Paramitayana disebut sebagai kendaraan penyebab karena kebajikan seperti paramita-paramita konsentrasi, kebijaksanaan dan sebagainya dimeditasikan secara langsung untuk menyebabkan tercapainya kebuddhaan. Si praktisi menimbulkan kebajikan-kebajikan ini di dalam dirinya dan mengembangkannya melalui meditasi. Cara yang dilakukan oleh praktisi Tantra berbeda. Orang tersebut akan memeditasikan kesunyataan dan setelah menghasilkan kebijaksanaan tersebut dalam pikirannya, dia akan memeditasikan pemahaman kesunyataan itu muncul dalam bentuk seorang Buddha, bentuk agung atau seperti istadewata1. Kemudian paramita lainnya (dana dsb) dimeditasikan sebagai bentuk atribut-atribut seorang Buddha, perhiasannya, dan seterusnya. Sebelum benar-benar mencapai tujuan akhirnya yaitu kebuddhaan, si praktisi Tantra pada jalan menuju itu seolah-olah telah mendapatkan aspek hasil tujuan akhirnya yaitu kebuddhaan. Oleh karena itu Tantrayana juga disebut sebagai yana penghasil.
Di kemudian hari saat kita telah menjadi Buddha, kita akan memiliki bentuk seorang Buddha, tubuh seorang Buddha dan semua atribut-atribut, iring-iringan serta aktivitas-aktivitasnya. Dalam Tantra kita menerapkan hasil pada saat kita masih berada pada jalan menuju hasil itu. Meskipun kita belum mencapai baik tubuh maupun atributnya, kita hanya bermeditasi seolah-olah kita telah memiliki semua atribut-atribut tingkat kebuddhaan yang kita tuju.
Perbedaan kedua yana ini adalah masalah efisiensi. Di Paramitayana kita memeditasikan keenam paramita secara langsung. Kita hanya mencoba untuk mengembangkan berbagai kualitas dalam pikiran kita, meng-konsentrasikan-nya. Sebaliknya, di Tantrayana, meskipun kita mulai dengan cara yang sama, dengan memeditasikan berbagai kualitas atau paramita dan mengembangkannya dalam hati/ pikiran kita, apa yang kita meditasikan (paramita) itu dalam bentuk, tubuh seorang Buddha maupun atributnya. Contohnya, kita bermeditasi dan mengembangkan pengertian akan kesunyataan dalam diri kita, lalu bermeditasi bahwa pengertian tersebut muncul dalam bentuk tubuh seorang Buddha. Jadi selama kita terus bermeditasi akan bentuk tubuh seorang Buddha, kita bermeditasi tentang kesunyataan. Intinya makin lama kita memeditasikan Buddha; tubuhnya, istananya, dsb, akan membuat meditasi kita tentang kesunyataan lebih kuat. Sebenarnya kita sedang memvisualisasikan pengertian kita tentang kesunyataan yang bermanifestasi dalam bentuk-bentuk ini, maka yang kita lakukan sebenarnya adalah berupaya untuk melenyapkan akar samsara. Secara efektif kita mengikis akar-akar samsara yaitu upaya meraih suatu keakuan sejati yang sebenarnya tidak ada.
Sebagaimana kita ketahui keenam paramita terbagi dalam salah satu dari dua kategori, yakni aspek metode atau aspek kebijaksanaan sang jalan. Kelima paramita pertama bila digabungkan dengan kebajikan seperti cinta kasih, welas asih, dan aspirasi pencerahan (bodhicitta) membentuk aspek metode. Paramita keenam yaitu prajna membentuk aspek kebijaksanaan. Kedua aspek ini merupakan penyebab realisasi kebuddhaan. Yang mana saja dari masing-masing aspek ini merupakan penyebab aspek kebuddhaan? Aspek metode terutama akan menghasilkan Rupakaya atau ‘Tubuh Bentuk’ seorang Buddha dan aspek kebijaksanaan akan menghasilkan Dharmakaya atau ‘Tubuh Kebenaran’ seorang Buddha.
Dalam Paramitayana terdapat suatu keterbatasan yaitu tidak mungkinnya memeditasikan kedua aspek pada waktu yang bersamaan. Pasti salah satu yang dominan pada suatu saat tertentu dalam pikiran. Memang sementara kita sedang memeditasikan aspek jalan metode, pikiran kita terpengaruhi oleh aspek kebijaksanaan namun kita tetap lebih cenderung ke metode, dan sebaliknya. Tapi tetap saja dalam Paramitayana keduanya tidak dapat tergabung penuh dalam satu pikiran pada saat yang bersamaan. Dengan kata lain, seseorang akan memerlukan dua macam pikiran, satu untuk masing-masing aspek. Sedangkan dalam Tantrayana tentunya masih ada kedua aspek jalan ini, yaitu metode dan kebijaksanaan, tapi sangat mungkin sekali untuk menggabungkan kedua hal itu dalam satu pikiran pada saat yang bersamaan.
Nama lain untuk Tantrayana adalah Vajrayana, di mana kata vajra berarti “tak terpisahkan.” Hal yang tak terpisahkan adalah kedua aspek jalan yaitu metode dan kebijaksanaan dalam Tantrayana. Apakah ini semua sudah jelas? Ringkasnya semua penyebab realisasi kebuddhaan adalah praktek keenam paramita yaitu metode dan kebijaksanaan. Namun dalam Paramitayana tidak mungkin menggabungkan kedua hal ini dalam satu pikiran. Sedangkan dalam Tantrayana sangat mungkin untuk menggabungkan kedua aspek ini karena sifat meditasinya yang berbeda.