Dari Tibet ke Perancis, Dari Ibu Rumah Tangga menjadi Biarawati, Pengalaman Hidup Seorang Wanita Bernama Kebajikan

  • February 25, 2010


Lepas tahun 1959, bangsa Tibet tersebar ke mana-mana. Utamanya di India, negara tetangga yang bersebelahan langsung, yang sekarang menjadi tempat pengungsian utama orang-orang Tibet. Kantor His Holiness Dalai Lama ke-14?pemimpin spiritual sekaligus pemimpin negara tertinggi Tibet?bertempat di Dharamsala, India. Selain India, tempat pengungsian terbesar kedua di mana terdapat banyak orang Tibet adalah Swiss. Berikutnya, mereka tersebar di banyak negara Eropa dan juga di Benua Amerika Utara. Tak sedikit dari mereka yang telah mendapatkan kewarganegaraan baru sesuai dengan tempat tinggal mereka.

Pada tahun 1960, Dagpo Lama Rinpoche mendarat di Perancis untuk pertama kalinya. Dua tahun berselang, yakni pada tahun 1962, sepuluh anak laki-laki dan sepuluh anak perempuan bersama dengan sepasang suami istri yang menjadi guru mereka menyusul ke Perancis. Mereka adalah anak-anak yang terpilih untuk melanjutkan pendidikan di Perancis berkat rekomendasi dari Rinpoche kepada pemerintah Perancis. Di antara anak-anak tersebut terdapat seorang anak perempuan yang kala itu berusia 10 tahun. Terlahir dengan nama Delek Tsomo, ia melanjutkan pendidikan di Perancis bersama 19 teman-temannya. Mereka tinggal di asrama sekolah dan mendapatkan beasiswa dari pemerintah Perancis.

Delek Tsomo menyelesaikan pendidikan sampai dengan Universitas di Perancis. Ia memiliki gelar Bachelor di bidang Filosofi. Setelah itu, ia belajar di Red Cross School selama dua tahun untuk menjadi pekerja sosial. Di sinilah, beliau bertemu dengan pria Perancis dan kemudian menikah. Karena menikah, ia tidak menyelesaikan pendidikan di sekolah ini. Ia kemudian memiliki 3 anak dan mengikuti suaminya yang bekerja di PBB. Karena pekerjaan suaminya, ia hidup berpindah-pindah. Ia pernah tinggal, antara lain di Jenewa, Wina, dan New York.

Pada tahun 1997 ia berpisah dari suaminya dan pada 1998 resmi bercerai. Pada saat itu mereka tinggal di New York. Setelah bercerai, Delek Tsomo pulang kembali ke Perancis. Ia mulai mencari tempat tinggal dan pekerjaan. Ia pernah bekerja sebagai kasir supermarket selama 6 tahun. Pada masa ini ia sempat jatuh sakit parah dan berhenti dari pekerjaannya. Sebelumnya, ia pernah menjalani operasi thyroid pada tahun 1998, yang sampai sekarang berpengaruh pada suaranya. Ia tidak bisa bersuara dengan keras layaknya orang normal dan mudah lelah.

Delek Tsomo sudah mengenal Dagpo Lama Rinpoche sejak kecil. Terlebih lagi semenjak Rinpoche merekomendasikan dirinya beserta 19 anak lainnya untuk melanjutkan pendidikan di Perancis. Selama menempuh pendidikan dasar di Perancis, selepas bersekolah, ia bersama teman-temannya akan mengikuti pelajaran Bahasa Tibet bersama guru Tibet, yang sampai sekarang mereka panggil dengan sebutan Pa-lha (panggilan untuk ayah dalam Bahasa Tibet). Kalau ada liburan, Rinpoche dan Geshe-lha akan datang mengunjungi mereka dan memberikan pelajaran dharma dan puja. Delek Tsomo adalah omzay (pemimpin doa) yang memimpin teman-temannya ketika itu.


Pada tahun 2005, tepatnya pada tanggal 13 November, ia ditahbiskan menjadi sramaneri tradisi Mahayana Tibet oleh Geshe Yonten Gyatso, dengan nama Yonten Gema. Gema dalam Bahasa Tibet artinya kebajikan. Semenjak itu, ia tinggal di Ganden Ling. Di tempat ini ia melayani guru dari dapur, utamanya menyiapkan makanan dan juga pekerjaan rumah tangga lainnya. Rutinitas sehari-hari Gema-lha, panggilan akrabnya, dimulai dengan menyiapkan sarapan pagi Rinpoche. Gema-lha adalah contoh unik perpaduan antara Timur dan Barat, yakni antara budaya Tibet dan Perancis. Terlahir sebagai orang Tibet, ia adalah seorang Timur asli, namun ia tumbuh besar di Perancis, salah satu negara Barat yang paling maju di dunia. Ia punya selera makan orang Perancis dan memahami tata cara makan orang Perancis. Dengan tata cara ini pulalah ia melayani sang guru. Di antara waktu makan pagi ini, ia akan mencuri waktu untuk merapikan kamar Rinpoche. Curi-curi waktu adalah keahliannya. Sepanjang hari ia akan curi-curi waktu pada saat sang guru tidak sedang berada di kamar untuk melakukan tugas-tugasnya. Tujuannya agar jangan sampai mengganggu. Karena ini pulalah, ia sering makan sambil berdiri dan makan sambil berlari. Dikarenakan tata cara penyajian makanan a-la Perancis?mulai dari makanan pembuka, main course, sampai penutup?yang disajikan satu per satu, dan ini dilakukan di tengah-tengah waktu ia menyantap makanannya sendiri, maka ia harus senantiasa siap sedia untuk menyajikan menu satu per satu, dan mengambil kembali hidangan yang sudah selesai disantap, sambil menyantap makanannya. Demikianlah seterusnya sampai dengan makan malam.

Penulis berkesempatan untuk berinteraksi dengan Gema-lha selama kurang lebih satu setengah bulan. Di antara waktu ini, Gema-lha sering menceritakan anekdot-anekdot dharma. Anekdot-anekdot tersebut ada yang dialami atau didengarnya langsung, ada pula yang didapatkan dari hobi membacanya. Gema-lha fasih berbahasa Tibet dan Perancis, tapi dulu ketika masih berprofesi sebagai seorang ibu rumah tangga dengan tiga orang anak, ia tidak hobi membaca. Pada suatu hari, saat hendak pindah ke New York dan mohon pamit kepada Rinpoche, sang guru memberi izin sambil menasehatinya untuk rajin-rajin membaca buku. Pada saat itu, ia tidak begitu menanggapi nasehat sang guru dan sedikit menganggapnya angin lalu karena membaca, seperti kebanyakan ibu rumah tangga tradisional, adalah kegiatan yang dianggapnya aneh. Namun, ketika berada di New York, ia mendapati banyak sekali buku-buku bacaan dharma yang tersedia secara berlimpah dengah harga yang terjangkau dalam Bahasa Inggris dan ia pun mulai mengembangkan hobi membaca. Hobi membaca ini dibawanya sampai sekarang ketika pada saat-saat jeda ia akan terlihat sedang tekun membaca. Berdasarkan pengalamannya mengembangkan hobi membacanya inilah, ia merasa senantiasa mendapatkan berkah guru. Berkah ini dirasakannya pada setiap hari yang digunakannya untuk melayani guru di Ganden Ling. Salah satunya berkaitan dengan kondisi fisiknya. Sebelum tinggal di Ganden Ling, pascaoperasi thyroid, ia selalu merasa lelah dan lemah. Tapi semenjak tinggal di Ganden Ling, ia merasakan kondisi fisiknya lebih baik. Terbukti dari kondisi fisiknya yang fit stand-by seharian penuh mengurusi rumah tangga dan melayani banyak orang.

Satu ciri kuat pada Gema-lha adalah keyakinannya. Sebagai seorang Tibet, Gema-lha memiliki keyakinan yang sangat kuat pada dharma, dan juga kepada guru. Saking kuatnya, b?n?diction adalah nama tengahnya. Ia juga seorang yang sangat sabar, yang senantiasa berusaha melayani banyak orang. Ia hafal kebiasaan makan masing-masing orang dan berusaha untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan orang yang berbeda-beda tersebut. Ia juga rajin dan tangkas. Dengan tinggi 1,5 meter dan kepala plontos serta warna muka yang senantiasa ceria, banyak orang baru yang salah mengenalinya sebagai anak laki-laki muda.

Pada usia lebih dari separuh abad, Gema-lha telah melewati banyak fase kehidupan. Lahir di Tibet, ia harus mengalami peristiwa tahun 1959 dan terpaksa pindah ke India. Pada saat itu ia tinggal di Tibetan Children Village (TCV), Dharamsala, India. Dari India, ia pindah ke Perancis, sebuah negara yang sama sekali asing bagi seorang anak perempuan yang masih sangat muda. Ia kemudian menikah dengan orang Perancis. Pada masa berumah-tangga selama kurang lebih 20 tahun ini ia mengalami banyak suka dan duka, sampai dengan saat bercerai. Lepas bercerai, ia memutuskan untuk menjadi sramaneri, sebuah jalan hidup yang masih sangat janggal bagi orang kebanyakan. Kalau ditelusuri ke belakang, banyak orang, termasuk Rinpoche, yang merasa aneh membayangkan bahwa Gema-lha sempat menikah dan menikahnya dengan orang Perancis pula. Namun, Gema-lha mengatakan bahwa alasannya menikah adalah semata-mata demi mantan suaminya itu. Sekarang setelah bercerai, Gema-lha bisa menemukan jalan hidupnya sebagai seorang biarawati dan mengabdi kepada guru dan dharma.

Demikian profil singkat Gema-lha bagi teman-teman yang belum mengenalnya. Kalau ada kesempatan, dengan senang hati ia hendak berkunjung ke Indonesia. (jl)

Nama : Delek Tsomo
Nama Pentahbisan : Yon-ten dGe-ma
(ditahbiskan oleh Geshe Yonten Gyatso pada 13 November 2005)
Panggilan akrab : Gema-lha
Tempat/ tahun lahir : Cham-du, Tibet/ 1951
Profesi : Sramaneri tradisi Mahayana Tibet
Hobi : Membaca
Tinggi badan : 150 cm
Bahasa : Tibet, Perancis, Inggris, Jerman

Pendidikan:
Ecole Primer (setara SD) di Pyrenee
Ecole Primer (setara SMP) sampai College di Bleneau, dekat Auxerre
Lyse di Lyon
Universite Lyon II (dengan gelar Bachelor di bidang Filosofi)
Red Cross School (untuk menjadi pekerja sosial, tidak selesai)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *