Lebih dari empat belas tahun KCI berdiri dan mungkin kalimat Suhu Bhadra Ruci di bawah ini sudah seringkali terngiang di komunitas kita:
“Bagaimana caranya aku dapat dibantu dan didukung dalam mengerjakan semua pekerjaan besar ini, aku tidak bisa bekerja sendirian dan tidak mungkin bisa mewujudkan impian banyak orang tanpa tim yang khusus dapat membantu aku sehari-hari?”
Pertanyaan ini muncul dari fenomena komunitas KCI yang semakin lama, semakin berkembang dalam segi kuantitas dan kualitas. Terkesannya Suhu sedang mencari pekerja, sama halnya seorang bos atau pebisnis yang sedang mencari bawahan. Namun, aku akan berbagi dan buktikan bahwa pandangan ini sama sekali keliru.
Evolusi komunitas ini telah mencapai sebuah titik di mana KCI membutuhkan organisasi untuk mengelola kegiatan dan arah komunitas. Namun, kecenderungan pandangan di kalangan buddhis pada umumnya adalah tidak perlu bermain-main dengan organisasi, politik dan hal-hal yang non-Dharma. Namun, pandangan ini sepertinya mengkotak-kotakkan Dharma dari aspek-aspek lainnya. Dharma dan kehidupan biasa tidak terhubung dan Dharma adalah hal yang suci, perilaku baik, tinggi, ke tempat yang nantinya baik, bahagia seperti sebuah mimpi menuju ke surga. Dharma adalah ketika kita ke Center, puja, duduk bermeditasi, mengekang nafsu; sedangkan duniawi adalah ketika kita bekerja, pergi nonton, ke restoran dan bersenang-senang. Duniawi itu membumi, praktis, realitis, mencari uang, materi, dan bebas.
Jika kita mempertahankan dua pandangan ini, maka kita sudah terjebak dalam sebuah pemikiran sempit akan Ajaran Dharma bahwa praktik Dharma itu bergantung pada lokasi dan kondisi. Ketika tempat berubah, maka batin berubah. Berkat Lamrim, pandangan ini dapat diluruskan bahwa praktik Dharma bukan terpaku pada kondisi eksternal tetapi internal, kondisi batin kita sendiri. Namun, ketika kita berhadapan dengan realita hidup, tampaknya sulit untuk mempertahankan argumen ini.
Ada sebuah fenomena sosial yang dapat kita pelajari dari hidup anggota KCI yaitu ketika anggota KCI lulus dan bekerja, mereka kehilangan kesempatan untuk praktik Dharma. Ketika menikah, orientasi hidup menjadi berubah karena tuntutan hidup. KCI berhadapan dengan sebuah kenyataan bahwa setiap anggota mencari kesejahteraan dan hal ini adalah hal yang sangat wajar karena setiap makhluk berusaha untuk mencari kebahagiaan. Terlepas dari motivasi apapun, apakah untuk mendapatkan kesempatan praktik Dharma, membiayai keluarga, istri, anak atau bahkan kebutuhan untuk membeli handphone atau gadget lainnya.
KCI telah berubah dari sekelompok kecil belasan orang yang konsentrasinya belajar Dharma ataupun kumpulan mahasiswa/i menjadi ratusan orang yang sebagian besar adalah pekerja/pebisnis profesional dan pasangan muda yang memiliki begitu banyak aspirasi, kecenderungan, bakat dan potensi. Tentunya ini adalah hasil dari aspirasi kita bersama-sama di doa dedikasi kita masing-masing terkait kondisi penghidupan. Namun, hal ini juga berarti bahwa karakteristik komunitas KCI telah berubah.
Perubahan orientasi hidup dari dunia kuliah ke dunia kerja ini seringkali membuat kita lupa akan idealisme, Dharma, dan bahkan tujuan hidup kita. Kenyataan “Selamat datang ke dunia nyata” ini berlangsung tahun demi tahun dan secara perlahan masuk ke dalam pikiran bawah sadar kita dan membentuk sebuah pemikiran bahwa ketika sukses baru bisa belajar Dharma. Sukses dulu baru bahagia. Kaya dulu baru bisa bantu banyak orang.
Kenyataan realita ini sesuai dengan apa yang Suhu pernah katakan bahwa “Idealisme adalah hal yang ingin dicapai tetapi realita adalah hal yang harus diterima.” Dalam konteks ini, idealisme komunitas KCI adalah praktik Dharma, namun realitanya setiap hari, 8-10 jam/ hari atau sepertiga hidup kita adalah untuk bekerja mencari nafkah. Belum lagi menghadapi office politics, suap menyuap, praktik-praktik lainnya yang membuat kita lelah, stress, dan bahkan depresi menghadapi kenyataan hidup.
Kesimpulan ini diperkuat dari pengalaman 215 peserta Bootcamp 1 hingga 4. Fenomena bootcamp telah membukakan mata kita bersama bahwa untuk praktik Dharma, kita perlu menciptakan kondisi, lingkungan sekitar. Efek bootcamp hanyalah sementara jika ketika selesai bootcamp, kita kembali ke posisi dan lingkungan kita langsung. Kita tidak memutus rantai ataupun tidak berani untuk melepaskan kondisi yang biasa kita jalani demi perubahan positif kita sendiri. Waktu terbesar selain makan, tidur, adalah bekerja.
Dari fenomena ini, terbesit sebuah pemikiran “Bagaimana kita dapat menjembatani kebutuhan komunitas akan sebuah tim yang bekerja dan kondisi anggota yang seringkali didesak oleh tuntutan sosial untuk mencari nafkah? Kenapa kita tidak membuat sebuah tim yang bekerja dan digaji sehingga mereka tetap bisa hidup dan praktik Dharma? Atau bahkan kedepannya didukung oleh profit dari kegiatan sebuah perusahaan terbatas? Menjadi sebuah komunitas yang mandiri?”
Dengan pertimbangan ini, KCI memiliki definisi organisasi atau manajemen yang berbeda dengan definisi manajemen pada umumnya. KCI memiliki sebuah definisi manajemen yang bukan hanya sekedar mengatur lalu lintas kegiatan ataupun pencapaian target atau program kerja seperti KMB, organisasi buddhis pada umumnya ataupun organisasi sekuler lainnya. Manajemen KCI adalah manajemen alur hidup diri dan komunitas. KCI menciptakan kondisi baik untuk orang yang ingin bekerja dan belajar dari dan untuk komunitas di mana kita menemukan teman, sahabat hidup, pasangan, keluarga, Guru dan Ajaran.
Manajemen KCI ini berpegang pada keyakinan bahwa semua anggota KCI berhak untuk mendapatkan kesempatan dan kondisi yang baik bagi kehidupannya. Dengan menciptakan individu-individu yang matang, komunitas ini juga semakin lama, semakin matang. Ketika matang, baru bisa bekerja untuk banyak orang. Bekerja untuk banyak orang, berarti mengumpulkan begitu banyak kebajikan, begitu banyak kebajikan berarti sama dengan tercapainya kebahagiaan. Bahagia tidak bergantung pada sukses atau tidaknya seseorang, tetapi pada sebuah kondisi batin dimana apapun fenomena yang ditemukannya, dia tetap bisa bangkit dan merasa bahagia.
Prinsip kerja manajemen juga diubah dari konsep kerja pada dunia kapitalis pada umumnya yang cenderung eksploitatif dan kaku dengan aturan yang dibungkus dengan sangat cantik dengan kata “profesionalisme” dan begitu banyak orang yang memuja kata ini. Semakin keras orang bekerja, semakin dipuji dan disaluti. Memang betul tetapi kenyataan di luar sana adalah ketika kita selesai diperah tenaganya, hanya dikompensasi dengan materi dan jarang sekali yang memikirkan kesejahteraan batin atau pun perkembangan individu kita sendiri.
Melihat perbedaan ideologi ini, Manajemen KCI dibentuk dengan beberapa prinsip yang diadaptasi dari pelajaran Lamrim dan nilai-nilai yang seringkali ditanam oleh Suhu yaitu Setara, Rasa Memiliki, Integritas, Loyalitas dan Etika (SMILE).
Prinsip SMILE fokus pada proses perubahan individu, memadukan praktik dengan bekerja, dan peduli antar sesama. Karenanya dapat dilihat bahwa kondisi kerja penuh dengan kehangatan, tawa, dan energi positif yang besar. Hanya dengan energi inilah seseorang dapat diubah menjadi lebih baik dan terus memiliki semangat untuk bekerja demi banyak orang.
Jadi kenapa bekerja untuk KCI? Karena It’s all about YOU. Suhu menciptakan kondisi untuk menawar duniawi. Setiap orang berhak mendapatkan kondisi baik bagi hidupnya termasuk diri kita sendiri. Dan tidak ada kebahagiaan yang melebihi dari bekerja dengan sebuah kondisi yang positif demi diri kita sendiri sehingga memungkinkan kita, bersama-sama, berkarya untuk banyak orang.
So, it’s not about Suhu. It’s all about YOU.
Oleh: Lenny Hidayat