Apa Anda suka menonton kisah-kisah drama humanis di DAAI TV? Atau suka bercampur kagum dengan kegiatan-kegiatan sosial yang nyata dan inovatif dari Tzu Chi? Barangkali juga jika Anda bepergian ke Taiwan khususnya kota Kaohsiung, Anda akan diajak untuk tur ke satu vihara Buddhis besar nan modern bernama Foguang Shan. Sebuah vihara dengan cabang di banyak sekali negara dengan berbagai kegiatan anak muda yang kreatif.
Mahayana Tiongkok telah mengambil era reformasi dan wujud baru sehingga mampu menyentuh kehidupan nyata masyarakat luas. Istilah yang digunakan untuk menyebut gerakan ini adalah “Humanistic Buddhism” (Renjian Fojiao) atau “Buddhisme Humanistik”, varian lain dari Engaged Buddhism, sebuah gerakan yang booming di dalam kancah perkembangan Buddhisme di dunia, mewarnai wajah Buddhisme dengan ekspresi yang kontemporer, ajeg dan nyata berkontribusi. Organisasi—organisasi besar seperti Tzu Chi, Foguang Shan dan Dharma Drum lahir dari gerakan ini.
Akan tetapi tahukah Anda, bahwa para pencanang awal dari “Humanistic Buddhism” adalah para pembelajar Lamrim Chenmo karya guru Jey Tsongkhapa? Atau dengan kata lain, Lamrim merupakan salah satu basis, penggerak penting bagi “Humanistic Buddhism”! Jika demikian, masihkah kita berargumen Lamrim tidak dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari? Sadar tak sadar, Lamrim merupakan penggerak utama Buddhisme di dunia modern.
Suatu kali jika Anda berjalan-jalan di Jingsi Bookstore milik Tzu Chi, Anda akan menemukan satu buku berjudul “The Way to Buddhahood” karya Master Yinshun (Yinshun Daoshi). Tak hanya oleh umat Tzu Chi, buku tahapan jalan menuju pencerahan ini dipelajari secara luas di berbagai institusi Buddhis Mahayana Tiongkok yang bergengsi dan menjadi fondasi bagi mereka dalam melahirkan guru-guru besar. “Buku ini bersumber dari ajaran master Taixu dan Lamrim Chenmo karya Tsongkhapa,” ujar Yinshun Daoshi. Siapakah Master Yinshun? Beliau adalah guru spiritual dari Master Chengyen, pendiri Tzu Chi sehingga semua insan Tzu Chi sangat menghormati pribadi beserta ajaran-ajarannya. Terpengaruh oleh Gelugpa, master Yinshun juga mendedikasikan dirinya pada pembelajaran Madhyamika dari Nagarjuna dan Candrakirti.
Sedikit memutar mesin waktu ke belakang, guru utama dari Master Yinshun adalah Master Taixu. Master Taixu merupakan bapak, godfather, pencanang dari Humanistic Buddhism sekaligus reformator dari Mahayana Tiongkok. Baik Master Chengyen dari Tzu Chi, Master Hsingyun dari Foguang Shan maupun Master Shengyen dari Dharma Drum semuanya mengaitkan silsilah gerakan humanistik mereka dengan Master Taixu. Untuk memajukan pendidikan Buddhis, Master Taixu mendirikan Sino Tibetan Institute dengan cita-cita menyatukan Buddhisme Tiongkok dengan Tibetan. Ia mengirim murid dekatnya, master Fazun (Lozang Chopak) untuk belajar di Drepung dan hasil dari pembalajarannya ini membawanya untuk menyelesaikan terjemahan Lamrim Chenmo pertama kalinya dalam bahasa MAndarin dengan judul Putidao Cidi Guanglun (菩提道次第廣論).
Tren ini lalu terus berlanjut. Bhiksu Nenghai pergi ke Drepung dan kembali ke Tiongkok mendirikan beberapa vihara yang belajar ajaran Lamrim Chenmo. Lalu ada juga bhiksu Bisong yang pergi ke Drepung dan menjadi orang Tionghoa pertama yang mendapat gelar geshe lharampa. Pendiri “Museum of World Religions” yang terkenal di Taiwan, Master Hsin Tao, juga menerapkan kelas-kelas Lamrim di organisasi Buddhisnya.
Master Shengyen dari Dharma Drum misalnya dengan jelas menuliskan bahwa ajaran Chan di Dharma Drum menyatukan kekuatan dari berbagai macam aliran, salah satunya jalan bertahap dari Buddhisme Tibetan atau dengan kata lain Lamrim Chenmo. Mungkin barangkali ada yang menonton bahwa betapa tertarik beliau mendiskusikan Lamrim ketika berdialog terbuka dengan HH Dalai Lama ke-14 di New York tahun 1998 dengan tema “In The Spirit of Manjushri”.
Saat ini kita juga bisa menemukan organisasi internasional Buddhis bernama “Bliss & Wisdom” dari Master Richang, Beliau belajar pada banyak guru-guru Mahayana Tionghoa dan Tibetan, salah satunya HH Dalai Lama ke-14. Sekarang ini organsiasi beliau mungkin yang paling representatif dalam meneruskan cita-cita Master Taixu untuk menyatukan Buddhisme Tionghoa dan Tibetan. Master Richang mendapatkan buku Lamrim Chenmo dari Master Yinshun pada tahun 1966 dan sejak saat itu menjadikannya sebagai fondasi pembelajaran utamanya. Sampai saat ini organisasi “Bliss & Wisdom” mengikuti ajaran-ajaran dan silsilah dari Jey Tsongkhapa.
Melihat Lamrim Chenmo mampu merevitalisasi pemahaman Buddhisme Mahayana Tiongkok di era modern ini, jika demikian, apakah Lamrim Chenmo mampu merevitalisasi pemahaman Buddhisme di Indonesia? Tentu saja mampu jika kita belajar dan menerapkan Lamrim dengan sungguh-sungguh! Gunakan tubuh manusia yag berharga ini untuk belajar Lamrim, mengikuti retretnya sehingga Anda dapat menerapkan Dharma dalam kehidupan nyata Anda. Selagi ada kesempatan, jangan lewatkan kesempatan apapun untuk belajar Lamrim, yang berasal dari silsilah biara Dagpo ini, tempat Lamrim secara utuh dilestarikan kemurniannya!
Jika Lamrim Chenmo mampu melahirkan guru-guru besar Mahayana Tionghoa yang membawa perubahan besar yang positif pada dunia, siapkanlah hidup Anda untuk diubah oleh Lamrim!