Dalam sesi pengajaran Espresso Dharma, Y. M. Biksu Bhadra Ruci kembali mengingatkan kita untuk senantiasa mengingat betapa berharganya kelahiran sebagai manusia yang kita miliki saat ini. Untuk memanfaatkannya dengan benar, sangat penting bagi kita untuk memulai praktik Dharma dengan motivasi yang tepat, yakni motivasi yang benar-benar menyadari bahwa kondisi kita saat ini amatlah terpuruk dan saya mengalami penyakit akut. Motivasi merupakan hal yang penting dalam mendorong kita untuk berupaya. Motivasi ibarat papan lompat di kolam renang, semakin besar tekanan yang kita berikan terhadap papan tersebut saat melompat, maka semakin dalam pulalah kita bisa menyelam. Semakin besar motivasi yang kita miliki dalam praktik kita, maka akan semakin besar pulalah hasil yang kita capai. Oleh karena itu, kita harus benar-benar menggali hal yang memotivasi kita dalam berupaya mempraktikkan Dharma dan menjalani perjalanan spiritual.
Jika kita tidak memiliki sikap dan motivasi yang tepat, maka untuk apa sesungguhnya latihan yang kita lakukan? Kita tidak pernah berusaha mengaitkan kehebatan Dharma dengan batin kita. Jika kita tidak bisa melihat seberapa dalam kebutuhan kita untuk berlatih Dharma, akhirnya praktik yang kita lakukan hanyalah sekadar memenuhi keingintahuan kita. Praktik Dharma yang demikian malah membuat kita menjadi angkuh karena kita merasa memahami semua hal. Pada akhirnya, praktik Dharma tanpa motivasi yang benar bukan menjadi obat, tetapi malah menjadi racun untuk batin. Y. M. Biksu Bhadra Ruci mengajak kita untuk merenung: “Apakah mendekatkan diri kepada Kebuddhaan yang lengkap dan sempurna adalah sesuatu yang penting dan genting?” Saat kita melakukan perenungan ini, mungkin kita akan sampai pada pertimbangan bahwa praktik Dharma adalah hal yang penting, tetapi masih banyak hal duniawi yang menarik. Jadi, apa yang kita inginkan? Akankah kita membiarkan batin bekerja sesuai kehendak kita atau kita merasa perlu melakukan sesuatu terhadap batin kita?
Setelah kita bisa memperbaiki motivasi kita, barulah kita bisa memulai praktik Dharma yang sesungguhnya. Dalam hal ini, kita perlu mempertahankan latihan kita baik dalam sesi meditasi maupun sesi di luar meditasi. Sesi meditasi yang dimaksud bukanlah sekadar duduk bermeditasi dan merenung di suatu ruangan, tetapi mendekatkan batin kita terhadap topik yang kita meditasikan. Sebagai contoh, ketika kita memeditasikan welas asih, artinya kita berusaha untuk membuat batin kita menyatu dengan topik tersebut yang kemudian akan mengubah pola pikir kita agar sesuai dengan topik tersebut. Sesi meditasi dan sesi di luar meditasi sebenarnya tidak berbeda. Jika ada perbedaan, maka hal ini mirip dengan anak-anak yang pergi bersekolah lalu segera melupakan pelajarannya ketika pulang sekolah karena ingin bermain. Artinya, di luar sesi meditasi pun, kita harus senantiasa melatih pikiran pada sesuatu yang kita latih dalam sesi meditasi.
Setelah melakukan perenungan dan menyuapi batin kita yang liar pelan-pelan dengan asupan Dharma, kita memasuki latihan yang sejalan dengan topik Dharma. Kita harus membuat batin kita mengikuti topik yang runut agar batin kita memiliki suatu alur logika pemikiran yang benar, dimulai dari bertumpu pada guru spiritual. Dalam poin ini, Y. M. Biksu Bhadra Ruci kembali menekankan pentingnya bagi kita untuk belajar, kontemplasi, dan meditasi. Sebab jika kita tidak melakukan hal tersebut, manfaat apa pun dari bertumpu pada guru tidak akan pernah menyentuh batinmu. Pembelajaran kita mulai dengan membaca Lamrim dari awal hingga selesai. Dari sana, kita akan memperoleh informasi yang jauh lebih dalam yang akan menyadarkan bahwa ada begitu banyak hal yang tidak kita ketahui. Jika kita serius dalam belajar, akan mulai timbul rasa ngeri dan terpukul akan kondisi kita yang sungguh amat menderita di samsara. Inilah yang dinamakan kontemplasi. Setelahnya, kita akan mengulangi poin tersebut hingga kita sampai pada kesimpulan bahwa kita seharusnya mendedikasikan seluruh waktu dalam kehidupan ini untuk menekuni praktik spiritual dalam mengembangkan batin. Inilah yang dinamakan dengan meditasi. Kita bukan ditakut-takuti oleh Dharma, melainkan diberi kesempatan untuk menganalisis dan merenung. Studi, kontemplasi, dan meditasi yang serius pada topik welas asih misalnya, akan membuat kita bisa melihat orang lain, bahkan rumput dan kendaraan kita dengan welas asih. Hasilnya, kita akan merasa lebih bahagia. Bukankah itu hal yang kita cari selama ini?
Setelah kita bisa dengan baik memahami hal tersebut, kita memasuki latihan bertumpu pada guru spiritual. Y. M. Biksu Bhadra Ruci memulai dengan menjelaskan mengenai 8 manfaat dari bertumpu pada guru spiritual yang merupakan pijakan untuk praktik Lamrim. Manfaat pertama adalah kita semakin dekat dengan pencapaian Kebuddhaan. Jika kita bisa menumbuhkan rasa bakti dan melaksanakan instruksi guru, berkah guru berupa realisasi yang Beliau peroleh akan mengalir menuju diri kita. Bayangkanlah bahwa semua Buddha menjelma menjadi satu sosok guru spiritual yang dapat kita lihat. Kita harus memahami bahwa Para Penakluk sangat ingin mengajar kita, namun mereka harus mewujud menjadi sesuatu yang selevel dengan kita, yakni guru kita. Kita tidak bisa naif dengan berpikir bahwa guru merupakan sesosok orang suci yang jatuh dari langit. Terlebih lagi, kalau pun benar guru datang dengan sosok demikian, bisakah kita mengenali Beliau sebagai Buddha?
Segala hal yang kita temui di hidup kita, termasuk sosok seorang guru spiritual, adalah buah dari potensi karma kita. Kita harus menyadari betapa beruntungnya bisa bertemu dengan seorang guru dalam wujud manusia. Kita bisa berkomunikasi dengan dengan guru kita dan Beliau akan menjadi langsung sebab bagi kita dalam menghimpun karma bajik. Jika kita bisa dengan tulus menumbuhkan poin ini dalam batin kita, kita akan paham bahwa Buddha adalah sosok yang luar biasa baik yang hadir untuk kita.
Manfaat kedua dari bertumpu pada guru spiritual adalah kita akan menyenangkan Para Penakluk karena memenuhi tujuan mereka, yaitu semua makhluk termasuk kita mencapai kebahagiaan tertinggi. Melanjutkan logika sebelumnya, kita pun akan menyenangkan tak terhingga banyaknya Penakluk yang bersemayam di dalam guru ketika kita memberi persembahan, bahkan jika hal yang dapat kita persembahkan hanyalah sebuah apel. Ketika objek yang kita berikan persembahan memiliki kualitas bajik yang luar biasa, kita bisa memperoleh sebab-sebab Kebuddhaan dengan cepat. Ketika kita memberi persembahan pada Buddha, kita hanya mendapat karma dari memberi, namun beda halnya dengan memberi persembahan pada guru. Di samping mendapat karma dari memberi, kita juga mendapat karma dari persembahan yang diterima. Semakin kita bisa menumbuhkan rasa hormat dan bakti terhadap guru, maka sebesar itu pula perkembangan positif dalam batin kita akan mewujud. Jika kita melakukan puja misalnya, tanpa mengingat poin ini, kebajikan yang kita peroleh hanyalah sebesar duduk dan menghadirkan semua Buddha. Akan tetapi, jika tiap saat kita bisa merenungkan dua manfaat dari bertumpu, maka hal tersebut akan selalu menginspirasi kita. Keyakinan kita akan semakin kuat dan pada momen itu, kita memperoleh kebajikan yang luar biasa dan penuh. Kita harus berjuang untuk merenungkan hal ini hingga kita bisa memunculkan batin yang demikian secara spontan, layaknya kita tetap bisa mengancingkan baju walaupun dengan mata terpejam.
Manfaat ketiga dari bertumpu pada guru spiritual adalah makhluk halus dan teman-teman jahat tidak dapat menyakiti kita. Hal ini tentu saja karena bertumpu dengan cara yang tepat akan membuat kita memiliki karma bajik sehingga mereka pun tak dapat melukai kita. Manfaat keempat yaitu klesha dan perbuatan buruk secara otomatis akan berhenti. Jika kita bisa melihat guru dengan kacamata yang benar, klesha kita akan berkurang. Hal ini karena jika kita bisa melihat dengan nyata bahwa ada sosok Buddha yang menjelma menjadi guru, maka dalam batin kita akan tercipta konsep bahwa kita tengah berhadapan dengan Buddha, terlepas dari apakah guru tersebut benar Buddha atau tidak. Batin kita akan menjadi lebih waspada dan membangun konsep positif mengenai sang guru. Kita pun tidak akan dengan serampangan menciptakan karma buruk. Manfaat kelima, yaitu semua realisasi akan Sang Jalan dan tingkatannya akan berkembang dengan pesat. Ini bisa terjadi karena jika kita percaya dengan kekuatan keyakinan dan memohon dengan tulus kepada guru dalam doa dan perenungan kita, kita bisa mencapai marga-marga yang kita kehendaki. Manfaat keenam adalah kita tidak akan tanpa guru di kehidupan mendatang. Jika kita memiliki guru di kehidupan ini, tentu saja kita akan menjalin hubungan karma yang kuat di kehidupan mendatang. Manfaat ketujuh, kita tidak akan terlahir di alam rendah, karena kebajikan kita besar dan klesha kita jauh berkurang. Manfaat terakhir, kita akan mencapai tujuan sementara dan tertinggi dengan mudah, karena kita memberikan persembahan kepada Buddha yang kebajikannya tidak terbatas.
Dalam merenungkan topik ini, kita harus membayangkan guru spiritual utama kita hadir, duduk di atas bantal di kepala kita dan menghadap ke arah yang sama dengan kita. Dari jantung hatinya, keluar berkas-berkas cahaya sejumlah guru kita, masing-masing memiliki lima warna. Di ujung setiap cahaya tersebut, duduklah guru-guru spiritual kita yang menghadap ke arah kita. Kita lalu berdoa, memohon berkah guru agar bisa merealisasikan topik yang kita pelajari, merenungkannya, kemudian menyimpulkan dan membawanya ke dalam batin. Bayangkan guru menyinari kita dan mengalirkan amerta ke jantung hati kita hingga kita merasa kita sudah sangat dekat dalam meraih realisasi topik tersebut. Bangkitkan rasa syukur luar biasa yang meluap-luap bahwa kita sudah terberkahi dan sedikit lagi kita bisa memperoleh realisasi tersebut. Dengan cara inilah, ditambah dengan keyakinan teguh kepada guru, kita bisa memperoleh hasil dalam praktik Dharma yang kita upayakan.