Komunitas KCI memiliki hubungan yang sangat dekat dengan kota Tanjung Pinang. Salah satu sebabnya karena di kota inilah tempat kelahiran Suhu Bhadra Ruci, pembimbing spiritual komunitas Lamrim KCI yang pusat-pusat dharmanya telah berkembang pesat dan tersebar di sejumlah kota di Indonesia. Suhu Bhadra Ruci lahir dan tumbuh di kota Tanjung Pinang sebelum pindah ke pulau Jawa setelah menyelesaikan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Hingga saat ini, ibu dan adik kandung Suhu masih menetap di kota Tanjung Pinang.
Tanjung Pinang juga memiliki sekelompok orang yang beraspirasi mempelajari Buddha Dharma, khususnya ajaran Tahapan Jalan Menuju Pencerahan. Dalam kunjungan pertama Biksu Losang Palbar (akrab disapa Genla) ke Tanjung Pinang, kelompok belajar mengikuti sesi pembelajaran sebanyak 8 sesi yang mencakup topik kemuliaan terlahir sebagai manusia, kematian dan ketidakkekalan, dan bertumpu kepada guru spiritual. Selain itu, Genla juga menyisipkan penjelasan topik praktis terkait praktik pelafalan mantra mani, tata cara penggunaan tasbih, dan cara melakukan namaskara.
Kota Tanjung Pinang bisa dicapai melalui penerbangan langsung dari Jakarta. Mendarat di bandara Raja Haji Fisabilillah, Genla disambut oleh adik kandung Suhu, Ko Wei Kiong, ditemani oleh Darfin, siswa SMK kelas 2 yang rajin mengikuti kelas dharma dan bertugas sebagai pemimpin doa (umze). Sesi belajar langsung digelar selama tiga hari pertama kunjungan, Rabu hingga Jum’at. Berhubung jadwal tersebut adalah hari biasa—sebagian anggota kelompok belajar masih merupakan siswa sekolah dan juga pekerja serta pengusaha yang beraktivitas, maka sesi digelar pada malam hari, yaitu 19.30 hingga 21.30.
Di sesi perdana ini, Genla menekankan betapa pentingnya motivasi dalam rangka melakukan praktik dharma. Motivasi bisa dibangkitkan sesuai tiga kualitas utama pada jalan, yaitu (1) Penolakan samsara, (2) Batin pencerahan, dan (3) Pandangan unggul. Sedemikian pentingnya motivasi, keseluruhan hasil dari praktik dharma ditentukan oleh motivasi yang mendasari sebuah tindakan. Bila tidak didasari oleh salah satu atau ketiga kualitas utama pada jalan, maka praktik kebajikan apa pun yang dilakukan hanya akan berfungsi untuk memperpanjang waktu di dalam samsara, bukan berfungsi sebagai sebab untuk mencapai pembebasan dan pencerahan lengkap sempurna.
Untuk memperjelas betapa pentingnya motivasi, Genla mencontohkan kasus seorang ibu dan anaknya yang sedang tenggelam. Baik ibu dan anaknya masing-masing menginginkan yang terbaik untuk satu sama lainnya. Sang ibu bertekad mengambil penderitaan anaknya, sedangkan anak juga memikirkan penderitaan ibunya. Walaupun ibu dan anak sama-sama tenggelam, namun setelah itu keduanya terlahir kembali di alam dewa.
Terkait masing-masing aspek utama jalan, Genla menjelaskan secara ringkas dan praktis cara membangkitkannya. Untuk membangkitkan penolakan samsara, kualitas ini melibatkan perasaan sedih, yaitu sedih akan penderitaan-penderitaan yang harus dialami selama masih berada di dalam samsara. Biarpun terlahir sebagai putra-putri dewa yang memiliki bentuk jasmani rupawan dan harta kekayaan berlimpah, tetap saja pada akhirnya bentuk kehidupan ini akan berakhir dan berganti dengan kelahiran kembali di alam rendah, seperti neraka, setan kelaparan, dan binatang.
Apa pun kebahagiaan yang didapatkan selama berada di samsara, sifatnya adalah sementara dan bukan merupakan kebahagiaan sejati. Pada esensinya, samsara adalah penderitaan. Menyadari hal tersebut, bila muncul perasaan bahwa kita harus keluar dari kondisi yang menderita terus-menerus ini dan mau tidak mau harus mencari jalan keluar berupa pembebasan, maka inilah yang disebut sebagai kualitas menolak samsara.
Lebih lanjut, setelah menyadari kondisi sulit samsara kita sendiri, maka hal yang sama juga berlaku pada semua makhluk lainnya, yang tak lain adalah ibu-ibu kita yang terkasih. Kita dan semua makhluk memiliki kesamaan, yaitu sama-sama tidak mau menderita dan sama-sama ingin bahagia. Demi mengatasi penderitaan semua makhluk dan mempersembahkan kebahagiaan tertinggi kepada mereka semua, kita membangkitkan tekad untuk mencapai Kebuddhaan yang lengkap dan sempurna. Inilah yang merupakan kualitas batin pencerahan atau bodhicitta.
Untuk motivasi pandangan unggul, kita harus memiliki pemahaman terkait kebenaran tertinggi, yaitu sunyata. Segala fenomena pada dasarnya bersifat sunyata, tidak memiliki eksistensi yang berdiri sendiri dan muncul dari dirinya sendiri—ia bergantung pada sebab-akibat dan kondisi. Pada kondisi batin kita saat ini, kita memiliki pandangan salah yang mencengkeram adanya eksistensi yang berdiri sendiri, yang tunggal, yang muncul dengan sendirinya, tanpa perlu sebab-akibat dan kondisi.
Untuk memperjelas, Genla menunjukkan sebuah wadah yang terletak di atas meja ketika Beliau duduk di atas panggung pengajaran menghadap ke arah peserta. Wadah di atas meja eksis karena semua peserta bisa melihatnya dengan jelas. Namun, yang tidak eksis adalah wadah yang bisa muncul dari dirinya sendiri, yang memiliki eksistensi yang bisa berdiri sendiri, yang tidak butuh sebab-akibat dan kondisi apa pun. Yang tidak eksis adalah persepsi keliru yang ada di dalam batin kita saat ini.
Penjelasan tentang betapa pentingnya motivasi ini semoga membekas kuat di jejak batin para peserta yang mendengarkannya. Pentingnya motivasi ini juga yang menjadi ciri khas dari Guru Dagpo Rinpoche, seorang lama agung dari Tibet yang merintis pembelajaran Buddha Dharma yang terstruktur dan sistematis di Indonesia sejak tahun 1989. Dalam setiap sesi pengajaran, Guru Dagpo Rinpoche tak sekali pun luput untuk menjelaskan dan mengingatkan motivasi. Itu pulalah yang menjadi ciri khas pembelajaran pusat-pusat Dharma KCI di Indonesia, mulai dari pembimbing sekaliber Suhu Bhadra Ruci, hingga murid-murid binaan Beliau yang masuk jajaran tim pengajar dan fasilitator (Sumati Kirti), dan tentu saja termasuk Gen. Losang Palbar-lak.
Kelompok belajar Tanjung Pinang bertempat di Pusdiklat Buddhayana Center, yang terletak di dalam kompleks Bestari Mall. Setiap pekan, berdasarkan petunjuk Suhu Bhadra Ruci, kelompok ini memiliki jadwal rutin minimal 5 sesi untuk membangkitkan motivasi, sesi puja, dan sesi kelas dharma. Dalam rangka memenuhi arahan ini sekaligus memenuhi jadwal aktivitas perseorangan, para peserta bahkan sanggup berkomitmen mengadakan sesi pada jam 05.30 pagi. Di malam hari, kelompok belajar konsisten melakukan Puja Protektor Palden Lhamo dan mempersembahkan teh (ritual ser-kyem). Ini semua membuktikan bahwa kelompok belajar Tanjung Pinang menunjukkan aspirasi besar untuk belajar dan mempraktikkan dharma.
Lepas memperkuat motivasi, Genla menjelaskan kemuliaan terlahir sebagai manusia yang bebas dan beruntung. Bebas merujuk pada 8 poin kebebasan, yang bisa dipahami dengan merenungkan kebalikannya, yaitu ketidakbebasan. 4 yang pertama merujuk pada ketidakbebasan bila terlahir bukan sebagai manusia, yaitu ketidakbebasan terlahir di alam neraka, alam setan kelaparan, alam binatang, dan alam dewa berumur panjang. 4 yang kedua merujuk pada ketidakbebasan bila terlahir sebagai manusia, yaitu ketidakbebasan terlahir di tempat yang terpencil, terlahir dengan indra yang tidak lengkap, terlahir dengan pandangan salah, dan terlahir di tempat yang tidak terdapat Buddha dharma. Dengan demikian, 8 kebebasan merujuk pada kebebasan terhindar dari 8 jenis ketidakbebasan tersebut.
Lanjut, kemuliaan terlahir manusia juga memiliki aspek beruntung, yaitu 10 keberuntungan. Terbagi menjadi dua, 5 keberuntungan dari aspek pribadi, 5 yang berkaitan dengan lingkungan. 5 keberuntungan pribadi mencakup terlahir sebagai manusia, terlahir di tanah pusat, terlahir dengan indra yang lengkap, tidak kehilangan kapasitas untuk menyelesaikan praktik spiritual, dan memiliki keyakinan pada ajaran. 5 berikutnya adalah Buddha muncul di dunia, Buddha memberikan ajaran, ajaran bertahan lama, masih ada praktisi-praktisi dharma, dan adanya welas asih dan cinta kasih dari orang-orang.
Dengan kemuliaan terlahir sebagai manusia yang bebas dan beruntung, kita memiliki potensi yang sangat besar. Potensinya adalah mencapai kelahiran kembali di alam yang tinggi—baik sebagai dewa atau manusia—pada kelahiran berikutnya, hingga kebaikan pasti berupa pembebasan dan pencerahan lengkap sempurna berupa Kebuddhaan. Namun, potensi luar biasa ini tidak berlangsung lama, artinya kita harus menyadari kematian dan ketidakkekalan setiap saat. Penjelasan topik ini mencakup kerugian-kerugian bila gagal mengingat kematian dan manfaat-manfaat bila mengingat kematian.
Pada akhir pekan Sabtu dan Minggu, pelajaran digelar selama 3 sesi, yaitu 09.00-12.00, 14.30-17.00, dan 19.30-21.30. Sesi pagi dimulai dengan enam praktik pendahuluan versi singkat (Jorchoe singkat), yang dilanjutkan dengan penjelasan topik bertumpu kepada Guru Spiritual. Subtopik penjelasan mencakup 8 manfaat bertumpu pada guru, 8 kerugian bila tidak bertumpu, dan 8 kerugian bila terjadi pelanggaran terhadap praktik pertumpuan.
Pada penjelasan ini, Genla menunjukkan pentingnya kualitas keyakinan, yaitu keyakinan yang didukung dengan kebijaksanaan. Kebijaksanaan didapatkan dari proses belajar, yaitu mengetahui apa yang baik dan tidak baik, apa yang benar dan tidak benar, apa yang harus dilakukan dan apa yang harus ditinggalkan. Dari kebijaksanaan barulah bisa membangkitkan keyakinan yang kuat, dan keyakinan bisa berkembang hingga menjadi keyakinan yang benar-benar kokoh. Dengan keyakinan yang kokoh, ajaran Buddha dharma bisa berkembang dan bertahan untuk waktu yang lama. Kebalikannya adalah bila tidak ada keyakinan atau hanya memiliki keyakinan buta. Keyakinan buta tidak cukup untuk bisa melakukan praktik dharma yang baik, terlebih dalam konteks zaman sekarang yang sudah memasuki abad ke-21.
Dengan keyakinan, Genla menguraikan satu per satu 8 manfaat bertumpu kepada seorang guru spiritual: (1) Kita akan semakin mendekati pencapaian Kebuddhaan, (2) Kita akan menyenangkan Para Penakluk, (3) Kita akan kebal dari bahaya-bahaya yang ditimbulkan roh-roh jahat dan teman-teman yang menyesatkan, (4) Klesha dan karma buruk akan berkurang dengan sendirinya, (5) Semua bhumi, marga, dan realisasi akan meningkat, (6) Kita tidak akan terpisahkan dari guru spiritual, (7) Kita tidak akan jatuh ke alam rendah, (8) Tanpa bersusah payah, kita akan mencapai semua tujuan, baik sementara maupun tujuan tertinggi.
Uraian dari manfaat pertama—kita akan semakin mendekati pencapaian kebuddhaan: Dengan bertumpu pada seorang guru kita bisa memperoleh instruksi dan ajaran terkait tahapan jalan, secara khusus ajaran dari kendaraan agung, yang bila dipraktikkan akan membuahkan hasil berupa pencerahan lengkap sempurna, Kebuddhaan itu sendiri. Analogi yang dipakai adalah ibarat barang sudah ada di tangan, yang artinya sesuatu hal yang sudah sangat mudah untuk dijalankan. Layaknya barang sudah dipegang di tangan, bila bertumpu pada guru spiritual, maka pencerahan juga tak sesulit yang dibayangkan.
Demikian rangkaian sesi yang dirampungkan selama kunjungan perdana Gen. Losang Palbar-la ke kota Tanjung Pinang, 8-14 Januari 2019. Semoga teman-teman Tanjung Pinang mempertahankan semangat belajar dan terus meningkat dalam keyakinan dan kebijaksanaan.