Upacara Tolak Bala Tahun Naga 2012: Suhu Berbagi Ilmu Tolak Bala

  • February 27, 2012

[Jarkom]
Dharma Center & Sangha KCI akan mengadakan puja besar pada tanggal 21-25 Feb dalam rangka ultah YM Dagpo Lama Rinpoche & upacara TOLAK BALA di tahun 2012 ini. Bagi yang ingin berdana untuk SANGHA dapat menyetor ke rek 8730099968 a.n. YULIANTI KURNIA, konfirmasi ke Bhante Supe. Bagi yang ingin berdana untuk offering dapat menyetor ke rek 5170112344 a.n. FARIANTO/ HERMANTO, konfirmasi ke Vivie. Jadwal puja menyusul.
Thanks
******
Demikian bunyi SMS jarkom yang dikirimkan kepada seluruh member KCI pada tanggal 17 Februari, mengawali rangkaian Puja Besar di Center menyambut tahun baru Tibetan.

Ulang Tahun Rinpoche & Jadwal Puja
Menyambut hari ulang tahun Yang Mulia Dagpo Rinpoche yang pada tahun 2012 ini jatuh pada tanggal 21 Februari 2012, satu hari sebelum tahun baru Tibet (Lo Sar), Dharma Center dan Sangha Kadam Choeling Indonesia (KCI) mengadakan Puja besar untuk umur panjang Rinpoche sekaligus Puja Tolak Bala. Jadwal lengkap Puja selama 5 hari ini adalah sebagai berikut:
21 Feb: Puja 21 Tara versi Biara (Droel Choy); 22 Feb: Liam Keng (Saddharma Pundarika & Bhaisaja Guru); 23 Feb: Abhisamayalamkara; 24 Feb: Puja 16 Arahat; 25 Feb: Puja Tolak Bala (Kang Shog & Sutra Hati).

Puncak Upacara Tolak Bala pada hari Sabtu, 25 Februari 2012
Hari Sabtu dibuka dengan sesi puja pagi yang dijadwalkan pada pukul 09:30. Suasana akhir pekan di center Bandung lebih ramai daripada biasanya karena ada beberapa orang yang datang dari luar kota, di antaranya dari Jakarta dan Bali. Sebelumnya, sejak Selasa hingga Jum’at, center sudah mengadakan puja setiap hari dalam rangka menghimpun kebajikan, yang biasanya lebih ramai pada sesi malam hari karena dihadiri mahasiswa-mahasiswa Bandung anggota ‘pesantren’ Kadam Choeling.
Puncak upacara Tolak Bala ini diawali dengan teks Kang Shog, yang dilanjutkan dengan teks Tahapan Menghalau Mara melalui Intisari Kebijaksanaan Singkat dari Tiga Pemahaman Ibu [Semua Buddha] Singkat, Sedang dan Luas. Judul Tibetnya adalah Yum Gyey Dring Duy Sum Gyi Doen Duy Syerab Nyingpoi Go Ney Duy Dog Gi Rimpa Shug Sho, disingkat “Duy Dog”. Silsilah teks ini berasal dari Buddha yang turun ke guru dari Lama Serlingpa, kemudian sampai kepada Lama Serlingpa sendiri, terus ke YM Atisha hingga akhirnya samapai kepada kita hari ini.
Upacara Tolak Bala menggunakan teks ini bertujuan untuk menolak Empat Mara yang mengacaukan kehidupan semua makhluk, yaitu: (1) Pasukan Dewa Mara, (2) Mara Kekotoran Batin, (3) Mara Skanda, (4) Mara Raja Kematian. Sebelumnya, prosedur diawali dengan penghimpunan kebajikan, yang sudah dilaksanakan sejak 21 Februari. Selain menghimpun kebajikan, pelaksana upacara juga membuka kesempatan pendaftaran nama-nama yang ciong di tahun Naga Air 2012 ini. Shio-shio yang termasuk ciong antara lain: Naga, Anjing, Kambing, Kerbau, Tikus, Monyet dan Macan. Nama yang terkumpul sekitar 300an. Prosedur utama dilakukan dalam bentuk puja bakti teks Duy Dog yang harus dihadiri secara langsung oleh orang yang ingin melakukan upacara tolak bala, alias tidak boleh diwakilkan atau main titip. Suhu juga mewajibkan peserta tolak bala untuk membawa dana sebesar Rp 5.000 (gocenk).
Chanting Master atau um-ze pada upacara ini adalah YM Tenzin Chograb, yang dipandu langsung oleh Suhu Bhadra Ruci. Prosedur upacara ini mencakup undangan terhadap keempat Mara untuk datang ke tempat yang telah disediakan, kemudian seluruh peserta membacakan Sutra Hati (Bahasa Sanskerta: Bhagawati Pradnya Paramita Hirdaya; Bahasa Tibet: Comdendeyma Syerab Kyi Pharol Tu Chinpei Nyingpo) sebanyak 9 x 4 kali. Selesai pembacaan Sutra Hati, keempat Mara yang sudah diundang kemudian dibawa keluar gedung, dibuang ke perempatan jalan, yang merupakan simbol menghalau segala bencana atau bala, inti dari upacara tolak bala.
Pada hari baik di mana dilaksanakan upacara Tolak Bala ini juga diadakan dana makanan kepada setan-setan kelaparan atau hantu-hantu gentayangan. Ritual cha sur ini dilakukan dengan membaca teks dan membakar asap dupa yang dicampur dengan bubuk susu, yang merupakan makanan untuk makhluk-makhluk tertentu yang hanya bisa mengonsumsi asap.
Sesi sore selesai sekitar pukul 17:00, yang dilanjutkan dengan sesi dedikasi pada malam hari berikut sesi pengajaran dari Suhu. Dalam sesi dedikasi, doa-doa yang dibacakan antara lain: Pranidana Raja (Zang Coy Moenlam Shug So), Doa Arya Maitreya (Jampei Moenlam), Doa Praktik Awal, Tengah, Akhir (Thog Thah Bar Gyi Moenlam), Doa Terlahir di Sukhawati (Dewacen Du Kyewei), Pernyataan Kebenaran (Dentshig Moenlam), Berkah dari Winaya Mulasarwastiwada (Lung Shiyi Syiy Joy), Dedikasi Bodhicharyawatara (Choy Jug Moenlam) dan terakhir, Doa Dedikasi Lamrim.

Ciong & Gejolak Emosi: Suhu Berbagi Ilmu untuk Tolak Bala
Sore hari sebelum penutupan upacara tolak bala Suhu mengutarakan maksudnya untuk mengajarkan meditasi Tara Putih. Demikianlah, selesai pembacaan doa-doa dedikasi, sesi pengajaran pun diberikan di ruangan yang terisi penuh oleh peserta yang datang.
Sebuah teks berjudul Kyabje Phabongkhey Dzeypei Yiyshin Khorloi Gyun Kher Chimey Cuy Pung Shey Jawa Shug So atau Karya Kyabje Pabongkha yang disebut Kumpulan Nektar Tiada Kematian Sang Cakra Pengabul Harapan yang Terus Dibawa dalam Praktek.
Teks penuntun praktek meditasi Arya Tara Putih ini diawali dengan penjelasan Arya Tara Putih yang memiliki 7 mata, yaitu dua mata di wajah, dua di masing-masing tangan dan kaki, plus satu mata tengah atau mata batin. Mata batin digunakan untuk melihat yang tidak bisa dilihat oleh mata biasa, yaitu kebenaran.
Mata ketiga juga melambangkan kebijaksanaan, yaitu kebijaksanaan untuk memahami kebenaran. Untuk membuka mata batin ini, kita butuh sosok guru spiritual. Guru spiritual adalah jembatan penghubung antara diri kita dengan para Buddha. Seberapa banyaknya kita berusaha, seberapa seringnya kita melakukan puja dan bermeditasi, kalau tidak ada sosok guru spiritual, kita tidak akan berhasil dalam praktek kita.
Hubungan dengan guru spiritual memiliki banyak tingkat, mulai dari awal sekali hingga makin kokoh dan makin kuat. Sama halnya, kebijaksaan memiliki banyak tingkat sebelum akhirnya mencapai kebijaksanaan tertinggi. Untuk tahapan awal, Suhu menitik-beratkan pentingnya manajemen emosi atau Emotional Intelligence (EI).
Suhu menasihati anak-anak muda yang merelakan dirinya untuk mengikuti program pendidikan center untuk menyadari ketidak-kekalan atau yang disebut Suhu, “Hukum Ketidak-pastian.”
Suhu mengajarkan bahwa dalam hidup ini seseorang butuh kebijaksanaan (wisdom), dan yang menjembataninya adalah sosok guru spiritual. Mata ketiga yang mampu melihat kebijaksanaan harus dibuka. Bagaimana cara membuka mata ketiga? “Saya bagi ilmu. Suatu hari seorang anak bertanya kepada saya, ‘Mengapa Suhu masih punya semangat hidup?’ Saya jawab, oh ya, so pasti saya bersemangat. Saya pegang satu ilmu. Kalau ngotot, melawan, segala sesuatu ga akan jadi. Adanya kamu yang akan ditekuk.”
“Akui saja Hukum Ketidakpastian. Segala sesuatu tidak pasti. Samsara tidak pasti. Kamu yang duduk di sini tadi sore dengan kamu yang duduk di sini malam ini pikirannya sudah tidak sama. Jadi kalau masih tetap ngotot, kamu pasti sengsara,” cecar Suhu. “Jangan seperti Robot, mesti A, habis itu, B.”
“Kalau kamu pegang ilmu ketidakpastian, hidupmu akan toleran, fleksibel, gak ngotot!”
Dengan berusaha fleksibel, yang dituju adalah kematangan emosi. Untuk anak-anak zaman sekarang yang melulu dicekoki ilmu positivisme barat, sangat penting untuk mengendurkan logika dan melatih perasaan. Berkaitan dengan Upacara Tolak Bala, ciong artinya ketidak-cocokan yang bisa menimbulkan musibah (bala). Bagi Suhu, ciong tak lebih tak kurang adalah gejolak emosi. Emosi tidak lain tidak bukan adalah kilesa. Kita ibarat tong air yang dijaga sebaik mungkin agar tidak bocor. Kadang-kadang, tong air bisa berlubang dan bocor memuncratkan airnya. Kalau bocorannya besar, ibarat orang yang emosinya meledak-ledak. Kilesa-kilesanya keluar. Tapi kalau ditekan, dia akan meledak.
Jadi, rahasianya adalah hidup lembut, santai, fleksibel, jangan ngotot. Ciong tidak lebih tidak kurang adalah kilesa. Hidup manusia, tak lebih dan tak kurang, adalah kilesa. Akar dari semua kilesa adalah sikap mementingkan diri sendiri. Kita merasa diri lebih penting, lebih baik, lebih mulia. Inilah yang kemudian mendorong kita melakukan tindakan-tindakan tak bajik seperti mencuri, membunuh, dsb, yang pada akhirnya membikin kita sengsara. Itu semua berasal dari menumpuknya emosi yang tidak mengakui yang namanya ‘Hukum Ketidakpastian’.
Kita butuh guru spiritual untuk mendapatkan berkah. Berkah-berkah yang perlu kita dapatkan mencakup umur panjang, kekayaan, dan kebijaksanaan.
“Kita butuh kaya, umur panjang, kekuatan, kebijaksanaan, supaya bisa nolong banyak orang.”
Demikian rangkaian puja dan upacara tolak bala beserta sesi pengajaran yang dirampungkan pada Sabtu, 25 Februari 2012. [JL]
sumber gambar: http://www.buddhistelibrary.org/library/asst/img/white_tara.jpg

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *