Adanya unggahan yang mengedit wajah Buddha di Stupa Candi Borobudur dan tindakan melanjutkan unggahan tersebut sebagai bahan tertawaan adalah sikap tidak patut.
Anu Maha Nayaka Sangha Agung Indonesia (SAGIN) dan Kepala Biara Indonesia Tuṣita Vivaraṇācaraṇa Vijayāśraya Biksu Bhadra Ruci, Jumat (17/6/2022) di Malang, menyebut sikap tersebut sangat tidak patut dilakukan warganet (netizen) Indonesia. “Itu tidak selayaknya dilakukan, apalagi oleh seorang mantan menteri. Meskipun Buddha tidak akan marah ketika dilempari kotoran; sopan santun dan menghormati sosok yang dituakan apalagi dimuliakan oleh umat manusia di dunia ini adalah sebuah etika yang diperlukan,” tuturnya.
Biksu Bhadra Ruci juga mengimbau warganet Indonesia untuk selalu menjaga sikap dan komentarnya saat berinteraksi di media sosial. “Sopan itu sikap yang dimuliakan. Jangan hanya karena ada media sosial, sikap bajik dan bijak itu hilang,” tambahnya.
Indonesia, lanjutnya, adalah negeri yang sangat beragam. Toleransi atas keberagaman itu pun seharusnya tetap dijaga sebagai nilai budaya Indonesia. Sikap pemaaf juga selalu ada dalam budaya Indonesia.
Kendati demikian, semua ucapan dan tindakan perlu didahului dengan kebijaksanaan. Tidak semestinya memberikan komentar yang melecehkan pihak lain, termasuk di media sosial.
Meme yang menjadi masalah tersebut menunjukkan wajah Buddha di Candi Borobudur seperti wajah Presiden Joko Widodo. Unggahan tersebut kemudian dilanjutkan Roy Suryo dalam akun @KRMTRoySuryo dengan komentar yang menertawakan seperti “kreativitas netijen”, “lucu”, dan “ambyar”.
Kendati Roy Suryo menyampaikan permohonan maaf, diharapkan hal serupa tidak terulangi lagi.