Saya rasa banyak variasi jawaban yang bisa ditemukan. Pasangan hidup ya suami atau istri, ibu atau ayah dari anak-anak saya, orang yang selalu menemani saya dalam suka dan duka, orang yang selalu mendukung saya, orang yang menjadi sumber kebahagiaan saya, dll.
Tidak jarang kita selalu berpikir dari sudut pandang bagaimana pasangan kita dapat menguntungkan kita. Oh nggak kok, saya bahagia ketika melihat dia bahagia. Yang bener? Yakin? Ketika misalnya dia memperhatikan temannya, dia mengurus orang tuannya malah kita marah-marah karena cemburu. Selama hal baik yang pasangan kita lakukan, seharusnya kita ikut berbahagia bukan? Tapi tidak, sebab kepentingan saya dikorbankan. Kepentingan yang mana? Dia milikku, harus selalu bersamaku dan harus selalu membuatku bahagia.
Persepsi “milik” dalam benak kita ini mungkin kita tidak sadari. Tapi kian lama justru tertanam dalam sanubari. Padahal pasangan hidup bukan milik loh. Kalo milik berarti kalo udah bosen boleh dijual.
Pasangan hidup itu mestinya berjalan bersama-sama dalam kebaikan. Pasangan hidup kan untuk dunia dan akhirat, bukan sekedar untuk status sosial atau kebutuhan materi atau untuk meneruskan keturunan. Pasangan hidup adalah orang yang sangat dekat dengan kita, jika kita memiliki pasangan hidup yang saling mendukung aktivitas bajik/baik maka niscaya akan selamat dunia dan akhirat.