 dan 17 April 2011, di Nantes, Perancis. Sesi pertama ini dirangkum setelah puja Jorchoe, yang dimulai pada pukul 15:36 WIB. Siaran web ajaran Dagpo Rinpoche ini diterima di aula Dharma Center Kadam Choeling Indonesia di Bandung. Karena gangguan koneksi di sana-sini, artikel ini bukan transkrip utuh kata per kata, tapi lebih sebagai rangkuman bagi siapa pun yang membutuhkannya. Akan sangat baik apabila mereka yang tertarik dan merasakan manfaat dari artikel ini untuk mempelajari ajaran ini lebih lanjut, agar mendapatkan pemahaman yang lebih lengkap dan utuh.

******

Saya hendak menyapa Anda semua dengan salam khas Tibet Tashi Deleg, baik kepada peserta yang hadir secara langsung di sini maupun yang mendengarkan melalui internet. Saya mungkin tidak bisa melihat Anda secara langsung tapi saya mengetahui keberadaan Anda [yang mengikuti webcast].

Sekarang Anda sudah mendapatkan kesempatan luar biasa. Ini adalah sesuatu yang harus Anda renungkan dan sadari. Tapi tentu saja kesempatan baik seperti ini tidak berlangsung lama karena waktu yang kita miliki sangat singkat. Oleh sebab itu, penting sekali kita memanfaatkan waktu yang singkat ini dengan sebaik-baiknya. Karena kita benar-benar tidak mengetahui seberapa banyak waktu yang kita miliki, alangkah baiknya kita berupaya untuk memanfaatkannya dengan baik, yaitu dengan cara mendengarkan yang baik.

Kalau kita mengamati apa saja yang berhasil kita capai dalam hidup kita hingga sekarang ini, maka kita bisa melihat betapa kita sudah mampu mencapai banyak hal, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain. Dengan demikian, kita juga menyadari bahwasanya kita masih mampu mencapai lebih banyak lagi, baik itu sesuatu yang mengembangkan diri sendiri maupun orang lain.

Contoh pencapaian kita, misalnya dalam bidang pendidikan. Rata-rata Anda semua sudah berhasil mencapai tingkat pendidikan tertentu dan sanggup memanfaatkan pendidikan Anda untuk bekerja, mencari penghasilan, dan sebagainya. Ada pula yang bukan hanya memanfaatkannya untuk bekerja dan mencari penghasilan, tapi sudah mampu memberikan sumbangsih kepada banyak orang, bahkan sesuatu yang memengaruhi masyarakat dunia. Dari situ, kita bisa menilai diri sendiri mampu mencapai banyak hal, dan masih banyak lagi yang bisa kita capai.

Alasan mengapa Anda masih bisa mencapai banyak hal adalah dikarenakan kapasitas mental yang besar, sebuah kerangka berpikir yang tidak berpuas diri dengan kondisi saat ini saja, dan sanggup memikirkan orang lain. Dengan kapasitas demikian, Anda masih bisa terus memperbesar kapasitas dan kontribusi Anda.

Barangkali ada beberapa orang yang mendengarkan penjelasan ini akan berpikir, “Oh, kalau saya belum tentu bisa, karena saya sudah terlalu tua,” atau “Oh, saya tidak cukup berani untuk itu,” atau “Saya tidak cukup pintar,” dan seterusnya. Saya pribadi masih percaya bahwa Anda semua memiliki kapasitas untuk berkembang. Tentu saja tidak semua orang memiliki kecerdasan tinggi, tapi semua orang memiliki kapasitasnya masing-masing. Terlepas dari apapun kondisi Anda sekarang ini, Anda bisa mulai dari kondisi tersebut dan bergerak maju untuk mengembangkannya.

Masalahnya, apakah Anda mau memanfaatkan potensi atau kapasitas Anda, tentu lain cerita. Terserah Anda masing-masing untuk menentukannya. Yang pasti saya hendak mengatakan bahwa Anda semua memiliki kapasitas dan potensi untuk berkembang. Barangkali ada yang tidak sependapat? Kalau ada yang tidak sependapat, mohon acungkan tangan.

[Tidak ada yang mengacungkan tangan]

Seperti yang sudah saya duga [bahwa tidak ada yang tidak sependapat]. Memang ada yang masih muda, ada yang sudah tua. Ada yang cerdas dan ada yang kurang cerdas. Tapi secara umum semua orang memiliki potensinya masing-masing. Kalau ada yang berpikir, “Ah, saya sudah terlalu tua,” tentu tak banyak yang bisa dicapai dengan pemikiran seperti ini. Kalau Anda menyerah begitu saja, tentu kita tidak mengembangkan kapasitas dan potensi yang tadinya memang ada di sana.

Sebenarnya apa sih yang kita inginkan? Kita semua ingin sebahagia mungkin dan tidak menginginkan penderitaan sekecil apapun. Itulah tujuan kita dan tujuan itu pantas untuk diperjuangkan. Kita seharusnya menyalurkan segenap tenaga untuk mengarahkan diri pada tujuan tersebut. Kalau kita benar-benar mengarahkan pikiran pada tujuan tersebut, niscaya kita bisa mencapainya, yaitu mendapatkan kebahagiaan dan menghindari penderitaan.

Tidak ada kesempatan yang lebih baik lagi untuk mencapai tujuan tersebut daripada saat ini! Karena situasi Anda semua sudah sangat ideal sehingga Anda seharusnya bertekad untuk menarik manfaat penuh darinya. Tentu saja banyak hal yang tidak sempurna, tapi rata-rata Anda semua masih bisa bertahan hidup, masih bisa makan, dan seterusnya. Tidak ada yang berada dalam kondisi buruk yang drastis sehingga tidak bisa berpikir jernih. Artinya, rata-rata Anda semua berada dalam kondisi yang lumayan dan berkecukupan, cukup untuk dikembangkan lebih lanjut. Dan ini berlaku untuk Anda semua.

Dari mana saya bisa menarik kesimpulan seperti itu? Semata-mata dari kehadiran Anda di sini. Kehadiran dan partisipasi Anda membuktikan apa yang baru saja saya katakan. Sedangkan untuk kondisi internal, sekali lagi, tentu saja kondisi tiap orang berbeda. Anda semua memiliki usia yang berbeda-beda, dengan kondisi kesehatan yang berbeda-beda pula, tapi tak satu pun orang di sini yang berada dalam kondisi sedemikian buruk sehingga tidak bisa berpikir dengan jernih. Kalau bicara soal kecerdasan, memang tiap orang memiliki tingkat intelegensi berbeda-beda, tapi apapun tingkat intelegensinya, Anda semua di sini memiliki kecerdasan rata-rata yang cukup untuk memahami dan merenungkan sesuatu.

Kalau Anda berpikir bahwa Anda sudah sering mendengarkan penjelasan seperti ini, dan bahwasanya tidak ada yang baru yang bisa Anda dapatkan, maka itu adalah sikap yang tidak bermanfaat bagi Anda sendiri. Akan lebih baik kalau Anda merenungkan apa yang baru saja dijelaskan dan mengaitkannya pada diri sendiri. Anda mengaitkan penjelasan dengan pemikiran dan pengalaman Anda sendiri dengan bertanya pada diri sendiri apakah yang dikatakan berlaku pada diri Anda atau tidak.

Ada satu lagi unsur yang sangat penting, yang Anda miliki, yaitu kenyataan bahwa Anda memiliki ketertarikan untuk mengembangkan diri Anda secara spiritual, untuk memperbaiki diri. Keinginan seperti ini bukanlah sesuatu yang jamak dan umum, bahkan sebaliknya, ia adalah keinginan yang langka dan unik. Contohnya, kalau ada orang yang sudah memiliki segala bentuk kondisi yang ideal tapi dia tidak memiliki ketertarikan ini, maka kita menghadapi kasus pintu yang tertutup, tidak ada kemungkinan bagi kita untuk bicara atau berkembang lebih lanjut.

Kalau Anda ambil waktu satu menit untuk memikirkan semua kenalan Anda, maka Anda akan mengakui bahwa tidak banyak orang yang memiliki ketertarikan demikian. Yakni ketertarikan atau keinginan untuk mengubah pikirannya, untuk memperbaiki diri, untuk membuat hidupnya lebih bermakna, dan sejenisnya. Anda harus mengakui bahwa memang tidak banyak orang yang memiliki ketertarikan seperti ini.

Dengan demikian, kita bisa semakin menghargai kondisi dan kesempatan ideal yang sudah kita dapatkan ini. Tapi Anda harus ingat bahwa kondisi ideal ini tidak akan berlangsung selama-lamanya, bahkan ia hanya bertahan untuk waktu yang sangat singkat. Coba lihat ke dalam pemikiran Anda sendiri. Kalau misalnya ada yang berpikir ia masih bisa berada di tempat ini tahun depan, dan kemudian tahun berikutnya lagi, dan berikutnya lagi, artinya ia berpikir bisa selalu berada dalam kondisi seperti ini, maka maaf saja, pemikiran seperti itu adalah pemikiran yang keliru, tidak tepat, tidak realistis, bahkan tidak ilmiah sama sekali.

Jangankan membahas tentang kehadiran Anda di sini untuk tahun-tahun yang akan datang, sebenarnya kita semua sedang menjalani ketidak-kekalan saat ini juga. Artinya, orang yang tadinya mendengarkan ajaran di awal sesi ini sudah tidak sama dengan orang yang mendengarkan saat ini. Kita semua adalah fenomena yang tidak kekal, berubah dari momen ke momen, berubah setiap saat. Orang yang sedang mendengarkan saat ini sudah tidak sama dengan orang yang mendengarkan ajaran beberapa menit yang lalu.

Karena situasi yang sama sekali tidak stabil, maka kita tidak tahu seberapa lama waktu yang kita miliki. Kalau kita hendak mencapai sesuatu, apapun itu, kita harus melakukannya sekarang juga! Kalau Anda menunda-nunda dengan berpikir, “Oh, biarkan saya menyelesaikan kerjaan yang ini dulu, baru kemudian saya akan melakukan sesuatu.” Tapi ketika Anda sudah menyelesaikan suatu kerjaan, maka kerjaan lain pasti akan muncul, demikian seterusnya. Karena itu, kalau Anda mau mencapai sesuatu, lakukan sekarang juga!

Ketika dikatakan bahwa kita seharusnya mencapai sesuatu yang bermanfaat, apa sebenarnya maksudnya? Mari kita lihat diri sendiri. Kita adalah manusia yang memiliki tubuh jasmani dan pikiran. Kalau kita mau mencapai sesuatu yang bermanfaat untuk badan jasmani, sebenarnya ini adalah kerjaan yang sedikit tidak realistis. Kita sudah memiliki tubuh jasmani ini dan sebenarnya tidak banyak yang bisa kita ubah. Yang bisa kita lakukan hanyalah mempertahankan kesehatan dan jangan sampai muncul terlalu banyak masalah dengan tubuh kita. Tapi, kalau kita mau berkembang, sebenarnya ruang yang lebih luas bagi kita untuk bermanuver adalah pada batin kita. Kita bisa melakukan dan mencapai banyak hal dengan batin kita.

Berbicara tentang perkembangan batin atau pikiran, ini sebenarnya mencakup dua aspek atau dua sudut pandang. Yang pertama adalah pemahaman atau kebijaksanaan. Yang kedua adalah penerapan metode untuk menolong orang lain, yakni mengembangkan niat untuk menolong orang lain, misalnya dengan mengembangkan cinta kasih, welas asih, dan seterusnya. Jadi, ada dua sisi perkembangan batin, yaitu:

1) Pemahaman/ kebijaksanaan
2) Niat untuk menolong orang lain (cinta kasih, welas asih)

 

Idealnya, kita harus bisa mengembangkan kedua aspek batin tersebut. Artinya, kita harus mengembangkan dua-duanya, dan tidak hanya mengembangkan satu aspek saja dan mengabaikan aspek lainnya, karena kita membutuhkan kedua-duanya.

Kalau misalnya ada orang yang hanya mengembangkan satu sisi saja, contohnya seseorang yang sangat pintar dan berpengetahuan luas. Orang ini mengetahui banyak hal tapi dia kekurangan aspeknya lainnya, yaitu niat untuk menolong orang lain, sifat penyayang, dan sebagainya. Pertanyaannya, kehidupan seperti apa yang dijalani oleh orang seperti ini? Dalam keseharian bisa jadi ia terus mengejar pengetahuan, memberikan ceramah/ kuliah, menulis buku, dsb, tapi secara keseluruhan, orang seperti ini tidak akan begitu bermanfaat, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain.

Sebaliknya, kalau ada orang yang sangat baik, tapi tidak terlalu cerdas atau bijaksana, maka orang yang baik ini juga tidak akan bisa berbuat banyak, semata-mata karena ia tidak tahu bagaimana cara menolong orang atau tidak tahu bagaimana cara untuk tidak menyakiti diri sendiri dan orang lain. Orang ini barangkali juga tidak tahu bagaimana cara mengembangkan orang lain dikarenakan ketidak-tahuannya, dan sebagainya. Karena ketidaktahuan, bisa jadi orang yang baik ini melakukan banyak kesalahan. Misalnya kesalahan dalam bidang pekerjaan dan sebagainya.

Orang yang kurang cerdas atau tidak memiliki kualitas kepintaran lainnya cenderung akan melakukan banyak kesalahan. Banyak kesulitan yang muncul karena kurangnya kecerdasan atau kebijaksanaan. Sesungguhnya segala permasalahan yang kita hadapi dalam hidup ini dikarenakan banyaknya kesalahan-kesalahan yang dilakukan akibat kurangnya kecerdasan, kurangnya kecerdasan yang membuat kita membuat pilihan-pilihan yang keliru, dan sebagainya. Semua kesalahan inilah yang menciptakan penderitaan dan kesukaran bagi diri kita sendiri. Kurangnya kecerdasan dan kurangnya niat menolong orang lain (sikap egois), kedua sifat ini sama-sama mendorong orang untuk melakukan banyak kesalahan.

Mengapa kita tidak boleh egois? Karena kita tidak hidup sendirian di dunia ini. Kalau Anda tinggal sendirian di dunia ini, maka sikap egois adalah sikap yang masuk akal dan tidak ada yang akan menyalahkan Anda untuk ini. Tapi kenyataan yang berlaku adalah sebaliknya. Kita hidup bersama-sama dengan banyak makhluk dan jumlah mereka jauh melampaui diri kita yang hanya satu orang makhluk. Karena itu, tidak masuk akal kalau ada orang yang masih bersikap egois.

Sesi akhir pekan ini sudah dirancang sedemikian rupa dan mengambil topik: “Mencapai Kebahagiaan: Ilusi atau Realita?” Kembali di awal tadi, disebutkan bahwa tugas utama kita adalah mengubah cara berpikir dan mengembangkan batin kita. Untuk melaksanakan tugas ini, kita membutuhkan informasi. [Sampai di sini, koneksi putus]

Apa yang diajarkan oleh Buddha cocok untuk diterapkan bagi mereka yang buddhis. Bagi nonbuddhis, saya tidak bisa menjamin apa yang saya katakan akan cocok atau sejalan dengan Anda. Terserah Anda masing-masing untuk menilainya sendiri. Jika Anda menemukan hal yang bermanfaat, maka Anda bisa mengambilnya. Selebihnya, kalau ada bagian yang Anda rasa belum bisa Anda terima, maka tidak ada kewajiban atau paksaan bagi Anda untuk menerimanya.

Jadi, di sinilah kita berada. Saya akan menyampaikan ajaran dan Anda akan mendengarkannya. Penting sekali bagi kedua pihak, baik pembicara maupun pendengar, untuk menjalankan tugasnya dengan penuh perhatian dan juga dengan kebaikan hati. Dengan demikian, barulah kegiatan berbicara dan mendengarkan ini akan bermanfaat dan memberikan dampak positif untuk kita semua, terlepas dari apakah Anda buddhis atau bukan.

Berbicara tentang kondisi batin ketika melakukan aktivitas mendengar yang disertai kebaikan, ini merujuk pada poin membangkitkan motivasi yang bajik. Motivasi ini pada dasarnya adalah niat untuk mengakhiri penderitaan semua makhluk dan menuntun mereka pada kebahagiaan. Untuk memenuhi tujuan kita, kita harus menjadi seorang Buddha. Jadi, Anda semua harus mendengarkan ajaran yang disampaikan dengan tujuan untuk mencapai Kebuddhaan, artinya setelah didengarkan, Anda bertekad untuk mempraktikkannya.

Bagi nonbuddhis, motivasinya adalah membangkitkan kesadaran akan potensi Anda yang sudah terlahir sebagai seorang manusia. Kelahiran sebagai manusia jauh lebih unggul daripada makhluk lain, katakanlah binatang. Tapi kalau Anda hanya menggunakan potensi ini untuk memberikan manfaat pada diri Anda sendiri saja, maka tujuan ini masih kurang berharga, karena sebenarnya Anda bisa mencapai tujuan Anda sendiri berikut orang lain. Oleh sebab itu, motivasi Anda adalah untuk menolong sebanyak-banyaknya orang yang bisa Anda tolong. Dengan demikian Anda mendengarkan ajaran ini untuk memperkuat dan mengembangkan kualitas-kualitas positif Anda, supaya bisa menolong orang lain. Dengan kata lain, motivasi bagi nonbuddhis adalah sifat altruistik, yakni memanfaatkan potensi dirinya untuk menolong orang lain.

Jadi, baik buddhis maupun nonbuddhis, kedua-duanya harus mengembangkan motivasi yang benar. Renungkanlah penjelasan yang tadi diberikan dan bangkitkan motivasi seperti itu sekarang juga.

Kembali ke topik kita, yaitu kebahagiaan. Ada bermacam-macam jenis kebahagiaan, tapi pada dasarnya bisa dikelompokkan menjadi dua bagian besar:

1. Kebahagiaan/ kesejahteraan fisik
2. Kebahagiaan/ kesejahteraan mental

 

Kalau ada yang menemukan jenis kebahagiaan yang ketiga, mohon beritahukan saya supaya kita bisa masukkan ke dalam kategori jenis-jenis kebahagiaan.

Mari kita lihat kebahagiaan fisik. Kebahagiaan ini bisa didefinisikan dengan beragam cara, misalnya kesehatan yang baik, sifat energetik/ bersemangat, kondisi tubuh yang ringan, dan sebagainya. Ada juga definisi yang melampaui fisik semata-mata, yakni yang semata-mata merujuk pada sensasi fisik atau perasaan yang timbul berkaitan dengan fisik. Ada banyak faktor yang mendukung seseorang merasakan sensasi fisik, misalnya tidak sakit, adanya energi atau semangat tertentu, merasa ringan, dan seterusnya. Dengan kata lain, kondisi-kondisi fisik tertentu yang mendorong munculnya sensasi fisik.

Ada beragam cara untuk mendapatkan sensasi fisik ini. Misalnya ada yang terlahir dalam kondisi sehat dan segar-bugar, maka orang ini bisa merasakan sensasi fisik yang fit. Tapi bisa jadi ada orang lain yang kurang beruntung sehingga terlahir dengan cacat atau kekurangan tertentu. Apalagi kalau cacat ini menimbulkan rasa sakit dan penderitaan. Rasa sakit juga bisa dialami oleh seseorang yang memiliki kesehatan yang buruk. Dalam kasus-kasus tertentu, memang kesulitan fisik akan mengakibatkan rasa sakit dan penderitaan fisik. Misalnya, anggota tubuh yang tidak lengkap atau cacat yang mengakibatkan ketidak-nyamanan fisik. Misalnya ada yang tangan atau kakinya tidak lengkap sehingga menimbulkan rasa sakit, dan sebagainya.

Saya yakin Anda semua lebih paham akan isu ini daripada saya karena latar belakang pendidikan ilmiah dan ilmu pengetahuan. Misalnya ilmu pengetahuan bisa menjelaskan mengapa ada orang yang terlahir sehat dan ada yang terlahir cacat. Yakni dengan penjelasan orang yang terlahir cacat bisa jadi karena faktor keturunan. Tapi untuk kasus-kasus yang tidak berhubungan dengan keturunan, sebenarnya ilmu pengetahuan tidak banyak menawarkan penjelasan untuk ini. Di sisi lain, buddhisme menawarkan penjelasan terhadap situasi demikian. Untuk kasus-kasus orang yang terlahir cacat bukan karena faktor keturunan, buddhisme bisa memberikan penjelasan.

Kesimpulannya, saya hendak menyampaikan bahwa karena kondisi-kondisi fisik tertentu, seseorang bisa mendapatkan kebahagiaan atau perasaan nyaman. Yaitu, ketika batin Anda mencerap kondisi yang enak atau fit tersebut sebagai sebuah pengalaman yang menyenangkan. Dengan kata lain, batin yang mencerap pengalaman fisik yang menyenangkan. Kebalikan dari ini adalah rasa sakit atau ketidaknyamanan fisik.

Untuk ketidaknyamanan fisik, ada beberapa kemungkinan untuk mengatasinya. Misalnya cara-cara untuk mengurangi rasa sakit dengan perawatan medis dan sebagainya. Bisa juga dengan meningkatkan kesehatan dan kebugaran seseorang. Tapi, ada satu pertanyaan penting yang harus diajukan. Seberapa lama kebahagiaan fisik ini bisa bertahan? Seberapa lama kita bisa mempertahankan sensasi-sensasi fisik yang menyenangkan itu?

Katakanlah Anda bisa mempertahankannya seumur hidup Anda, berapa lama itu? 70? 80? 90? Bahkan 100 tahun! Tapi tak lebih daripada itu. Seiring bertambahnya umur, proses penuaan adalah sesuatu yang tak terelakkan. Sensasi-sensasi fisik semakin berkurang seiring dengan bertambahnya umur seseorang. Jangankan usia tua, sensasi itu pun sudah mulai berkurang ketika orang mencapai usia paruh baya. Sebisa-bisanya Anda mempertahankan dan menikmati sensasi fisik ketika usia semakin bertambah, rasanya tidak akan sama ketika Anda masih muda.

Contoh, sensasi menyenangkan yang didapatkan dari makanan. Sensasi makanan lezat untuk orang yang sudah berumur sudah tidak sama lagi ketika mereka masih muda, dikarenakan kekuatan pencernaannya yang sudah menurun, dan sebagainya. Ini adalah situasi yang Anda ketahui dengan persis.

Tentu saja kita membutuhkan sensasi-sensasi fisik karena itu bagian dari kehidupan kita. Sah-sah saja kalau Anda berniat mengejar kebahagiaan fisik dan melakukan apapun untuk mendapatkannya. Tapi, setelah periode waktu tertentu, Anda akan mengenali dan mengakui bahwa kebahagiaan fisik adalah sesuatu yang hanya bertahan sekejap saja, dan oleh karenanya tidak bisa diandalkan! Kebahagiaan fisik bukanlah sesuatu yang bisa berlangsung terus-menerus untuk selama-lamanya. Dalam banyak kasus, sensasi fisik hanyalah sesuatu yang berlangsung untuk sesaat saja.

Penting sekali bagi Anda untuk mencamkan hal ini. Bahwasanya kebahagiaan fisik adalah sesuatu yang tidak berlangsung lama. Ia adalah sesuatu yang hanya berlaku untuk sekejap dan suatu hari nanti pasti akan berakhir. Kalau Anda membayangkan hal sebaliknya, yakni membayangkan kebahagiaan fisik bisa berlangsung lama, maka inilah yang disebut ilusi. Kata ‘ilusi’ inilah yang dipakai pada judul acara kita hari ini.

Kalau Anda membayangkan kebahagiaan fisik bisa bertahan lama, maka Anda sedang mengalami ilusi. Oleh karena itu, penting sekali bagi Anda untuk menyadari bahwa sensasi-sensasi fisik hanya berlangsung sekejap. Dengan pemahaman ini, Anda bisa menghindari penderitaan mental, misalnya kekecewaan. Kalau Anda sudah paham akan hal ini, inilah yang disebut sikap realistis. Saya akan melanjutkan penjelasan nanti siang. Sampai di sini, kita istirahat.

*** End of Session 1***

(jL)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *