Menemukan Kebahagiaan: Ilusi atau Realita?
Leduk, Sesi 2
17 Desember 2011
Saya mohon Anda semua untuk mengingat dan menyadari kenyataan bahwa Anda semua telah mendapatkan kelahiran kembali yang luar biasa, yang diberkahi dengan kebebasan dan keberuntungan. Akan tetapi, Anda juga harus ingat bahwa kehidupan yang luar biasa ini tidak akan berlangsung selama-lamanya. Oleh sebab itu, mumpung Anda masih memilikinya, maka kita semua harus berupaya untuk mencapai kesejahteraan semua makhluk, yakni mengakhiri penderitaan dan menuntun mereka pada kebahagiaan. Untuk mencapai kedua tujuan bagi semua makhluk tersebut, kita harus mencapai Kebuddhaan yang lengkap dan sempurna. Dengan tujuan seperti inilah, kita ada di sini untuk mendengarkan ajaran Dharma dan kemudian merenungkan serta memeditasikannya.
Dalam sesi terakhir, kita sudah membahas tentang empat jenis kebahagiaan yang bisa menjadi aspirasi siapa pun, yaitu: (1) Kebahagiaan pada kehidupan saat ini; (2) Kebahagiaan pada kehidupan yang akan datang yang masih berada di dalam samsara; (3) Kebahagiaan dalam bentuk pembebasan pribadi dari samsara; (4) Kebahagiaan tertinggi dalam bentuk pencerahan lengkap sempurna.
Sebagaimana juga sudah dijelaskan sebelumnya, kebahagiaan apa pun yang kita alami dalam kehidupan saat ini, itu semua merupakan hasil yang sesuai dengan sebab-sebabnya, yakni sebab-sebab yang bajik. Akan tetapi, sebagaimana juga sudah diingatkan, terhadap kebahagiaan dan kenyamanan tersebut, kita harus berhati-hati untuk tidak membiarkan munculnya kilesa, seperti nafsu keinginan, kemelekatan, berikut faktor-faktor mental negatif lainnya seperti kemarahan, kebodohan batin, dan sebagainya.
Sudah dijelaskan juga bahwa kebahagiaan yang kita alami memiliki sebab-sebab yang sesungguhnya adalah kebajikan-kebajikan yang sudah kita kumpulkan di masa lampau. Ketika kita menikmati kebahagiaan tersebut, kita bisa semakin memperkuat keyakinan kita terhadap hukum karma dan akibat-akibatnya, terutama pada karakteristik karma yang pertama, yaitu: kepastian karma. Dalam merenungkan karakteristik pertama ini, kita semakin meyakini bahwa akibat-akibat yang menyenangkan atau membahagiakan pastilah berasal dari sebab-sebab yang bajik. Setelah itu, kita juga bisa memanfaatkan momen-momen kebahagiaan tersebut sebagai pengingat bagi kita untuk terus-menerus menciptakan kebajikan, supaya kita bisa terus mengalami kebahagiaan di masa-masa yang akan datang.
Sebelumnya juga telah dijelaskan, walaupun kita sekarang mengalami kebahagiaan, tapi kita juga harus tetap mengingat bahwa tidak semua makhluk bisa berbahagia. Kebanyakan orang atau makhluk tidak bisa menikmati kebahagiaan yang kita miliki. Oleh sebab itu, kita bisa membangkitkan niat yang tulus agar semua makhluk bisa berbahagia, hingga akhirnya kita mengambil keputusan untuk mengambil tanggung-jawab pribadi memastikan bahwa semua makhluk mendapatkan kebahagiaan. Ini adalah penjelasan bagaimana membangkitkan cinta-kasih, yang sudah dijabarkan pada sesi sebelumnya.
Lebih lanjut, kita bisa merenungkan situasi kita dan mengaitkannya dengan kondisi semua makhluk. Bukan hanya mereka tidak bisa mendapatkan kebahagiaan yang begitu mereka inginkan, tapi semua makhluk di seluruh alam semesta ini justru harus mengalami penderitaan yang tidak mereka kehendaki sama sekali. Dari sini, kita bisa membangkitkan niat yang tulus supaya semua makhluk bisa terbebas dari penderitaan hingga pada tahap di mana kita mengambil tanggung-jawab pribadi untuk memastikan semua makhluk bebas dari penderitaan. Ini adalah penjelasan bagaimana membangkitkan welas-asih, yang juga sudah dijabarkan pada sesi sebelumnya.
Berikutnya, kita bisa melatih batin kita setahap lebih lanjut. Yaitu, dikarenakan kita mengetahui bahwa semua makhluk tidak bisa menikmati kebahagiaan dan justru harus mengalami penderitaan, maka kita membangkitkan tekad kuat untuk mencapai Kebuddhaan, semata-mata dengan tujuan untuk membebaskan semua makhluk dari penderitaan dan menuntun mereka semua pada kebahagiaan. Ini adalah penjelasan bagaimana membangkitkan batin pencerahan atau bodhicitta, yang juga sudah dipaparkan sebelumnya.
Jika Anda merasa cara berpikir Anda selama ini berbeda dengan apa yang sudah dijelaskan di atas, yaitu ketika Anda sedang berada dalam situasi menikmati satu dan lain jenis kebahagiaan, dst; jika sebaliknya, Anda justru membangkitkan kemelekatan berkaitan dengan sensasi-sensasi yang ditimbulkan oleh kelima objek indera, apa pun itu, dan ketika kemelekatan itu sudah berkembang menjadi sangat kuat, apa yang harus kita pikirkan dalam kondisi seperti itu?
Kita bisa mengingatkan diri sendiri bahwa hal-hal yang merangsang timbulnya nafsu keinginan yang kuat tersebut bukanlah sesuatu yang bisa bertahan selama-lamanya. Itu semua merupakan hal-hal yang berubah terus-menerus, perubahan yang terjadi bahkan dari momen ke momen. Oleh sebab itu, objek kemelekatan kita merupakan hal yang sepenuhnya tidak bisa diandalkan, dan terus-menerus berubah. Objek tersebut juga mengalami proses penghancuran dari satu momen ke momen berikutnya. Karena itu, semua objek-objek kesenangan indria yang menimbulkan sensasi menyenangkan bukanlah hal yang bisa diandalkan.
Kita bisa memanfaatkan sensasi-sensasi menyenangkan untuk dijadikan objek perenungan pada ketidak-kekalan. Kapan pun kita merasa munculnya kemelekatan, maka perenungan ketidak-kekalan ini adalah perenungan yang bisa dibangkitkan, sekaligus merupakan metode yang sangat efektif untuk menangkal kemelekatan.
Jadi, ketika kita merasakan semacam kemelekatan terhadap sensasi-sensasi menyenangkan yang kita anggap kebahagiaan, kita harus berupaya mengingatkan diri sendiri bahwa semua objek kemelekatan tersebut merupakan objek yang tidak stabil dan berubah dari momen ke momen. Karena itu, sesungguhnya, semua objek kemelekatan itu bahkan tidak pantas untuk menjadi objek perhatian kita, apalagi sampai memunculkan kemelekatan. Jika ada orang yang membiarkan kemelekatan muncul, maka di antara semua orang-orang bodoh, dia-lah yang paling bodoh!
Dengan memunculkan kemelekatan, sesungguhnya kita menciptakan karma-karma baru yang akan melemparkan kita ke dalam lingkaran keberadaan, yang pada gilirannya akan memperkuat karma samsarik yang sudah begitu banyak kita miliki. Dengan membiarkan kemelekatan muncul, kita semakin memperpanjang waktu kita di dalam samsara. Jadi, jangankan kemelekatan, sebenarnya objek-objek kesenangan itu tidak pantas untuk menjadi objek perhatian kita sama sekali.
Bagi yang sudah pernah mendengarkan penjelasan ini sebelumnya, tentu saja Anda akan paham apa yang dimaksudkan. Tapi barangkali ada juga pendatang-pendatang baru yang belum pernah mendengar penjelasan ini sebelumnya. Namun, apa yang saya jelaskan di sini sesungguhnya bagaimana cara menerapkan ajaran Buddha dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam menjalani hidup sehari-hari, kita akan menghadapi berbagai macam situasi seperti itu. Penjelasan yang saya berikan bertujuan untuk memberikan cara bagaimana menerapkan ajaran Buddha dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana kita harus bereaksi dan menghadapi berbagai macam situasi yang muncul dalam hidup kita.
Sekali lagi, sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya, kalau Anda mendengarkan penjelasan ini dan berpikir: “Ya, saya sudah tahu. Saya sudah pernah mendengarkan penjelasan ini sebelumnya dan saya kurang lebih sudah paham.†Memang, bisa jadi Anda benar sudah paham, tapi sebenarnya tidak cukup kalau hanya memahami saja. Anda harus bertindak sesuai dan sejalan dengan pemahaman tersebut, artinya benar-benar dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari Anda. Jika tidak, jika Anda hanya sebatas memahami saja, dan sebenarnya Anda belum benar-benar menerapkan apa yang Anda pahami tersebut dan terus berperilaku sebagaimana yang Anda lakukan selama ini, maka tidak akan terjadi perubahan apa-apa dalam diri Anda. Tidak akan ada perubahan atau perkembangan apa pun yang bisa terjadi dengan sikap seperti ini.
Bagi yang sudah memahami dan menjalankan instruksi ini, tentu sangat baik sekali dan saya menyarankan Anda untuk mempertahankan dan melanjutkannya. Anda bisa memeriksa diri sendiri sambilan mendengarkan instruksi ini, apakah memang sudah dijalankan atau belum. Jika belum, artinya Anda masih mengetahui sebatas informasi dan belum menerapkannya, maka Anda bisa berpikir, “Sekarang adalah saatnya bagiku untuk berubah. Saya akan benar-benar mengarahkan batinku untuk berpikir sesuai dengan instruksi ini.†Maka, dengan cara seperti ini Anda akan bisa menghadapi berbagai situasi sulit, dan Anda bertekad untuk melaksanakannya sekarang juga.
Anda semua di sini barangkali sudah mempraktikkan dharma dan menjalani hidup dengan baik. Artinya, Anda semua sudah menciptakan sebab-sebab untuk mendapatkan kebahagiaan pada kehidupan saat ini. Ini adalah sesuatu yang sah-sah saja. Akan tetapi, saya mohon Anda semua untuk berhati-hati untuk tidak membiarkan pengalaman menyenangkan atau kebahagiaan yang dirasakan itu justru berubah menjadi sebab-sebab penderitaan bagi Anda sendiri. Kalau sampai itu yang terjadi, maka itu adalah kondisi yang sangat disayangkan. Jadi, saya hendak menyampaikan poin yang sangat penting sekali, yaitu jangan biarkan momen-momen kebahagiaan Anda memicu timbulnya salah satu dari tiga racun mental.
Merujuk pada kata-kata Arya Nagarjuna, Beliau memberikan sebuah analogi untuk ini. Andaikan seseorang memiliki bejana yang berharga, yang terbuat dari emas padat, dihiasi dengan permata dan batu-batu berharga, yang kalau dimanfaatkan dengan benar, ia akan menghapuskan kemiskinan dalam keseluruhan hidupnya secara pasti. Tapi, kalau digunakan sebagai objek yang tidak berharga, bahkan sebagai tempat pembuangan, misalnya digunakan sebagai ember untuk membuang kotoran, dsb, bagaimana pendapat orang-orang mengenai orang ini? Tentu saja orang-orang akan berpendapat bahwa tindakan menggunakan bejana yang sangat berharga sebagai tempat sampah adalah tindakan yang bodoh sekali.
Arya Nagarjuna mengatakan, sama halnya juga apabila seseorang menggunakan kemuliaan terlahir sebagai manusia, yang diberkahi dengan kebebasan dan keberuntungan, yang bisa digunakan untuk menciptakan sebab-sebab kebahagiaan, kalau sebaliknya ia justru mengumpulkan karma buruk dan penghalang-penghalang bagi dirinya sendiri, maka orang ini jauh lebih bodoh dibandingkan orang yang menggunakan bejana berharga sebagai tempat sampah tadi. Boleh dibilang, inilah orang terbodoh di antara semua orang-orang bodoh!
Dengan nada yang sama, ada sebuah kisah berkaitan dengan ini. Suatu hari ada seseorang yang mengajukan pertanyaan kepada Guru Atisha yang jawabannya sebagai berikut. Kalau akar sebuah pohon sudah teracuni, maka keseluruhan batang, cabang, daun, dan buahnya juga akan teracuni. Jadi, pertanyaannya adalah: “Apa hasilnya kalau seseorang berjuang untuk mencapai tujuan-tujuan pada kehidupan ini saja?†Guru Atisha menjawab, “Ya, dia akan mendapatkan hasil berupa terpenuhinya tujuan-tujuan pada kehidupan itu saja.†Lanjut ditanyakan, “Apa hasilnya pada kehidupan yang akan datang bagi orang tersebut?
Guru Atisha menjawab, “Kelahiran kembali di alam neraka atau setan kelaparan atau alam binatang.â€
Sekarang, Anda semua di sini sudah mendapatkan kelahiran yang luar biasa yang disebut kemuliaan terlahir sebagai seorang manusia yang diberkahi dengan kebebasan dan keberuntungan. Tujuan paling minimum yang harus Anda capai dengan kehidupan seperti ini adalah memastikan Anda tidak terjatuh ke alam rendah pada kehidupan berikutnya.
Apa pendapat Buddha mengenai kebahagiaan pada kehidupan saat ini saja? Buddha berpendapat bahwa kebahagiaan pada kehidupan saat ini saja bukan merupakan kebahagiaan yang pantas untuk diperjuangkan.
Alasannya sederhana sekali, yaitu walaupun seseorang bisa menikmati kebahagiaan pada kehidupan saat ini untuk waktu paling maksimal sekali pun, itu adalah waktu yang sangat singkat. Bagi Anda yang masih muda, katakanlah masih ada 60 sampai 70 tahun untuk menikmati kebahagiaan-kebahagiaan pada kehidupan saat ini. Bagi yang sudah sedikit lebih tua, tentu tidak sampai 60/70 tahun. Tapi, berapa pun umur Anda sekarang ini, waktu untuk menikmati kebahagiaan pada kehidupan saat ini sungguh singkat sekali, sehingga tidak pantas untuk diperjuangkan.
Ketika muda memang Anda bisa menikmati hal-hal tertentu, tapi seiring dengan Anda bertambah tua, maka kenikmatan-kenikmatan itu pun sudah berkurang. Contoh paling sederhana, makanan yang Anda makan. Semakin tua seseorang maka kemampuan pencernaaannya sudah semakin berkurang, dsb. Seberapa pun panjangnya umur Anda, kebahagiaan pada kehidupan saat ini tidak bisa dinikmati hingga akhir hidup Anda, jadi ia bukan merupakan tujuan yang pantas untuk diperjuangkan.
Singkat kata, tak peduli seberapa pun bagusnya harta benda dan kepemilikan, seberapa bagusnya tubuh jasmani, berikut sebaik-baiknya sahabat berikut reputasi baik, dan seterusnya, dan seterusnya, tak satu pun dari hal-hal tersebut yang bisa kita bawa pada kehidupan berikutnya. Bahkan, tubuh kita ini sekali pun tidak bisa kita bawa serta.
Ada sebuah kutipan dari Gomchen Ngaki Wangpo di dalam karya Beliau, Gomchen Lamrim:
“Singkatnya, aku harus melepaskan semua kejayaan pada kehidupan saat ini, dan mereka pun, ketika aku mati nanti, tak diragukan akan melepaskan diriku juga. Karena itu, hingga tibanya waktu kematian, jangan terjebak dalam urusan-urusan kehidupan saat ini, seperi sahabat, harta benda, tubuh, dan sebagainya. Sebaliknya, curahkanlah dirimu sepenuhnya pada praktik spiritual.â€
Kesimpulannya, segala sesuatu yang saat ini kita anggap sebagai milik kita, yaitu segala sesuatu yang kita sebut “milik-kuâ€, apakah itu harta benda, sahabat, keluarga, tubuh, pokoknya semuanya yang kita anggap “milik-kuâ€, kita harus bisa melihat betapa cepatnya waktu berlalu sebelum semua hal tersebut berganti kepemilikan menjadi milik orang lain. Contohnya, sekarang saya memiliki jam tangan dan saya bisa mengatakan, “Ini jam tangan saya. Ini milik saya.†Tapi, suatu hari nanti jam tangan ini akan berpindah tangan menjadi milik orang lain, terutama ketika saya mati nanti, sudah pasti jam tangan ini sudah bukan milik saya lagi dan akan menjadi milik orang lain. Jam tangan saya ini hanya sebuah contoh, tapi contoh ini berlaku untuk semua barang-barang dan semua hal yang Anda miliki sekarang.
Jangan salah memahami kata-kata saya hingga Anda menganggap bahwa kehidupan saat ini tidak penting sama sekali. Jika kita memiliki kehidupan yang baik pada kehidupan saat ini, tentu saja ini hal yang bagus sekali. Kehidupan yang baik itu merupakan hasil dari kebajikan-kebajikan yang sudah dikumpulkan di masa lampau. Apa yang hendak saya tekankan dan garis-bawahi di sini adalah: Tidak ada gunanya kalau kita melekat pada kehidupan saat ini.
Kemelekatan tidak membuat pengetahuan kita bertambah, pun tidak menambah kekayaan kita, dan juga tidak meningkatkan kesehatan kita. Jelas sekali kemelekatan tidak menambah hal-hal tersebut. Sebaliknya, ia justru sangat berbahaya dan tidak memberikan keuntungan apa pun bagi kebahagiaan. Sekali kemelekatan ini muncul, ia justru menimbulkan bahaya besar karena dengan kemelekatan ini akan menjerumuskan seseorang ke dalam alam rendah.
Kesimpulannya, kalau misalnya Anda menikmati hal-hal yang menyenangkan dan membahagiakan pada kehidupan ini, tentu saja itu adalah sesuatu yang bagus sekali. Itu merupakan hasil dari kebajikan-kebajikan yang sudah dikumpulkan di masa lalu. Untuk ini, kita harus membangkitkan suka-cita atau bermudita. Setelah itu, Anda harus berpikir untuk memanfaatkan kebahagiaan tersebut dengan baik, terutama untuk menghindari menggunakan kebahagiaan tersebut untuk memicu timbulnya beragam kilesa di dalam batin Anda. Sebaliknya, yang harus dibangkitkan adalah pemikiran-pemikiran bajik yang bisa ditujukan kepada orang lain, misalnya untuk membantu orang lain, untuk meningkatkan kebahagiaan orang lain, dan sebagainya.
Sesungguhnya, semua kondisi-kondisi yang kita nikmati tersebut tidak bisa terus-menerus menjadi kondisi yang membahagiakan. Memang, kondisi itu bisa berperan dalam memberikan kebahagiaan bagi kita, yang kalau tanpa kondisi tersebut kita akan mengalami apa yang disebut kekurangan dalam kebahagiaan kita. Namun, sebenarnya, yang lebih penting lagi adalah cara berpikir dan sikap kita sendiri, artinya apa yang terjadi di dalam batin kita.
Jadi, kalau kita tidak memperhatikan cara berpikir, sikap, dan apa yang terjadi di dalam batin kita, dan melulu memusatkan perhatian pada hal-hal eksternal, maka tidak ada jaminan kita bisa memperoleh kebahagiaan sesungguhnya dalam kehidupan ini. Kalau kita melihat di sekeliling kita, ada begitu banyak orang yang memiliki kekayaan yang berlimpah-ruah, teman-teman yang banyak dan baik, tapi tetapi saja orang-orang tersebut tidak bahagia. Ini semua kembali lagi kepada cara berpikir orang tersebut.
Kalau orang tersebut berupaya untuk mengendalikan dan menjaga batinnya untuk tidak terpengaruh oleh berbagai kilesa yang merupakan sumber penderitaan dan ketidak-bahagiaan, serta berhati-hati untuk terus menciptakan kebajikan, artinya secara berimbang mengolah batin dan mengupayakan hal-hal eksternal, bukan hanya melulu memusatkan perhatian pada kondisi eksternal, maka inilah yang akan memberikan kebahagiaan pada kehidupannya.
Lanjut cerita, kalau kita sudah bisa menemukan kebahagiaan pada kehidupan saat ini, apakah itu sudah cukup? Tentu saja tidak. Kita ingin bahagia bukan hanya pada kehidupan saat ini saja, tapi kita ini bahagia setiap saat. Jika kita bisa berbahagia pada kehidupan saat ini, tapi menderita pada kehidupan akan datang, tentu saja ini juga merupakan sumber penderitaan. Jadi, tidak cukup bagi kita untuk memusatkan perhatian pada kebahagiaan saat ini saja, melainkan kita juga harus memastikan kebahagiaan pada kehidupan mendatang.
Sebagai contoh, kalau misalnya kita memiliki masa kecil yang bahagia, tapi kemudian di masa tua menderita, tentu ini bukan kondisi yang memuaskan. Kita ingin masa kecil yang bahagia dan kita ingin bahagia di sepanjang hidup kita. Sebagian orang mungkin bisa memastikan kebahagiaan pada kehidupan saat ini tapi jatuh ke alam rendah pada kehidupan berikutnya, tentu ini bukan kondisi yang memuaskan. Yang kita ingin capai adalah kebahagiaan pada kehidupan saat ini berikut kebahagiaan pada kehidupan mendatang.
Apa yang dimaksud dengan menginginkan kebahagiaan pada kehidupan mendatang? Ini berarti mendapatkan kelahiran kembali di alam yang tinggi, misalnya manusia, dan tidak terlahir di alam rendah. Kalau kita sampai terlahir di alam rendah, kebahagiaan adalah sesuatu yang mustahil kita dapatkan. Bukan saja kita menginginkan kelahiran yang baik pada kehidupan mendatang, tapi kita juga harus memastikan kita mendapatkan kondisi-kondisi yang baik pula. Misalnya, kita harus bisa menjamin kita mendapatkan kondisi-kondisi yang baik sama seperti yang sudah kita nikmati sekarang. Artinya, kita bisa bertemu lagi dengan ajaran Buddha dan memiliki kondisi untuk mempraktikkan ajaran-ajaran Buddha tersebut hingga akhirnya kita bisa melanjutkan evolusi spiritual kita, yakni melanjutkan praktik spiritual yang sudah kita jalani pada kehidupan sekarang untuk dilanjutkan pada kehidupan berikutnya.
Kalau kita berhasil menciptakan sebab-sebab untuk terlahir di alam yang tinggi, yakni mendapatkan kemuliaan terlahir sebagai manusia yang bebas dan beruntung dan menikmati kondisi-kondisi baiknya, artinya menikmati kebahagiaan pada kehidupan berikut, barangkali juga keseluruhan rangkaian kehidupan kita berikutnya, artinya dari satu kehidupan ke kehidupan berikutnya, semuanya merupakan kelahiran yang baik dengan kondisi-kondisi yang mendukung, ini adalah sesuatu yang tidak terlalu buruk. Selama kita masih terlahir di alam tinggi tersebut, selama itu pula kita terhindar dari kelahiran di alam rendah.
Akan tetapi, sekali pun kita sudah berhasil mendapatkan rangkaian kelahiran-kelahiran kembali yang baik dalam semua kelahiran-kelahiran kita yang akan datang, itu belum merupakan posisi aman yang sesungguhnya. Selama masih ada kilesa di dalam batin kita, walaupun kita sudah mendapatkan kondisi yang bagus untuk melakukan praktik Dharma dan sebagainya, cepat atau lambat, pada satu titik pasti ada sebuah kilesa kuat yang muncul di dalam batin kita, dan di bawah pengaruh kilesa ini kita pasti menciptakan karma-karma yang akan menjerumuskan kita ke dalam alam rendah pada kehidupan berikutnya. Jadi, sesungguhnya kita belum bebas dari bahaya.
Jadi, walaupun Anda memiliki serangkaian kelahiran kembali yang baik, apakah itu sebagai manusia atau dewa, dan menikmati kondisi-kondisi yang baik di alam tersebut, namun Anda belum sepenuhnya lolos dari resiko untuk terlahir di alam rendah. Cepat atau lambat salah satu kilesa akan muncul dan menjerumuskan Anda ke alam rendah. Tambahan, dalam keseluruhan rangkaian kelahiran-kelahiran yang baik yang disebut alam-alam tinggi itu pun, Anda sebenarnya belum sepenuhnya bebas dari penderitaan, karena masih harus mengalami penderitaan yang diakibatkan oleh proses kelahiran, penuaan, sakit, dan mati.
Jadi, kita sudah bisa melihat, tak peduli seberapa banyak kelahiran kembali yang baik yang didapatkan, dari satu kelahiran yang baik ke kelahiran baik berikutnya, cepat atau lambat kita pasti akan jatuh ke alam rendah dan mengalami penderitaan-penderitaan hebat di sana. Jadi, ini belum menjawab kebutuhan kita dengan memuaskan. Yang kita inginkan adalah kebahagiaan setiap saat, jadi satu-satunya solusi adalah kita harus berhenti untuk terlahir kembali di dalam samsara. Kita harus berhenti mendapatkan skandha yang tercemar yang didapatkan melalui pengaruh karma dan kilesa ini barulah kita bisa mendapatkan akses untuk menikmati kebahagiaan yang sejati dan benar-benar memuaskan. Artinya, kebahagiaan berupa pembebasan dari samsara.
Satu-satunya cara bagi kita untuk membebaskan diri dari samsara adalah menghancurkan akar penyebab samsara, yaitu sikap mencengkeram adanya eksistensi diri yang berdiri sendiri.
Kalau kita membandingkan kebahagiaan pembebasan dari samsara dengan kebahagiaan-kebahagiaan samsarik yang bisa kita nikmati, katakanlah kita bisa menikmati ratusan hingga ribuan bentuk-bentuk kelahiran yang baik, yang berlanjut dari satu kelahiran yang baik ke kelahiran baik berikutnya, maka kebahagiaan samsarik ini tidak sebanding bahkan dengan satu bagian kecil dari kebahagiaan berupa pembebasan dari samsara. Kebahagiaan pembebasan dari samsara adalah kebahagiaan yang murni dan tidak tercemar. Pembebasan dari samsara itu sendiri mengandung makna “bebas†dan “kebebasanâ€, di mana makhluk yang sudah terbebaskan ini memiliki kemampuan yang jauh lebih besar untuk menolong makhluk-makhluk lain.
Pencapaian pembebasan dari samsara adalah sesuatu yang luar biasa. Kita secara otomatis akan menjadi Ratna Sangha, yang berfungsi sebagai objek perlindungan bagi makhluk lain. Tapi, kalau kita tilik lebih saksama lagi terhadap pembebasan dari samsara secara pribadi ini, maka kita akan menemukan kenyataan bahwa walaupun kita sudah bisa mencapai tujuan pribadi kita, namun kita belum menaklukkan semua ketidaksempurnaan dan semua kesalahan. Kita juga belum berhasil mencapai kesempurnaan semua kualitas-kualitas bajik yang mungkin bisa dicapai hingga tahap yang tertinggi.
Dari sudut pandang kita secara pribadi, kita belum memasuki jalan, artinya kita belum mengembangkan kapasitas kita secara sempurna untuk menolong semua makhluk. Mengapa demikian? Semata-mata karena kita belum mencapai kemaha-tahuan dan juga belum menyempurnakan kualitas-kualitas bajik berupa kebijaksanaan, welas-asih, aktivitas/ kekuatan hingga ke tingkat di mana semuanya sudah berjalan spontan dan tanpa upaya. Kalau belum mencapai ini semua, maka kemampuan kita untuk menolong makhluk lain masih terbatas.
Di sisi lain, kalau kita bisa mencapai tingkat Kebuddhaan, bukan hanya pembebasan samsara yang biasa, itu berarti kita sudah mencapai semua tujuan-tujuan pribadi kita hingga tingkatan tertinggi, dan kita juga sudah menghilangkan semua kesalahan dan memperoleh semua kualitas-kualitas bajik. Kesimpulannya, pada tingkatan ini kita sudah mencapai tingkat kebahagiaan yang terunggul, tertinggi, paling puncak dan paling bahagia yang bisa dicapai.
Sampai di sini, kita sudah melihat berbagai jenis tingkat kebahagiaan. Pertanyaan berikutnya: apakah tingkat kebahagiaan itu bisa dicapai? Jawabannya akan diberikan setelah kita istirahat sebentar.
Istirahat sebentar – 4:48
Sumber: catatan tangan penerjemah Bahasa Indonesia
Foto-foto oleh Angga Wong.