Bait di atas menjelaskan bahwa kemuliaan terlahir sebagai manusia yang sudah berhasil Anda dapatkan diibaratkan seperti perahu atau kapal yang bisa membawa Anda menyeberangi lautan penderitaan samsara yang luas dan dalam. Semata-mata karena Anda sudah mendapatkan tubuh dan batin seorang manusia, yang mengandung potensi untuk mengakhiri penderitaan Anda, yang kalau tidak berarti Anda harus mengalami penderitaan yang besar. Sekarang Anda telah memiliki kesempatan untuk bebas, janganlah menyerah pada kebodohan batin (kita memiliki banyak sekali kebodohan batin). Batin kita terhalangi oleh segala jenis kebodohan, berikut faktor-faktor lainnya, seperti kemalasan, pengalihan perhatian, dan lain sebagainya.
Kalau Anda menyerah pada kemalasan, dsb, itu berarti Anda telah menyia-nyiakan sebuah kesempatan yang sangat berharga untuk memanfaatkan potensi Anda, yang bisa digunakan untuk mencapai kebahagiaan sementara maupun tertinggi, baik untuk diri sendiri maupun semua makhluk.
Tujuan utama kita adalah menghentikan penderitaan dan membebaskan diri dari semua masalah. Tujuan ini hanya bisa tercapai kalau kita sudah menyeberangi lautan penderitaan samsara yang luas dan dalam, artinya membebaskan diri dari samsara secara keseluruhan, sebagaimana yang dimaksud pada baris kedua kutipan di atas.
Barangkali Anda semua sudah paham apa itu samsara, tapi sebagai pengingat, samsara adalah panca-skhanda yang sudah Anda dapatkan dari karma dan kilesa. Selama Anda masih mempertahankan skhanda seperti ini, mustahil bagi Anda untuk lolos atau terhindar dari penderitaan samsara. Karena itu, menghentikan penderitaan berarti membuang skhanda yang didapatkan dari karma dan kilesha ini.
Istilah ‘skhanda’ mungkin sudah tidak asing bagi mereka yang sering mendengarnya atau mempelajarinya. Bagi yang belum, mungkin letak penting istilah skhanda tidak begitu Anda pahami. Ringkasnya, istilah ‘skhanda’ merujuk pada lima agregat, yang bisa diringkas menjadi dua, tubuh dan batin. Bukan berarti saya memukul rata dengan menganggap Anda semua sebagai makhluk samsara, tapi bagi Anda yang memang merupakan makhluk samsara, artinya bukan Arya dan masih makhluk biasa, maka Anda harus memahami bahwa selama Anda masih mempertahankan agregat yang didapatkan melalui karma dan kilesa, maka tidak mungkin bagi Anda untuk merasakan kebahagiaan sejati.
Satu-satunya solusi untuk mengatasi permasalahan Anda adalah dengan membuang skhanda Anda saat ini, dalam arti mengatasinya. Kalau pun ada waktu di mana Anda hendak berupaya melakukan sesuatu, inilah saatnya. Ada sebuah ungkapan guru-guru besar Kadam yang menggambarkan situasi Anda sekarang. Yakni, Anda sekarang sedang mendorong sebuah bongkahan besar menuju puncak gunung dan Anda sekarang sudah sampai di pertengahan jalan. Jadi, di titik pertengahan inilah adalah saatnya bagi Anda untuk melanjutkan perjuangan, untuk sampai ke puncak.
Jadi, analogi di atas menggambarkan seseorang yang mengangkut sebuah bongkahan besar, bisa berupa bongkahan tembaga atau apapun juga. Bongkahan ini sudah berhasil didorong hingga ke tengah gunung. Jika tidak hati-hati, atau jika Anda melepaskan pegangan, maka bongkahan ini jatuh berguling-guling ke dasar gunung dan kalau sudah begitu akan sangat sulit untuk mendorongnya ke atas lagi. Jadi, karena sudah separuh jalan, sebenarnya tidak begitu susah bagi Anda untuk mendorongnya hingga ke atas.
Sama halnya dengan perkembangan kemajuan Anda saat ini. Ibaratnya Anda sudah berhasil mencapai setengah jalan untuk meraih tujuan Anda. Kalau misalnya di saat ini Anda justru mengendurkan semangat dan melemah, misalnya menyerah pada kebiasaaan-kebiasaan lama, maka Anda akan merosot dan susah sekali untuk mulai dari awal lagi.
Analogi tersebut lebih lanjut menggambarkan betapa kita semua sudah mengembara di alam-alam rendah, tapi sekarang, berkat keberuntungan luar biasa dan juga berkat karma-karma bajik, pada kehidupan ini kita berhasil lolos dari alam rendah dan terlahir sebagai manusia dengan kondisi-kondisi unggul yang dilengkapi dengan kebebasan dan anugerah. Kita sudah mencapai setengah jalan dari upaya kita dalam menaikkan bongkahan beban ini. Karena itu, justru pada titik inilah kita harus berjuang mati-matian, untuk bertahan dan tidak melepaskan harapan untuk mencapai tujuan. Tujuan kita tidak lain tidak bukan untuk mendorong bongkahan ini ke puncak gunung. Penting sekali analogi ini dipahami dan disadari.
Berhubung sekarang adalah waktu untuk melanjutkan perjuangan kita untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan, maka kita harus bertumpu pada sebuah metode. Itulah sebabnya saya di sini untuk mengajarkan apa yang telah diajarkan oleh Buddha dan Anda sekalian ada di sini untuk mendengarkannya. Penting sekali bagi pihak yang memberikan ajaran dan mendengarkan, untuk sama-sama memiliki motivasi yang bajik.
Sebagaimana telah dijelaskan kemarin, sebagai buddhis Anda tahu motivasi seperti apa yang harus dibangkitkan. Singkatnya, Anda bertekad untuk mengakhiri penderitaan semua makhluk dan menuntun mereka pada kebahagiaan. Untuk mencapai tujuan ini, Anda sadar bahwa Anda harus mencapai Kebuddhaan terlebih dahulu. Untuk tujuan inilah, Anda berada di sini untuk mendengarkan ajaran dan setelah didengar Anda bertekad untuk mempraktikkannya.
Bagi nonbuddhis, apakah Anda memiliki kepercayaan tertentu atau tidak, penting sekali bagi Anda untuk membangkitkan motivasi yang bajik pula. Anda harus menyadari betapa Anda telah mendapatkan kemuliaan terlahir sebagai manusia yang mengandung potensi yang sangat besar. Dengan kesadaran ini, Anda berniat untuk memanfaatkan kehidupan Anda dengan sebaik-baiknya, artinya berniat untuk menolong sebanyak-banyaknya makhluk yang bisa Anda tolong. Untuk menolong orang, Anda sendiri harus mengembangkan dan menambah kekuatan diri Anda sendiri, artinya menambah dan memperkuat kualitas-kualitas bajik Anda. Untuk alasan inilah Anda ada di sini untuk mendengarkan ajaran.
Saya mohon Anda semua untuk membangkitkan motivasi sebagaimana yang baru saja dijelaskan. Ambillah beberapa menit untuk mengembangkan kerangka berpikir tersebut.
Kemarin saya sudah menjelaskan mengenai kebahagiaan dan ada empat jenis kebahagiaan. Yang pertama adalah kebahagiaan pada kehidupan saat ini, yang mencakup kebahagiaan fisik dan mental. Berikutnya, kebahagiaan pada kehidupan mendatang, yakni jenis kebahagiaan yang sudah meningkat tapi belum lengkap. Selanjutnya, kebahagiaan yang sudah stabil, yakni kebahagiaan yang sudah tidak bisa merosot. Dengan kata lain, kebahagiaan dari pembebasan samsara. Yang terakhir, keempat, kebahagiaan tertinggi dari pencapaian pencerahan lengkap sempurna, yaitu Kebuddhaan.
Kembali pada kebahagiaan jenis pertama, yaitu kebahagiaan pada kehidupan saat ini saja. Inilah kebahagiaan yang dikejar oleh sebagian besar makhluk, bukan hanya manusia, tapi termasuk binatang. Kita harus berhati-hati membedakan antara kebahagiaan pada kehidupan saat ini saja dengan kebahagiaan pada kehidupan saat ini. Ini adalah dua frase yang digunakan dalam Buddhisme dan keduanya tidak sama. Yang pertama, kebahagiaan pada kehidupan saat ini saja, inilah jenis kebahagiaan yang diincar oleh makhluk hidup, baik manusia maupun binatang. Yang kedua, kebahagiaan pada kehidupan saat ini, tapi tidak ada kata ‘saja.’ Artinya, kebahagiaan ini masih terbuka, untuk ditambahkan jenis kebahagiaan yang lebih besar, karena kita bisa mengejar kebahagiaan pada saat ini sekaligus kebahagiaan pada kehidupan mendatang.
Buddhis percaya pada kelahiran kembali, oleh karenanya praktik buddhis apapun bisa ditujukan untuk kebahagiaan di kehidupan saat ini dan mendatang. Agama atau kepercayaan apapun yang mengakui kehidupan yang akan datang juga bisa menetapkan tujuan kebahagiaan yang sama, ini bukan sesuatu yang eksklusif untuk Buddhisme saja. Sebaliknya, binatang tidak bisa mengejar kebahagiaan pada kehidupan mendatang.
Kebahagiaan jenis yang ketiga, yaitu kebahagiaan yang sudah mencapai tingkat yang stabil, mengandung implikasi seorang makhluk yang sudah sepenuhnya membuang samsaranya. Dengan kata lain, membebaskan dirinya sendiri dari samsara secara keseluruhan. Istilah ‘pembebasan’ dalam buddhis mengandung arti pembebasan dari samsara secara keseluruhan. Ini berbeda dengan istilah ‘pembebasan’ di agama dan kepercayaan lain.
Berikutnya adalah kebahagiaan tertinggi dari pencapaian pencerahan lengkap sempurna, Kebuddhaan. Ini adalah jenis kebahagiaan yang ekslusif hanya ada di Buddhisme.
Nasihat apa yang diberikan oleh Guru Buddha menyangkut kebahagiaan dan pencapaian kebahagiaan? Guru Buddha tidak memberikan nasihat yang mengingkari perlunya seseorang mendapatkan kebahagiaan, pun tidak memberikan nasihan yang melarang pengejaran kebahagiaan. Apa yang disarankan oleh Guru Buddha kepada pengikut-pengikutnya adalah semata-mata untuk tidak mengejar kebahagiaan pada kehidupan saat ini saja. Artinya, jangan mengandalkan kebahagiaan Anda pada kebahagiaan pada kehidupan saat ini saja.
Dalam Buddhisme, seseorang yang mengejar kebahagiaan pada kehidupan saat ini tidak termasuk seorang praktisi buddhis yang sesungguhnya. Seseorang yang mengejar kebahagiaan pada kehidupan saat ini saja dikatakan memiliki tujuan yang paling kecil, boleh dibilang tujuan yang sangat terbatas dan sempit sekali. Sebagai perbandingan, seseorang sebenarnya bisa mengejar kebahagiaan pada kehidupan saat ini, berikut kebahagiaan pada kehidupan mendatang. Jadi, aspirasi yang lebih tinggi adalah mengejar kebahagiaan pada kehidupan berikutnya, dan berikutnya lagi, berikutnya lagi, dan seterusnya. Aspirasi seperti ini jauh lebih berkembang daripada tujuan sempit orang pertama tadi.
Di antara praktisi buddhis sendiri, jumlah terbesarnya mencakup praktisi yang mengejar kebahagiaan pada kehidupan saat ini dan mendatang. Praktisi ini tidak bisa melihat adanya tujuan yang lebih tinggi daripada ini. Dan di antara praktisi buddhis yang hanya mengejar kebahagiaan pada kehidupan mendatang dan tidak bisa melihat lebih jauh daripada ini, mereka ini dianggap sebagai praktisi dengan motivasi paling rendah. Karena kapasitasnya yang terbatas, mereka disebut makhluk dengan motivasi kecil. Makhluk bermotivasi kecil tidak bisa melihat dan mengejar pencapaian pembebasan yang bebas dari penderitaan secara keseluruhan. Ini di luar kapasitas mereka.
Kategori praktisi buddhis lainnya, yang sudah memiliki pemahaman yang lebih luas, mampu melihat adanya pencapaian pembebasan dari samsara secara keseluruhan. Mereka menyadari adanya kemungkinan untuk mengakhiri penderitaan secara keseluruhan. Mereka menyadari bahwa selama mereka masih berada di dalam samsara, mereka akan tetap mengalami penderitaan yang diakibatkan oleh karma. Tentu saja bukan semua karma merupakan penyebab samsara, tapi karma yang tercemar atau terkontaminasi oleh kilesa. Selain karma, penyebab penderitaan adalah penyebab karma, yaitu kilesa. Kedua hal inilah yang merupakan penyebab samsara. Makhluk yang sudah lebih berkembang ini menyadari bahwa kedua penyebab ini bisa diatasi.
Mereka menyadari bahwa di antara semua jenis kilesa, yang merupakan penyebab akar samsara adalah sejenis kebodohan batin, yaitu sikap mencengkeram keakuan, sebuah konsepsi adanya diri atau aku yang keliru. Sikap yang keliru ini bisa dihadapi dan diatasi, serta dihapuskan sepenuhnya dari batin seorang makhluk. Makhluk-makhluk seperti ini menyadari bahwa pembebasan dari samsara adalah tujuan yang bisa diraih, semata-mata karena penyebab akar samsara bisa dihancurkan, maka samsara itu sendiri bisa dihancurkan.
Kita semua membawa-bawa apa yang disebut sebagai kebodohan batin di dalam batin kita. Tapi, bagaimana sifat dari kebodohan batin yang kita bawa ini? Mereka bukanlah bagian yang intrinsik atau tak bisa dipisahkan. Kita memang memiliki faktor-faktor tersebut, tapi itu bukanlah bagian yang intrinsik dari batin kita. Faktor-faktor tersebut ada dalam batin kita karena didukung oleh faktor-faktor lainnya. Jadi, faktor-faktor negatif ini sesungguhnya hanya bersifat sementara, bukan sesuatu yang definitif atau pasti. Oleh sebab itu, kebodohan batin ini bisa dienyahkan dari batin kita.
Kebodohan batin kita bukan merupakan sesuatu yang intrinsik atau tak terpisahkan dari sifat dasar batin kita. Walaupun sering kali muncul, tapi ada saat-saat tertentu di mana batin kita tidak diwarnai oleh kebodohan batin, artinya batin kita berada pada kondisi tidak tercemar kebodohan. Ada saat-saat di mana kita memiliki kebijaksanaan. Jika kebodohan batin merupakan bagian intrinsik atau tak terpisahkan dari batin kita, maka itu tidak sejalan dengan sifat batin yang bijaksana, karena kita memang memiliki kebijaksanaan menyangkut objek-objek tertentu. Jadi, walaupun kita memang memiliki kebodohan batin, tapi kita juga memiliki kebijaksanaan. Oleh sebab itu, terbukti bahwa kebodohan batin bukanlah sesuatu yang tak terpisahkan dari batin kita.
Contoh paling nyata bisa kita lihat pada seorang anak kecil. Ketika seorang anak lahir, tentu ia membawa serta sifat kebodohan batinnya berkaitan dengan kemampuan membaca dan menulis, misalnya. Tapi, seiring berkembangnya anak, ia belajar di sekolah, sehingga kebodohan batinnya dihilangkan sehubungan subjek-subjek tertentu. Ketika anak ini sudah belajar membaca dan menulis, secara bertahap ia mengatasi kebodohan batinnya terhadap kemampuan membaca dan menulis. Selanjutnya ia juga bisa mengatasi kebodohan batinnya pada subjek-subjek lain seiring dengan semakin banyak yang dipelajarinya di sekolah.
Jika kebodohan batin anak itu merupakan bagian intrinsik, artinya tak terpisahkan darinya, maka mustahil bagi anak itu untuk mempelajari apapun. Karena kebodohan batin bukan bagian tak terpisahkan atau bagian intrinsik dari sifat batin anak itulah, makanya kebijaksanaan bisa dicapai. Kalau kebodohan batin merupakan bagian intrinsik dari batin seorang makhluk, maka kapanpun batinnya berfungsi, ia akan selalu diwarnai oleh kebodohan batin, yang tentu saja bukan demikian halnya.
Lanjut pada analogi seorang anak kecil yang menimba ilmu di sekolah. Ketika ia semakin mempelajari banyak hal, maka ia mengatasi semakin banyak kebodohan batin dan halangan mentalnya. Pengetahuan dan kebijaksanaannya pun meningkat, berbanding lurus dengan berkurangnya kebodohan batinnya. Berikutnya, ketika anak ini tumbuh dewasa dan melanjutkan hingga pendidikan tinggi, ia pun masih akan tetap memiliki kebodohan batin. Akan tetapi, menurut pandangan buddhis, jika seseorang berupaya menghilangkan kebodohan batinnya terus-menerus, maka ia akan semakin memperoleh kebijaksanaan, sampai akhirnya ia merampungkan proses tersebut. Artinya, membuang semua bentuk kebodohan batin dan mengembangkan kebijaksanaan hingga tingkat tertinggi. Inilah konsep mendasar pandangan buddhis yang sangat penting sekali.
Dalam bahasa Tibet, kata untuk ‘Buddha’ dialih-bahasakan menjadi dua suku kata: Sang-Gye. Sang mengandung makna penghapusan menyeluruh, penanggalan, pemurnian semua halangan. Gye mengandung arti perkembangan hingga tingkat tertinggi. Jadi, seorang Buddha adalah seseorang yang sudah membuang semua halangannya secara keseluruhan dan mengembangkan kualitas-kualitas bajiknya hingga mencapai kesempurnaan. Jadi, Sang mengandung makna penghapusan, Gye berarti pencapaian.
Seorang makhluk yang beraspirasi untuk mencapai pembebasan dari samsara secara keseluruhan berikut semua penderitaannya, mengembangkan aspirasi ini dengan dasar pemahaman bahwa kebodohan batin bisa dibuang atau dihancurkan dengan kebijaksanaan. Di atas dasar pemahaman inilah, seseorang beraspirasi untuk mencapai pembebasan samsara, yang berarti ia tidak lagi harus mengalami penderitaan samsara untuk selama-lamanya.
Pembebasan dari samsara lebih lanjut bisa dibagi menjadi dua sub-kategori. Pertama, mereka yang beraspirasi mencapai pembebasan samsara untuk tujuan pribadi. Artinya, makhluk yang hanya berkeinginan untuk mengatasi penderitaannya sendiri saja dan berhenti sampai di sini. Yang kedua, mereka yang beraspirasi untuk mencapai pembebasan samsara untuk mengatasi penderitaannya sendiri, berikut penderitaan semua makhluk.
Dari pembagian dua sub-kategori itulah Buddhisme kemudian bisa dibagi menjadi dua jenis kendaraan. Pertama, adalah Pratimoksayana, yaitu kendaraan pencapaian pembebasan pribadi. Kedua, Mahayana, kendaraan besar.
Jika kita ingin menghentikan penderitaan, maka kita perlu menghentikan sebab-sebabnya. Kalau kita tidak mengatasi penderitaan langsung pada sebab-sebabnya, maka kita bisa mengatasi penderitaan untuk sementara waktu, tapi tidak bisa mencapai kebahagiaan sejati, yang bebas dari segala penderitaan secara pasti. Sebagaimana sudah dijelaskan tadi, penyebab penderitaan adalah karma yang terkondisikan atau dihasilkan oleh kilesa. Jadi, karma dan kilesa merupakan dua penyebab samsara.
Penyebab samsara adalah (1) karma yang terkontaminasi, dan penyebabnya, (2) kilesa. Kategori karma sangat luas dan tidak semua karma merupakan penyebab penderitaan samsara, karena karma-karma tertentu berfungsi menghasilkan kebahagiaan. Tergantung jenis karmanya, karma yang terpengaruh oleh kilesa dan bersifat negatif, merupakan penyebab penderitaan. Sedangkan karma yang terpengaruh oleh kilesa tapi bersifat bajik merupakan penyebab kebahagiaan.
Di antara kategori karma yang berasosiasi dengan kilesa, kita bisa membaginya menjadi dua jenis. Sebagian besar karma yang terkontaminasi kilesa dan bersifat nonbajik, ini adalah sumber penderitaan. Kategori lainnya adalah jenis karma yang terkontaminasi kilesa tapi bersifat bajik. Karma ini bisa menghasilkan kebahagiaan, tapi kebahagiaan yang sifatnya sementara. Jadi, karma bajik yang terkontaminasi oleh kilesa bisa menghasilkan kebahagiaan, tapi kebahagiaan temporer.
Kalau kita lihat kemelekatan lebih mendalam, walaupun sebagian besar karma yang didorong oleh kilesa kemelekatan adalah karma yang menjerumuskan kita ke alam rendah, tapi dalam kasus-kasus tertentu, kemelekatan jenis tertentu bisa menginspirasi seseorang untuk berbuat kebajikan. Misalnya kemelekatan pada kebahagiaan sementara berupa kelahiran di alam-alam tinggi. Kemelekatan pada kebahagiaan di alam tinggi bisa mendorong seseorang untuk berperilaku baik, walaupun tentu saja ia mengumpulkan karma-karma bajik yang didorong oleh kilesa kemelekatan. Ini tetap bisa mendorongnya berbuat bajik dan menghasilkan kebahagiaan samsarik.
Di sisi lain, kilesa kemarahan atau kebencian hanya akan menghasilkan karma-karma negatif yang akan menjerumuskan seseorang ke alam rendah. Berbeda dengan kilesa kemelekatan, kilesa kemarahan tidak memiliki contoh-contoh di mana kilesa ini mendorong seseorang untuk berperilaku bajik dan mengumpulkan karma-karma positif. Dengan demikian, kilesa kemarahan tidak bisa menghasilkan kebahagiaan samsarik. Untuk alasan inilah, di antara semua kilesa, kilesa kemarahan atau kebencian adalah kilesa yang paling buruk.
Ketidaksabaran adalah kata lain dari kemarahan. Dari semua kilesa, kilesa kemarahan atau kebencian adalah yang paling berbahaya. Penting sekali bagi kita untuk melawan semua kilesa, tapi yang paling utama adalah kilesa kemarahan. Selanjutnya saya akan menjelaskan bagaimana melawan atau menerapkan penawar untuk berbagai kilesa yang disebutkan tadi, yaitu penawar-penawar untuk kilesa kemelekatan, kemarahan, dan seterusnya.
(jl)