Guru agung India, Atisha Dipamkara Srijnana (982-1055) adalah orang yang berjasa besar dalam memurnikan ajaran Buddhisme di Tibet yang pada abad ke-10 sudah sangat merosot. Beliau jugalah yang memulai suatu tradisi ajaran dan latihan spiritual Buddhis yang bertahap atau dalam bahasa Tibet adalah Lamrim (Jalan Bertahap Menuju Pencerahan), yang mana semua ajaran Buddha dipadukan dan disusun secara sistematis sehingga mudah bagi praktisi mana pun untuk mengetahui maksud ajaran Buddha dan mempraktikannya.
Beliau juga yang pernah belajar selama 12 tahun di bumi Sriwijaya yaitu Palembang, Sumatera di bawah kaki Guru utamanya yang sangat Beliau kasihi yaitu Guru Suwarnadwipa Dharmakirti, belajar dan memeditasikan cinta kasih (metta) dan welas kasih agung (maha karuna) dalam upaya membangkitkan batin pencerahan (bodhicitta).
Guru Atisha juga mempunyai ikatan yang sangat dalam dengan Arya Tara dan ini erat kaitannya dengan kedatangan Beliau ke Tibet. Kisah berikut ini memberikan gambaran kepada kita mengenai betapa luasnya aktivitas Arya Tara.
Begitu Yang Mulia Atisha lahir pada tahun 982M, Arya Tara sudah memberikan perlindungan kepada Beliau. Yang Mulia merupakan putra kedua dari Raja Bengal, yaitu Raja Chandragarbha (dalam bahasa Indonesia berarti “inti bulan”). Pada suatu malam ketika bayi Atisha tertidur, kedua orang tuanya mendengar suatu alunan lagu gaib dari luar. Sang permaisuri melihat bunga teratai turun dari langit, jatuh di tanah tepat di depan ayunan tidur sang bayi. Pada saat bersamaan wajah sang bayi seketika berubah menjadi wajah Arya Tara. Melalui kejadian ini semua orang menyimpulkan bahwa Arya Tara telah melakukan aktivitas beliau sebagai Istadewata (T: Yidam) sejak waktu yang sangat lama.
Ketika Yang Mulia Atisha beranjak remaja, ayahnya mengadakan beragam pesta semarak yang dihadiri oleh para putri raja yang cantik jelita beserta dayang-dayang mereka. Para putri raja sangat tertarik kepada Pangeran Atisha. Ketika itu Arya Tara menampakkan diri dalam wujud pangeran yang berkulit biru putih untuk mengingatkan sang pangeran dan berkata:
“Jangan melekat, jangan melekat, Oh makhluk bajik dan suci. Jika seekor gajah menenggelamkan diri begitu dalam pada lumpur, Engkau, seorang pahlawan, yang menenggelamkan diri dalam lautan nafsu, akan menodai jubah yang Engkau kenakan selama 552 kehidupan silam, dimana Engkau selalu menjadi pelajar tanpa cela, Oh Biksu yang sempurna…. Seperti seekor angsa mencari danau yang dihiasi teratai, demikian Engkau seharusnya mencari tujuan mulia dalam kehidupan ini”
Kemudian pada usia 29 tahun, Yang Mulia Atisha memasuki kehidupan biara, menjadi seorang biksu. Beliau mengabdikan hidupnya untuk belajar dan mempraktikkan Dharma.
Suatu hari, Yang Mulia Atisha ikut menyetujui untuk mengeluarkan seorang biksu bernama Maitrepa dari Biara Vikramasila. Biksu Maitrepa memang berkelakuan sedikit aneh, tetapi ia mempunyai pencapaian spiritual yang luar biasa. Beberapa waktu kemudian, Yang Mulia Atisha bermimpi bertemu dengan Arya Tara yang berkata pada beliau:
“Biksu yang Engkau usir adalah seorang Bodhisatwa. Sangat tidak sopan bersikap antipati terhadap seorang Bodhisatwa. Setiap orang yang tidak mengetahui bagaimana memperbaiki kesalahan ini akan terlahir dengan tubuh yang luar biasa besarnya seperti gunung Meru dan menjadi makanan bagi ribuan burung dan serangga.” Kemudian Yang Mulia Atisha bertanya penuh ketakutan, “Bagaimana saya dapat menghindari akibat yang luar biasa itu?” “Engkau harus pergi ke negeri di utara dan mengabdikan dirimu dengan mengajarkan Mahayana di sana,” jawab Arya Tara.
Seiring berjalannya waktu beliau menjadi semakin terkenal. Ketika itu Raja Tibet, Jangchub O, mengirim utusan untuk mengundang Yang Mulia Atisha ke negaranya. Saat itu ajaran Buddhis di Tibet telah sedemikian merosot karena adanya perusakan ajaran Buddhisme pada masa pemerintahan Raja Langdarma.
Yang Mulia melakukan peramalan untuk mempertimbangkan apakah perjalanan tersebut dapat membahayakannya, lalu Arya Tara dan para Buddha lainnya menasihati beliau melalui mimpi. Arya Tara menampakkan diri dalam mimpi Yang Mulia dan meminta beliau untuk pergi ke suatu biara. Di sana beliau akan bertemu dengan seorang Yogini yang akan menyampaikan pesan penting baginya. Keesokan harinya beliau pergi ke biara tersebut dan bertemu dengan Yogini sesuai dengan mimpinya itu. Setelah memberikan persembahan bunga, beliau berkata kepada Yogini tersebut:
“Saya diundang pergi ke Tibet. Apakah misi saya akan berhasil?” “Perjalananmu ke Tibet akan sangat berhasil, engkau akan memberikan manfaat yang luar biasa besar baik bagi ajaran maupun bagi banyak mahluk. Akan tetapi perjalanan ke Tibet tersebut akan memperpendek umurmu sebanyak 20 tahun,” jawab sang yogini.
Akhirnya beliau memutuskan untuk pergi ke Tibet dan selama di sana berulang kali beliau mendapat nasihat dari Arya Tara, seperti halnya ketika Arya Tara menampakkan diri dalam mimpi dan mengatakan bahwa Yang Mulia akan bertemu dengan seorang upasaka agung yang akan sangat banyak membantu dirinya yaitu Upasaka Dromtonpa. Di kemudian hari Upasaka Dromtonpa menjadi salah satu murid utama Yang Mulia Atisha.
Pada usia 59 tahun, Yang Mulia Atisha meninggalkan dataran India menuju dataran tinggi Tibet yang diselimuti salju. Beliau mengabdikan hidupnya dengan mengajar di Tibet dan Parinirwana di sana.