Sesi Espresso Dharma kali ini dimulai dengan motivasi dari Y.M. Biksu Bhadra Ruci yang selalu mengingatkan kita bahwa saat ini harus memiliki motivasi untuk berpraktik Dharma dan motivasi ini harus diikuti oleh tekad yang bisa bertahan lama dan tidak putus. Motivasi untuk apa? Motivasi untuk berupaya sekuat tenaga untuk menarik manfaat sebesar-besarnya dari kehidupan kita sebagai manusia yang amat berharga tapi sangat cepat berlalu ini.
Terkait motivasi untuk praktik Dharma, Y.M. Biksu Bhadra Ruci menjelaskan bahwa praktik kita harus dimulai dengan menyadari betapa beruntungnya kita terlahir sebagai manusia. Beliau juga mengatakan bahwa kita sebetulnya bisa merasakan ini, namun tidak menyadarinya.
“Kita bisa merasakan rasa beruntung ketika kita menang undian, sampai jingkrak-jingkrak kesenangan, tapi mengapa kita tidak bisa merasakan keberuntungan yang lebih besar saat terlahir dengan tubuh manusia yang memiliki 18 permata ini?”
-Y.M. Biksu Bhadra Ruci
Jadi, seorang Buddhis telah memiliki motivasi pendorong yang sangat kuat (seperti nuklir, kecil namun berenergi besar), yaitu mengingat kelahiran kita sebagai manusia yang sangat berharga ini. Motivasi ini sama seperti merasa grateful, wonderful, feel special, dan luar biasa. Jika kita bisa benar-benar merenungkan kelahiran manusia yang berharga ini, kita tidak perlu lagi sesi-sesi motivasi dari motivator-motivator di luar sana yang katanya tiket masuknya bisa berjuta-juta.
Y.M. Biksu Bhadra Ruci melanjutkan dengan menguraikan bahwa beda seorang Buddhis dengan para motivator di luar adalah kita tidak boleh berhenti sampai merasa luar biasa saja. Langkah berikutnya adalah pakailah kelahiran yang luar biasa ini untuk mencapai sesuatu. Sesuatu apa? Sesuatu ini adalah menarik esensi yang paling tinggi dari kelahiran ini yaitu, mempraktikkan Dharma dengan tekun. Ibarat menyarikan kelapa sampai jadi virgin coconut oil (VCO), kita benar-benar mengambil hal paling esensial dari kelahiran kita ini, yaitu mengembangkan kualitas batin sampai pada titik realisasi sehingga bisa kita bawa ke kehidupan-kehidupan berikutnya. Y.M. Biksu Bhadra Ruci memberikan contoh misalnya saat ini kita tidak melekat pada harta duniawi. Mengapa bisa begitu? Itu adalah VCO kehidupan kita, alias kualitas yang sudah kita latih mati-matian di kehidupan-kehidupan lampau melalui berbagai Latihan seperti meditasi, retret, praktik Tantra, dan sebagainya.
Realisasi ini merupakan satu bagian kecil dari perjuangan menarik esensi kehidupan. Seorang Buddhis melihat lebih jauh lagi, kita bisa menarik manfaat yang sangat besar bahkan tak terhingga pada kelahiran sebagai manusia ini, yaitu pencapaian Kebuddhaan. Sayangnya, saat ini kita tidak bisa memanfaatkan kelahiran kita sebagai manusia. Ada dua hal yang menghambat kita, yaitu: 1. gagal membangkitkan motivasi dan 2. Buta terhadap gambaran tujuan hidup kita apa dan asal belajar sana-sini tanpa tujuan jelas.
Terkait poin nomor 2, Y.M. Biksu Bhadra Ruci memberikan analogi yang berkaitan dengan Lamrim. Kita ibarat orang buta yang tersesat di labirin. Labirin ini adalah samsara. Saat tersesat apa yang akan kita lakukan? Tentu saja kita akan bertanya pada orang yang bisa menunjukkan jalan pada kita untuk keluar dari labirin ini, yaitu seorang penunjuk jalan. Penunjuk jalan ini adalah guru spiritual. Kita harus punya pandangan yang benar (correct view) tentang guru spiritual ini yang telah dijelaskan di hari sebelumnya. Y.M. Biksu Bhadra Ruci menambahkan bahwa sangatlah bodoh jika kita yang tersesat ini masih mempertahankan pandangan kita dan tidak mau mengikuti tuntunan guru spiritual.
Setelah memiliki pandangan yang benar pada guru spiritual lalu apa? Poin ini dijelaskan dengan analogi memasak. Memiliki Guru ibarat telah memilih bahan masakan yang baik dan berkualitas untuk kita pakai. Lalu, kita bisa menonton video masak di Youtube. Ini sama seperti mengetahui bagaimana cara memiliki pandangan benar pada guru spiritual. Langkah selanjutnya tentu saja kita harus memasak. Sama halnya dengan praktik betrumpu pada guru spiritual, ketika kita sudah bisa memandang guru sebagai Buddha, kita harus berbakti pada beliau.
Kembali pada analogi labirin, tentunya saat sudah ditunjukkan jalan, kita harus berterima kasih kepada guru yang menuntun kita. Cara berterima kasih yang paling tinggi adalah sikap hormat atau respek. Namun, bagaimana cara kita benar-benar keluar labirin? Pada poin ini Sang Guru akan menunjukkan pada kita, “Pakai kakimu untuk jalan keluar dari labirin ini!” Jadi, kita yang harus memiliki motivasi dan berupaya untuk bisa keluar dari samsara ini. Untuk berjalan keluar dari labirin, tentu ada beberapa hal yang perlu disiapkan. Kita tetap harus mengikuti penunjuk jalan yaitu guru kita, persis seperti tokoh dalam kisah “Lord of The Ring” yang berjalan ke Mordor. Mereka didampingi oleh prajurit yang melindungi mereka sepanjang perjalanan. Dalam perjalanan kita, prajurit penjaga ini adalah para pelindung Dharma yang melindungi kita hingga kita bisa keluar dari samsara. Y.M. Biksu Bhadra Ruci banyak memberikan contoh-contoh terkait analogi labirin ini seperti apa yang terjadi jika kita tidak mengikuti jalan atau menggunakan kendaraan yang cepat. Ini semua dijelaskan sehingga kita bisa lebih memahami poin-poin penting pada Lamrim.
Salah satu poin penting yang disampaikan oleh Suhu adalah mengenai motivasi Lamrim untuk kehidupan berikutnya: next life itu hanya satu atau banyak next life? Dengan merealisasikan Dharma seperti pada perumpamaan VCO di atas, kita seharusnya memikirkan bagaimana agar di semua kehidupan di masa yang akan datang (yang entah masih berapa banyak) nasib kita terjamin (tergaransi). Y.M. Biksu Bhadra Ruci memberikan gambaran bahwa Lamrim tidak linear, dari A ke B ke C. Jika diibaratkan, semua topik itu harus digabung seperti pecel. Kita tidak boleh terlalu naif dalam mempertimbangkan suatu faktor yang akan mempengaruhi hal-hal terkait perjalanan spiritual kita. Semua kemungkinan bisa terjadi dan samsara penuh ketidakpastian. Jadi, jika kita tidak sungguh-sungguh berjuang, kita akan tersesat di labirin ini.
Ketidakpastian ini seharusnya memberikan ketakutan pada diri kita, terutama ditinjau dari aspek kematian. Pada poin ini, Y.M. Biksu Bhadra Ruci menjelaskan tentang kerugian tidak mengingat kematian. Jika diukur, waktu kita sangat terbatas untuk belajar Dharma. Sepertiga hidup kita sudah untuk tidur, sepertiga sudah untuk bekerja, apakah kita punya waktu cukup untuk menjamin kehidupan kita yang akan datang tetap bahagia?
Pada dasarnya kerugian tidak mengingat kematian sebetulnya sangat mengerikan. Ada enam kerugian dan yang terakhir adalah kita akan mati dengan perasaan menyesal. Kita melupakan poin-poin ini dan akhirnya membuat kita tidak berjuang. Saat seseorang tidak memiliki bekal untuk masa depan, orang itu akan merasa cemas dan khawatir. Sebenarnya kita semua tidak siap mati. Jadi, kenapa kita tidak takut sama sekali dan masih santai-santai di kehidupan ini?
“Kita sangat tenggelam dengan kenyamanan kehidupan saat ini saja, kita dibutakan oleh kenyamanan ini.”
-Y.M. Biksu Bhadra Ruci
Kita terlena di kehidupan ini dan membangkitkan pemikiran-pemikiran yang membohongi diri sendiri seperti, “Ah, hidup kita masih Panjang,”; “Saya tidak akan mati besok,” dan seterusnya. Kita harus berhenti menipu diri sendiri. Sebaliknya, dengan modal yang kita punya yaitu kelahiran manusia ini, kita juga harus merenungkan bahwa kita tidak akan punya cukup waktu untuk mempraktikkan Dharma. Kita juga harus senantiasa merenungkan kepastian kematian dan ketidakpastian waktu kematian. Dengan dua pemikiran inilah kita baru bisa membangkitkan kemauan untuk berjuang mempraktikkan Dharma.
Ditulis oleh
Silvi Wilanda