Makhluk hidup tidak menginginkan penderitaan, mulai dari seekor semut kecil hingga gajah besar, demikian pula manusia di pelosok dunia manapun, termasuk Anda dan kita semua. Semuanya mengelak dari penderitaan. Banyak hal yang bisa membuat kita menderita. Jelas sekali. Misalnya, kelaparan, kehausan, kedinginan, patah hati, kulit teriris pisau, dan berbagai bentuk penderitaan lainnya. Ketika lapar datang dan perut kosong ini tak kunjung diisi, maka penderitaan muncul. Untuk menghilangkan derita itu, perut kosong harus diisi. Setelah diisi, rasa kenyang muncul, penderitaan pun reda. Lalu, apa sebenarnya yang hendak dicapai pada ujungnya? Jawabnya ialah kebahagiaan. Semua makhluk, Anda, kita, menginginkan kebahagiaan.
Penderitaan itu tidak enak. Kebahagian itu enak. Itu konsepnya. Kebahagiaan adalah hak semua. Semua makhluk berhak bahagia. Para pendahulu kita menyadari kenyataan ini. Dari Guru Agung Buddha hingga para nenek moyang kita. Kita bisa melihatnya dari banyak peninggalan karya mereka di banyak tempat seperti di India, Tibet, Tiongkok, dan bahkan dari Nusantara sendiri. Beliau mengharapkan semua makhluk menjadi bahagia. Tidak hanya itu, Beliau-Beliau berjuang agar semua makhluk berbahagia.
Salah satu petikan klasik yang mengandung harapan semua makhluk berbahagia adalah: lokāḥ samastāḥ sukhino bhavantu. Artinya: semoga semua alam kehidupan berbahagia.
Ungkapan ini disampaikan dalam bahasa Sansekerta. Ia berasal dari tanah India, tempat banyak pengetahuan luhur lahir. Ungkapan ini adalah bagian dari satu bait doa yang disebut lokakṣemā, doa yang didaras ketika banyak upacara digelar. Kata lokāḥ bermakna alam kehidupan yang jamak. Alam kehidupan yang dimaknai di sini bukan hanya sebagai tempat saja, namun semua makhluk yang mendiaminya. Kata samastāḥ bermakna ‘semuanya’, ‘seluruhnya’, ‘sekalian’. Sehingga, frasa lokāḥ samastāḥ bermakna ‘semua alam kehidupan’. Kata sukhino berasal dari kata sukhin yang bermakna ‘bahagia’, ‘sejahtera’, ‘berkecukupan’. Kata bhavantu berasal dari kata bhū yang bermakna ‘menjadi’ atau ‘eksis’, yang dijadikan kata imperatif bermakna ‘terjadilah’ atau ‘terwujudlah’. Sehingga, frasa ini bisa diterjemahkan secara harfiah sebagai: ‘jadilah semua alam kehidupan bahagia!’, ‘terwujudlah kesejahteraan daripada semua alam kehidupan’. Kalau ingin disesuaikan agar lebih indah didengar, bisa diterjemahkan menjadi: ‘semoga semua alam kehidupan berbahagia’.