Webcast Dharma Bulanan Yiga Choedzin
Sabtu, 10 April 2010
* * * * * *
[Selama 30 menit pertama, terjemahan lisan Bahasa Inggris tidak bisa diterima, sehingga hanya mendengarkan Bahasa Tibet. Rangkuman berikut mulai tercatat sekitar pukul 19:30 sampai dengan selesai]
Kita harus trampil dalam memeriksa batin kita dan mengeceknya secara berulang-ulang, bukan secara terus-menerus, tapi melakukannya dalam penggalan waktu yang singkat secara berkala. Kita harus mengawasi apa yang ada dalam pikiran/ batin kita. Cara melakukannya tidak boleh secara kasar, tapi harus dengan trampil dan halus. Dengan cara inilah kita melatih mengawasi batin kita sendiri.
Contoh: seorang pengawas yang mengawasi anak-anak TK ketika sedang istirahat. Si pengawas haruslah mengawasi dengan trampil dan tidak perlu memelototi anak-anak sepanjang waktu, karena anak-anak akan merasa tidak nyaman dan tidak bebas dalam bermain. Oleh karena itu, orang yang bertugas mengawasi haruslah melakukannya dengan lembut dan mengawasi secara berkala apa yang sedang dilakukan oleh anak-anak tersebut.
Selain pengawas anak-anak TK, contoh lainnya adalah penegak disiplin di sekolah (di Indonesia mungkin sama dengan Bimbingan dan Penyuluhan (BP) sekolah, red). Penegak disiplin di sekolah juga haruslah melakukan tugasnya dengan trampil dan tidak perlu setiap saat mengintai murid-murid di sekolah. Ia cukup mengawasi secara berkala karena cara ini lebih produktif daripada mengawasi terus-menerus.
Tujuan dari mengecek batin kita bukanlah untuk memeriksa apa yang ada di bawah sadar batin kita, tapi memeriksa bentuk-bentuk pikiran yang muncul. Dalam salah satu karya Pancen Losang Choekyi Gyaltsen (Pancen Lama pertama) dijelaskan tentang bagaimana kita memeriksa aktivitas batin kita, yakni dengan kewaspadaan atau ke-siap-sedia-an. Inilah kualitas yang harus dikembangkan agar kita mampu memeriksa batin kita sendiri dari waktu ke waktu.
Keseluruhan tujuan dari latihan memeriksa batin adalah untuk mengembangkan batin kita, mengembangkan cara berpikir kita. Yakni agar bisa menjinakkan dan melatih batin kita. Buddha mengajarkan metode yang tak terhingga jumlahnya untuk memenuhi tujuan ini. Instruksi yang kita miliki sudah mencakup keseluruhan ajaran Buddha, yakni instruksi yang disebut Tahapan Jalan Menuju Pencerahan (Lamrim). Rinpoche akan mengajarkan instruksi ini dan kita semua berkumpul untuk mendengarkannya.
Rinpoche akan menggunakan instruksi Lamrim Dalai Lama ketiga, Sonam Gyatso, yang berjudul Esensi Emas yang Telah Dimurnikan (Essence of Refined Gold).
Sebelum menjelaskan lebih lanjut, Rinpoche ingin menyapa semua peserta yang mendengarkan ajaran ini, baik yang hadir secara fisik di ruangan maupun tidak, karena Rinpoche tahu ada banyak orang di banyak negara yang sedang mendengarkan melalui siaran web. Ini termasuk mereka yang bisa melihat melalui video maupun yang hanya mendengarkan audio. Secara keseluruhan, Rinpoche berterima kasih kepada semua pihak yang telah berupaya untuk mengikuti ajaran ini dan menyapa dengan salam khas Tibet: Tashi deleg. Tadinya Rinpoche bermaksud menyampaikan di awal tapi terlanjur membahas hal lain.
Bagi yang tidak hadir secara fisik, minimal bisa mendengarkan via audio. Tapi yang terpenting adalah kehadiran mental dalam sesi ajaran ini. Sekarang Rinpoche hendak mengingatkan kembali betapa pentingnya sikap mental, yakni mendengarkan ajaran dengan motivasi yang benar. Bagi yang buddhis, kita semua harus berpikir bahwa kita mendengarkan ajaran dengan tujuan untuk mengatasi penderitaan dan meraih kebahagiaan, bukan hanya diri sendiri tapi semua makhluk. Satu-satunya cara mencapainya adalah dengan meraih Kebuddhaan, dan dengan alasan inilah kita semua berkumpul di sini untuk mendengarkan ajaran.
Bagi non-buddhis, Anda sekalian harus menyadari bahwa Anda semua memiliki potensi besar karena telah terlahir sebagai manusia. Anda haruslah membangkitkan tekad untuk memanfaatkan potensi besar tersebut dengan sepenuhnya, untuk mencapai sesuatu yang bermanfaat, bukan hanya untuk diri sendiri, tapi untuk banyak orang. Dengan tujuan inilah Anda sekarang berada di sini untuk mendengarkan ajaran.
Rinpoche kembali mengingatkan bahwa ada empat struktur utama Lamrim, yakni empat bab Lamrim yang mencakup keseluruhan ajaran Tahapan Jalan Menuju Pencerahan:
1. Penjelasan kualitas-kualitas agung Guru spiritual untuk menunjukkan kemurnian sumber ajaran (Lamrim).
2. Penjelasan kualitas-kualitas agung ajaran (Lamrim itu sendiri) untuk membangkitkan rasa hormat terhadap instruksi-instruksi.
3. Bagaimana [cara] mengajarkan dan mendengarkan ajaran dengan kualitas-kualitas di atas.
4. Bagaimana (kita) para murid dibimbing dengan ajaran (Lamrim) yang sebenarnya.
Keempat bab di atas mencakup keseluruhan ajaran tahapan jalan menuju pencerahan. Kita langsung masuk bab keempat, yang terbagi menjadi dua poin, yakni:
1. Bagaimana [cara] bertumpu kepada guru spiritual kita, akar dari sang jalan.
2. Sambil bertumpu kepadanya, bagaimana secara bertahap mengembangkan batin kita.
Poin kedua, sambil bertumpu pada (seorang guru spiritual), bagaimana secara bertahap mengembangkan batin kita, mempunyai dua bagian:
1. Mendorong diri kita untuk memanfaatkan eksistensi kita sebagai manusia dengan 8 kebebasan dan 10 keberuntungan.
2. Bagaimana cara memanfaatkannya.
Poin kedua bagaimana cara memanfaatkannya, terbagi menjadi tiga bagian, yakni melatih batin pada tahap-tahap jalan yang [dijalankan] bersama-sama dengan makhluk-makhluk dengan tingkat:
1. Motivasi awal
2. Motivasi menengah
3. Motivasi tertinggi
Rinpoche menanyakan apakah ada di antara peserta yang baru mendengarkan ajaran Lamrim untuk pertama kalinya, kalau ada mohon tunjuk tangan. Ternyata ada peserta yang baru pertama kalinya mendengarkan, jadi Rinpoche memohon para murid lama untuk bersabar karena Rinpoche akan sedikit memberikan penjelasan.
Tujuan utama ajaran Buddha adalah untuk mencapai kebahagiaan dan menghentikan penderitaan. Ada berbagai jenis kebahagiaan. Salah satunya kebahagiaan dalam kehidupan saat ini, dalam artian jenis-jenis kebahagiaan yang biasanya kita pahami selaku manusia, yakni kebahagiaan mendapatkan makanan, minuman, pakaian, keluarga yang baik, sahabat dan kenalan yang baik, pekerjaan bagus, relasi yang bagus, dan seterusnya. Kebahagiaan seperti ini hanya mencakup kesenangan dan kenikmatan pada kehidupan ini. Satu-satunya masalah adalah ketika kehidupan ini berakhir, kebahagiaan seperti ini tidak berguna dan tidak bisa menolong.
Mengapa demikian? Karena kesenangan dalam kehidupan ini—kekayaan, reputasi bagus, keluarga dan teman yang baik—tidak bisa dibawa ketika kehidupan ini harus berakhir dan berlanjut ke kehidupan berikutnya. Kita harus meninggalkan segala-galanya ketika kita meninggalkan kehidupan ini dan berlanjut pada bentuk kelahiran berikutnya. Segala sumber kebahagiaan kita pada kehidupan ini harus kita tinggalkan.
Tentu saja benar bahwa seseorang merasa nyaman dan bahagia kalau memiliki harta kekayaan, sahabat yang baik, keluarga yang baik, dipandang orang, memiliki reputasi bagus, dan seterusnya. Seseorang tentu merasa bahagia dan nyaman, dan ini adalah sesuatu yang tak bisa dipungkiri. Sebab-sebab kebahagiaan pada kehidupan ini memang menimbulkan kebahagiaan dan perasaan nyaman. Tapi ketika seseorang meninggal dan berlanjut ke kehidupan berikutnya, semua sebab-sebab itu harus ditinggalkan dan tidak bisa dibawa.
Tapi tentu saja pandangan di atas bergantung pada pandangan apa yang terjadi setelah kehidupan ini berakhir. Ada orang yang beranggapan setelah kehidupan ini berakhir maka tidak terjadi apa-apa. Kita tidak akan mengikuti pandangan ini. Ada kemungkinan lain yakni setelah kehidupan ini berakhir akan dilanjutkan dengan bentuk kehidupan lainnya. Ada orang yang percaya pada kemungkinan ini, tapi ada juga yang masih ragu-ragu.
Menurut pandangan Buddhisme, setelah kehidupan ini berakhir akan ada bentuk kehidupan lainnya, atau yang dikenal dengan istilah reinkarnasi. Jadi, ketika seseorang meninggalkan sebab-sebab kebahagiaannya pada kehidupan saat ini, ada peluang ia akan bisa menciptakan sebab-sebab kebahagiaan yang sama pada kehidupan berikutnya.Dan pada kehidupan sekarang ini ia bisa menciptakan sebab-sebab untuk memastikan kebahagiaan di kehidupan berikutnya, apakah itu bentuk kelahiran yang bagus, tubuh jasmani yang bagus, sumber daya, persahabatan, dsb.
Dasar pemikirannya adalah bahwa tidak cukup apabila kita hanya memastikan kebahagiaan pada kehidupan saat ini saja, tapi kita juga harus memastikan kebahagiaan pada kehidupan berikutnya, yakni setidak-tidaknya sama bahagianya dengan kehidupan saat ini.
Itu adalah satu perspektif mengenai kebahagiaan yakni memastikan kebahagiaan pada kehidupan berikutnya sama dengan kebahagiaan pada kehidupan saat ini. Tapi ada pula yang berpikir lebih jauh dan lebih panjang. Orang-orang seperti ini memahami bahwa walaupun seseorang bisa memastikan kebahagiaan pada kehidupan berikutnya, berikutnya lagi, dan berikutnya lagi, bahkan kebahagiaan di seluruh rangkaian hidup mati di dalam samsara, tapi selama sumber-sumber penderitaan belum diatasi, yakni:
1. Karma-karma yang sudah kita perbuat
2. Kilesa-kilesa negatif yang pada gilirannya menyebabkan kita mengumpulkan karma
Maka, cepat atau lambat, sebab-sebab negatif tersebut akan menghasilkan akibat. Jadi orang-orang yang memahami hal ini melihat bahwa solusi sebenarnya dalam rangka meraih kebahagiaan sejati adalah dengan keluar dari samsara, artinya berhenti didominasi oleh unsur-unsur negatif, baik yang ada di hati maupun batin, dan kemudian mencari pembebasan sepenuhnya, bebas dari pengaruh unsur-unsur negatif itu secara keseluruhan. Orang-orang ini mencari pembebasan dari samsara, karenanya cakupan tujuan mereka lebih tinggi dan jangka waktunya lebih lama. Sekali seseorang telah mencapai pembebasan samsara, maka kebahagiaannya bersifat pasti dan tidak bisa merosot lagi.
Jika seseorang telah mencapai pembebasan dari samsara, maka ia telah menghapuskan penderitaannya sendiri. Akan tetapi, ia tidak berpengaruh pada penderitaan orang lain. Maka ada orang-orang yang tidak puas dengan kemungkinan bahwa hanya penderitaannya sendiri yang berakhir tapi penderitaan makhluk lain tetap berlanjut. Orang-orang seperti ini lebih peduli pada kesejahteraan makhluk lain dibandingkan dengan kesejahteraannya sendiri. Oleh sebab itu, mereka bertekad untuk melakukan sesuatu demi semua makhluk, yakni mengembangkan niatnya pada tingkat tertentu hingga membangkitkan keberanian besar.
Keberanian besar yang dimaksud adalah dalam rangka menetapkan tujuan untuk mencapai kebahagiaan semua makhluk. Tapi melihat kondisi sekarang ini, mereka menyadari bahwa mereka tidak memiliki kapasitas untuk mencapai tujuan agung tersebut, dan mereka menemukan bahwa satu-satunya cara yang mungkin adalah dengan menyempurnakan seluruh kualitas-kualitas bajik hingga tingkat tertinggi dan membuang segala bentuk keburukan dan ketidaksempurnaan hingga tak bersisa, dengan kata lain mencapai tingkat Kebuddhaan yang lengkap dan sempurna, dan orang-orang ini termasuk pada motivasi tertinggi atau motivasi agung.
Dan inilah fungsi Lamrim, yakni instruksi-instruksi yang menyediakan cara untuk mencapai tujuan Kebuddhaan yang lengkap dan sempurna. Metode untuk mencapai pencerahan terbagi dua fase:
1. Membangkitkan niat untuk mencapai pencerahan, yakni niat yang tadi sudah dijelaskan.
2. Berikutnya, setelah membangkitkan niat, menggunakan metode untuk mencapai pencerahan. Yakni menggunakan metode yang memungkinkan seseorang untuk mengembangkan kualitas-kualitas bajik yang masih bisa dicapai dan mengatasi sifat-sifat buruk.
Kita telah sampai pada bagian bagaimana membangkitkan niat untuk mencapai pencerahan, dengan kata lain, membangkitkan bodhicitta, yaitu dengan melatih Jalan Bodhisatwa, jalan akan menuntun pada pencapaian Kebuddhaan.
Pada bagian ini, kita akan berpatokan pada Instruksi-instruksi Guru yang Berharga (Precious Master’s Instruction) dan Esensi Emas yang Telah Dimurnikan (Essence of Refined Gold).
[Pada bagian ini, Rinpoche memberikan transmisi garis-garis besar Lamrim]
Setelah seseorang membangkitkan bodhicitta, cara untuk benar-benar mencapai pencerahan terbagi menjadi dua:
1. Mematangkan arus batin kita sendiri
2. Mematangkan arus batin orang lain
Metode untuk mematangkan arus batin kita sendiri adalah dengan melatih Enam Penyempurnaan (Sad Paramita) atau Sila-sila Bodhisatwa. Sila-sila Bodhisatwa pada dasarnya sama dengan Enam Penyempurnaan karena keduanya mengarah pada hal yang sama.
Metode untuk mematangkan arus batin orang lain adalah melatih dalam empat metode untuk pengumpulan murid-murid agar mengembangkan batin makhluk-makhluk lain.
Kedua metode di atas merupakan praktek yang harus dilatih dalam rangka mencapai pencerahan.
Keenam penyempurnaan (sad paramita) terdiri dari:
1. Kemurahan hati (dana)
2. Disiplin Etika (sila)
3. Kesabaran (ksanti)
4. Usaha yang bersemangat (viriya)
5. Konsentrasi dalam meditasi (dhyana)
6. Kebijaksanaan (prajna)
Kita mulai yang pertama. Apa itu kemurahan hati (dana)?
Ia adalah kondisi batin yang berniat untuk memberi. Jadi di sini ada faktor mental “niatâ€. Kemurahan hati mencakup dua tingkatan, yakni fase motivasi dan fase aktif. Seseorang sudah memiliki “niat†untuk memberi sebelum ia benar-benar melakukan tindakan memberi, yakni apakah perbuatan member itu dilakukan secara fisik ataupun verbal. Ketika melakukan perbuatan berdana—baik fisik maupun verbal—niat ini masih terus mewarnai perbuatan berdana tersebut. Jadi, ada dua level, yakni niat berdana dan perilaku berdana itu sendiri.
Kebanyakan orang berpikir bahwa berdana itu hanya melibatkan tindakan fisik, bahkan ada yang beranggapan bahwa kemurahan hati semata-mata hanya terbatas pada benda-benda materi yang diberikan. Dalam Buddhisme, kemurahan hati adalah suatu bentuk kondisi batin yang berlawanan dengan pemikiran ingin menyimpan segala sesuatu untuk diri sendiri, yang oleh karenanya hanya berkeinginan untuk berbagi dengan orang lain. Sedangkan benda-benda materi hanya sebatas substansi materi dari sifat batin yang murah hati.
Yang dimaksud dengan praktek berdana atau praktek kemurahan hati adalah: mendorong diri sendiri untuk berdana atau mengembangkan niat untuk berdana.
Ada berbagai jenis dana. Kalau mengikuti urutan dalam Esensi Emas yang Dimurnikan, maka urutannya sbb:
1. Pemberian dharma
2. Pemberian rasa aman
3. Pemberian materi
Praktek kemurahan hati bisa ditemukan dalam setiap tingkatan praktek buddhisme, bahkan bisa ditemukan dalam setiap jalan spiritual secara umum. Akan tetapi, yang membedakan antara perilaku berdana yang satu dengan lainnya adalah terletak pada motivasinya.
Praktek berdana karena terletak pada posisi makhluk bermotivasi agung, maka motivasinya seseorang ketika berdana adalah untuk mencapai Kebuddhaan demi semua makhluk. Sebuah praktek dharma tergolong Jalan Bodhisatwa apabila motivasi yang melandasinya adalah untuk menolong semua makhluk hidup dengan cara mencapai Kebuddhaan.
Dengan niat untuk mencapai Kebuddhaan, seseorang menjelaskan ajaran tentang jalan kepada mereka yang tidak mengetahui atau memahaminya. Yakni mengajarkan dharma kepada mereka yang memiliki sikap terbuka dan mau menerima serta tertarik pada ajaran yang hendak kita sampaikan kepada mereka. Ajaran di sini tidak mesti berarti sesi resmi di mana ada guru dan takhta tinggi. Pemberian dharma bisa dilakukan secara informal dalam pengertian yang jauh lebih umum, yakni ketika kita memberikan nasihat yang baik untuk membantu orang lain mengembangkan batin mereka ataupun membantu mereka mengatasi masalah. Pemberian dharma di sini tidak terbatas pada ajaran buddhisme saja, tapi bisa mencakup ajaran spiritual lain, sejauh itu bermanfaat bagi orang yang sedang membutuhkan.
Dana dharma adalah satu jenis pemberian. Pemberian lainnya adlaah melindungi seseorang dari rasa takut atau memastikan ia bebas dari ketakutan. Ada orang yang takut kepada raja-raja (maksudnya orang-orang yang berkuasa atau berpengaruh dalam pemerintahan, dsb), perang, konflik, makhluk hidup, roh-roh jahat, binatang (air dan darat), dan juga unsur-unsur tak bernyawa, misalnya api, air, banjir, dsb.
Dalam memberikan rasa aman, kita membantu seseorang mengatasi ketakutannya bahkan sebelum sumber ketakutannya itu muncul. Misalnya seseorang yang takut kepada api, kita menolongnya dengan cara memastikan api tidak muncul hingga bisa menyebabkan ketakutannya. Tapi kalau sumber ketakutannya sudah muncul, maka kita melakukan cara-cara yang bisa menolongnya mengatasi ketakutannya.
Ada yang menanyakan apakah kategori obyek ketakutan makhluk hidup mencakup juga ketakutan pada setan-setan, dan Rinpoche mengiyakan.
Jenis pemberian ketiga adalah pemberian sumber daya atau materi kepada mereka yang kekurangan ataupun membutuhkan. Misalnya makanan, minuman, tempat tidur, dsb, kepada siapa saja yang kekurangan dan oleh sebab itu membutuhkannya.
Penjelasan tadi merupakan cara-cara konkrit dalam mempraktekkan kemurahan hati. Anda bisa merenungkannya dan kemudian benar-benar melaksanakannya.
Cara lain untuk mempraktekkan kemurahan-hati adalah melalui sikap mental. Yakni kita membayangkan memberikan seluruh harta benda, kebajikan, tubuh jasmani, dsb. Kita melatih sikap mental murah hati ini dengan batin kita, dengan membayangkan kita memberikan semua miliki kita kepada semua makhluk. Cara berpikirnya adalah kita berpikir bahwa kita tidak akan menyimpan harta benda, kebajikan, dan tubuh jasmani untuk diri sendiri tapi kita akan memberikannya kepada semua makhluk. Kita bayangkan perilaku berdana tersebut dan kita berdoa agar bisa melaksanakannya.
Dalam Lamrim ringkas Je Tsongkhapa sehubungan dengan topik ini, beliau membandingkan kemurahan hati dengan permata pengabul harapan. Sama dengan permata pengabul harapan, kemurahan hati merupakan kualitas yang bisa memenuhi harapan semua makhluk.
Kepada mereka yang kekurangan sumber daya dan berharap mendapatkannya dan setelah mendapatkannya masih berharap lebih (dan ini adalah hal yang wajar), kita bisa mempraktekkan kemurahan hati.
Kepada mereka yang dikuasai ketakutan, kita bisa mempraktekkan kemurahan hati dengan cara membantu mengatasi ketakutan-ketakutan mereka.
Kepada mereka yang tidak tahu bagaimana cara melakukan sesuatu dan membutuhkan bantuan atau bimbingan, kita bisa menyediakan dharma/ ajaran dalam rangka mempraktekkan kemurahan hati.
Berikutnya pada Baris-baris Pengalaman Je Tsongkhapa disebutkan bahwa kemurahan hati merupakan senjata paling ampuh untuk memotong simpul kekikiran. Kadang-kadang sebuah simpul yang terlalu rumit hanya bisa diurai dengan cara memotongnya. Karena itu kemurahan hati disebut sebagai senjata paling ampuh untuk memotong sifat pelit.
Kalau kita bandingkan antara sifat pelit dan sifat murah hati, keduanya sungguh saling bertolak belakang. Jadi, sifat murah hati dalam memberi merupakan antidot untuk mengatasi kekikiran.
Baris berikutnya menjelaskan bahwa praktek-praktek Bodhisatwa menginspirasikan keberanian yang besar. Seseorang bisa melatih kemurahan hati dengan cara-cara sederhana terlebih dahulu sebelum mengembangkan kemampuan berdana sepenuhnya. Seseorang yang pelit dan susah berdana bisa melatih diri dengan memberikan benda-benda kecil, misalnya pulpen atau sebatang jarum. Dengan cara sederhana seperti ini, pelan-pelan ia akan mampu mengurai simpul kekikiran dan meningkatkan kemampuan memberikan benda-benda yang lebih besar dan bermakna sesuai praktek seorang Bodhisatwa. Dengan demikian kita bisa melihat peningkatan kemampuan seseorang dalam melatih kemurahan hati.
Bagaimana mengembangkan niat untuk memberi?
Dengan cara merenungkan kerugian-kerugian sifat pelit dan merenungkan manfaat-manfaat sifat murah hati. Kita harus senantiasa mengingat manfaat-manfaat berderma.
Seseorang yang pelit akan menyimpan segala sesuatu untuk dirinya sendiri. Tapi ketika mati, semua hal yang disimpannya itu tidak akan berguna sama sekali. Apa yang terjadi ketika ia mati? Ia harus meninggalkan segala-galanya, karenanya segala bentuk kepemilikan menjadi tak berguna. Sebaliknya, kalau seseorang memanfaatkan barang-barang kepemilikannya sebagai alat/ sarana untuk melatih kemurahan hati, yakni berbagi dengan orang lain, maka manfaatnya akan sangat luas dan mendalam, tergantung pada motivasinya.
Seseorang yang berdana untuk memastikan sumber daya yang baik pada kehidupan berikutnya akan memperoleh sebab-sebab untuk menjadi kaya pada kehidupan berikutnya.
Seseorang yang berdana untuk terbebas dari samsara maka tindakan berdananya akan menjadi sebab pencapaian pembebasan samsara.
Seseorang yang berdana demi untuk mencapai Kebuddhaan demi semua makhluk maka akibat dari perilaku murah hatinya jauh lebih luas lagi, bahkan tak terhingga.
Jadi kalau kita bandingkan, di satu sisi akibat sifat kikir dan di sisi lain manfaat-manfaat berdana, maka keduanya tidak bisa dibandingkan sama sekali karena jauhnya perbedaan di antara keduanya.
Berikutnya dalam Baris-baris Pengalaman dijelaskan bahwa buah dari perilaku berdana maka seseorang akan dikenal di sepuluh penjuru, artinya memiliki reputasi dan nama baik.
Je Rinpoche menyimpulkan bahwa mengikuti praktek kemurahan hati yang benar, baik dengan tubuh jasmani maupun verbal, dengan mempersembahkan harta benda, kebajikan, dan tubuh jasmani, merupakan praktek seorang Bodhisatwa.
Rinpoche sebenarnya ingin menjelaskan bagaimana praktek berdana dalam kehidupan sehari-hari, tapi sayang waktunya sudah tidak cukup.(jl)
*** Selesai***
Wish Fulfilling Foundation (WFF)
Info lebih lanjut bisa dilihat di sini.