Perkenalkan, Saya Siskawati Suparmin(26).
Pertama kali, saya bertemu Lamrim ketika diajarin Ci Hety di KMBUI salemba. Kemudian, saya ikut public teaching yang diajakin sama anak KMB. Waktu itu, sepertinya saya pertama ketemu Dagpo Rinpoche. Lalu, beberapa lama setelah itu, saya bertemu Ko Yanto dan dia memberikan buku Pembebasan di Tangan Kita jilid 2 kepada saya. Aku baca-baca, tapi topik awalnya sulit dipahami karena topiknya tentang bertumpu pada guru spiritual, padahal aku tak punya guru spiritual.
Pandanganku tentang Suhu sebagai guru, ketika bertemu beliau, saya agak deg-degan sih. Lalu, saya diajak ngobrol dan rasanya seneng karena Suhu suka bercanda. Tapi Suhu luar biasa karena beliau bisa memikirkan dan mengerti masalah banyak orang. Suhu mengajarkan bagaimana bisa memikirkan orang lain, dan ajaran itu begitu membekas di hati.
Sebelumnya saya tidak pernah belajar Lamrim di tempat lain. Sebelumnya sekolah katolik, jadi saya belajarnya katolik walau tidak masuk katolik. Tapi menurutku, belajar Lamrim itu detail banget. Pedoman untuk berperilaku dan berpikirnya rinci banget. Saya ke vihara sesekali saja, ceramah di vihara materinya sangat umum sekali, lalu saya merasa yang disampaikan di vihara sudah saya ketahui. Tapi ternyata setelah mulai belajar Lamrim, saya baru ngeh kalau banyak hal yang masih harus dipelajari lebih dalam.
Setelah mempelajari lebih dalam, saya lebih mampu menjaga pikiran, ucapan, perbuatan. Saya juga mulai memikirkan kehidupan yang akan datang. Sebelum belajar, tidak terpikirkan tentang bagaimana saya di kehidupan berikutnya. Hanya tahu ada reinkarnasi tapi tidak terpikirkan nanti reinkarnasinya akan seperti apa. Sebelum belajar semua kegiatan rasanya hanya difokuskan untuk kehidupan saat ini saja.
Sarva Mangalam,
Kadam Choeling Indonesia