KISAH RUSA-KURU

  • December 2, 2013

Kisah berikut menceritakan bagaimana mereka yang berbaik hati seringkali lebih menderita karena penderitaan makhluk lain dibandingkan penderitaan sendiri. Sekali waktu, Bodhisattva terlahir sebagai seekor Rusa Kuru di sebuah belantara tempat hamparan rumput dan semak belukar tumbuh subur dan semua jenis binatang, baik besar dan kecil, memiliki tempat tinggalnya masing-masing.

Tubuhnya sangat indah. Kulitnya bersinar bagaikan emas dan bintik-bintik di atasnya bagaikan aneka permata. Namun, karena mengetahui betapa kejamnya manusia dan bahwa tubuhnya yang indah pasti akan menarik perhatian para pemburu, ia pun menarik diri ke dalam hutan, jauh dari permukiman penduduk. Ia juga mengingatkan binatang-binatang yang mengikutinya agar menghindari perangkap, jebakan, dan jaring yang dipasang para pemburu untuk menangkap mereka. Para binatang menganggap Rusa Kuru sebagai guru mereka.

Pada suatu hari, rusa mendengar tangisan yang berasal dari sungai yang sedang meluap saat itu. Ia bergegas menuju sungai dan melihat seorang pria sedang bergantung pada cabang pohon, pelan-pelan mulai terseret arus yang deras. Ia terlihat hampir menyerah, dan berteriak dengan pasrah: “Oh, tolong aku, tolong aku. Aku sudah tak kuat dan tak bisa keluar dari sini.”

Rusa, yang lebih merasakan penderitaan makhluk lain dibandingkan miliknya sendiri, dan yang telah menyelamatkan banyak nyawa dalam berbagai kehidupan lampaunya, berseru: “Jangan takut. Aku akan menolongmu.”

Kemudian, layaknya seorang prajurit yang gagah berani, yang tak memikirkan keselamatannya sendiri, ia terjun ke dalam sungai dan segera menuju ke tempat pria malang ini tersangkut. Setelah tiba di hadapannya, rusa menyuruhnya naik ke punggungnya. Ia menuruti perintahnya, dan rusa pun bergegas naik kembali ke pinggir sungai.

Ketika rusa telah meletakkan pria ini di atas rumput, ia lalu menghangatkannya dengan tubuhnya sendiri yang hangat, dan setelah pulih seperti sedia kala, rusa menunjukkan padanya jalan pulang ke desa.
Si pria berkata: “Tak ada sahabat atau kerabat yang pernah berbuat sebanyak yang barusan engkau perbuat. Hidupku kini kepunyaanmu. Apa yang dapat kulakukan untuk membalasnya?” Rusa menjawab: “Rasa syukur memang diharapkan dari seorang pria sejati, namun tak harus selalu ditunjukkan. Meskipun harus muncul secara alami, ia akan disebut sebagai ‘kebajikan’ bila dipraktikkan. Terapkanlah kebajikan ini dengan cara tidak memberitahu siapa pun bahwa aku telah menyelamatkanmu. Tubuhku yang indah, berkilauan dengan kulitnya yang elok, akan menjadi mangsa empuk bagi para pemburu yang tamak. Oleh karenanya, keberadaanku tak boleh diketahui. Inilah satu-satunya permintaan yang harus engkau kabulkan. Aku berbicara jujur padamu selaku seekor binatang yang tak pernah berbohong. Manusia yang tamak mungkin saja datang untuk membunuhku bila engkau memuji keindahan dan kekuatanku di hadapan mereka. Jadi, jagalah lidahmu dan jangan berbicara apa pun tentangku.”

Ia berjanji untuk merahasiakan keberadaan Rusa Kuru dan pulang ke rumah dengan rasa syukur. Di ibukota kerajaan tempat hutan Rusa Kuru berada, hiduplah seorang raja, yang ratunya adalah seorang wanita cantik nan sempurna. Ratu seringkali mendapat mimpi yang kelak menjadi kenyataan, dan raja biasanya berupaya untuk menafsirkan setiap mimpi tersebut.

Suatu malam, ia bermimpi tentang seekor Rusa Kuru yang indah dengan kulitnya yang keemasan sedang duduk di atas singgasana dan mengajarkan Dharma dalam bahasa manusia kepada raja dan ratu serta banyak orang lainnya.
Ratu terbangun setelah mimpi ini persis ketika genderang pagi hari seperti biasanya membangunkan raja dari tidur nyenyaknya. Seketika itu juga, ia menuturkan mimpinya pada raja dan mengungkapkan hasratnya untuk memiliki rusa tersebut.

Raja, yang mengetahui bahwa mimpi sang ratu biasanya menjadi kenyataan, memerintahkan semua pemburunya agar segera mencari rusa tersebut. Selain itu, ia juga mengumumkan bahwa siapa pun yang dapat memberikan informasi terkait rusa ini akan menerima hadiah besar.

Pria yang dulu diselamatkan Rusa Kuru adalah seorang yang sangat miskin. Ketika ia mendengar pengumuman ini, saat itu juga ia melupakan janjinya dan pergi menghadap raja untuk memberitahu bahwa ia pernah melihat rusa yang dimaksud serta mengetahui tempat persembunyiannya.

Raja merasa gembira dan memerintahkan pria ini untuk menunjukkan rusa berharga tersebut padanya.
Demikianlah, raja berangkat bersamanya, dengan ditemani beberapa orang terpilih, dan memerintahkan pasukannya agar mengepung tempat tinggal rusa tersebut. Raja bersiap memanah rusa itu sendiri dan si pria memandunya ke tempat rusa berada.

Ketika ia melihat si rusa, ia mengangkat lengannya dan menunjuk, berseru: “Itulah ia, Yang Mulia. Lihatlah.” Namun, seketika itu juga, tangannya yang menunjuk langsung terputus dari tubuhnya, seolah-olah barusan ditebas oleh sebilah pedang. Inilah hukuman bagi pengkhianatannya. Raja, yang berniat mendapatkan rusa yang bersinar bagaikan rembulan di antara semak-semak, merenggangkan busurnya dan bergerak mendekati calon korbannya.

Rusa, yang melihat bahwa ia kini telah dikerubungi orang-orang, sadar bahwa tak ada jalan untuk melarikan diri, berkata pada raja: “Tunggulah sejenak, O raja yang agung. Jangan panah saya, namun terlebih dulu katakanlah siapa yang telah memberitahukan keberadaan saya pada Anda.” Raja, yang semakin besar saja rasa kagumnya terhadap si rusa, meletakkan busurnya dan menunjuk ke pria tak tahu terima kasih tersebut dan berkata: “Pria inilah yang telah menunjukkan tempat tinggalmu padaku.”

Rusa segera mengenali pria ini, dan berseru: “Malulah ia pada dirinya sendiri! Adalah lebih baik menyelamatkan sebalok kayu daripada seorang pria yang tak tahu terima kasih. Saya percaya ia belum menyadari karma buruk seperti apa yang akan menantinya.”

Raja menjadi penasaran atas apa yang terjadi dan meminta rusa untuk menjelaskan arti ucapannya. Dan jawabnya: “Saya berkata tajam agar pria ini tak mengulangi tindakannya lagi. Setelah menyelamatkan nyawanya dari arus sungai yang deras, saya membuatnya berjanji untuk tak membocorkan keberadaan saya pada siapa pun. Kini, karena ketamakan, ia telah melupakan janjinya dan menjerumuskan saya ke dalam masalah.”

Raja melempar tatapan tajam pada pria malang ini, yang sebelumnya telah mendapat hukuman kehilangan tangan, dan berkata: “Seorang pria yang tega mengkhianati penyelamatnya tak pantas hidup.” Ia lalu mengarahkan busur padanya. Namun rusa, yang penuh belas kasihan, segera menempatkan dirinya di antara sang raja dan si pria, dan berseru: “Tetaplah di tempat Anda, Yang Mulia! Urungkan niat Anda! Jangan membunuh orang yang telah dihukum. Saya berdiri di sini untuk memohon atas namanya, karena saya tahu betapa kerasnya hukuman yang diterimanya.”

Raja, dipenuhi kekaguman, membungkuk hormat di hadapan rusa dan berkata: “Pastilah engkau adalah makhluk suci, yang saat ini terperangkap dalam tubuh seekor rusa. Karena engkau memohon atas nama pria jahat ini, aku akan memberinya hadiah karena bagaimanapun ia telah mempertemukanku denganmu. Dan engkau sendiri kini memiliki kebebasan untuk pergi ke mana pun. Mulai saat ini, tak seorang pun lagi yang akan melukaimu.” Rusa menjawab: “Saya menerima hadiah kebebasan ini dan menunggu perintah Yang Mulia selanjutnya.” Raja menempatkan rusa di atas kereta kebesarannya. Setelah membungkuk hormat padanya, segera memerintahkan pasukan untuk mengaraknya ke ibukota. Setelah sampai, ia didudukkan di atas singgasana raja. Di hadapan ratu dan para pengawal, raja memintanya mengajarkan Dharma pada mereka semua. Rusa, dengan suara lembut, mengajarkan tentang kebaikan terhadap semua makhluk.

Ia berkata: “Jika manusia dapat memperlakukan binatang sebagai saudara muda mereka, maka semua kejahatan akan lenyap dari dunia. Kebencian adalah sumber segala masalah. Belas kasihan akan membawa buah karma baik yang melimpah, sebagaimana hujan lebat menyuburkan tumbuh-tumbuhan. Belas kasihan menghancurkan hasrat untuk melukai makhluk lain dan merupakan benih bagi kebajikan lainnya. Seorang yang berbelas kasih akan dicintai dan dihargai setiap orang. Batin yang dipenuhi oleh belas kasihan akan menghalau amarah dan nafsu. Dalam belas kasihan, keseluruhan Dharma terkandung.”

Demikianlah Bodhisattva telah mengajarkan Dharma jauh sebelum ia menjadi Buddha. Raja dan rakyat menyimpan ajaran ini di dalam hati mereka dan sejak saat itu pembunuhan binatang dilarang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *