Catatan Perangkum: Rangkuman siaran web ajaran yang disampaikan oleh Yang Mulia Dagpo Rinpoche ini disiarkan langsung dari Insitute Ganden Ling, Veneux-les-Sablons, Perancis, dan diterima di aula utama Dharma Center Kadam Choeling Indonesia pada Sabtu malam, 9 April 2011, pukul 19:00 hingga 21:00. Pada awalnya sempat terjadi gangguan koneksi internet selama beberapa menit, namun menit-menit berikutnya hingga selesai sesi ini, siaran bisa diterima dengan baik. Rangkuman ini bukan transkrip utuh, namun tetap mencakup sebagian besar kata-kata yang disampaikan langsung oleh Rinpoche.
Kita harus menghargai kondisi yang penuh dengan kebebasan dan keberuntungan yang sudah kita dapatkan sekarang ini. Walaupun kebanyakan orang masih harus berjuang untuk mencari makan dan penghasilan, tapi tak ada satupun orang di sini yang terlalu miskin atau terlalu lapar sehingga menciptakan halangan besar bagi mereka untuk hadir di sini. Ini tentu satu contoh kebebasan buat kita semua. Contoh kebebasan lainnya adalah yang berkaitan dengan kebebasan berpikir. Secara umum, kita tinggal di negara yang bebas sehingga bebas berpikir. Ini adalah kondisi istimewa yang harus kita sadari dan syukuri. Jadi, secara umum kita sudah terbebas dari halangan-halangan fisik dan mental.
Halangan fisik misalnya gangguan kesehatan. Barangkali ada di antara Anda yang mengalami sakit lutut atau sakit punggung, yang tentu saja adalah hal yang wajar dan alami. Tapi tidak ada yang mengalami sakit sedemikian parahnya sehingga menghalangi Anda untuk bepergian dari satu tempat ke tempat lain.
Secara umum pula, Anda semua di sini tidak memiliki halangan yang mencegah Anda untuk berpikir dengan jernih. Ini adalah keberuntungan yang tidak boleh dianggap remeh. Kalau kita benar-benar mengamati orang-orang di sekeliling kita, sebenarnya ada banyak sekali orang-orang yang memiliki halangan untuk berpikir dengan jernih, apakah itu dikarenakan rasa sakit yang mereka alami, sehingga mereka tidak bisa memikirkan apapun kecuali rasa sakit tersebut. Kita sangat beruntung tidak berada pada situasi demikian. Seandainya kita seperti itu, maka kita tidak bisa duduk tenang di sini serta tidak mendapatkan kesempatan untuk mendengarkan ajaran dengan nyaman pula.
Jadi, dari aspek batin atau mental, tidak ada halangan atau rintangan yang mencegah kita untuk berpikir dengan jernih. Artinya kita tidak menderita penyakit mental atau gangguan jiwa yang menyebabkan kita tidak bisa berpikir. Tambahan dari situasi batin kita adalah kita tidak sepenuhnya terjebak dalam urusan-urusan hidup ini saja sehingga tidak bisa memikirkan kehidupan yang akan datang sama sekali. Sehingga, selain memikirkan kehidupan saat ini, kita juga memiliki kemampuan untuk memikirkan kehidupan yang akan datang, yakni kesejahteraan dan kebahagiaan di kehidupan-kehidupan mendatang tersebut.
Seandainya ada yang belum mampu memikirkan kehidupan yang akan datang, minimal kita di sini memikirkan perkembangan diri menjadi seseorang yang lebih baik, artinya tidak berpuas diri dengan situasi sekarang dan menginginkan perubahan ke arah yang lebih baik, dalam hal mengembangkan cara berpikir dan memperbaiki sikap kita. Ini adalah sikap dan pemikiran yang berharga.
Kalau kita amati situasi kita, maka hal-hal yang dijelaskan di atas menjadi sangat nyata. Akan sangat baik sekali kalau Anda sekalian mengambil waktu sejenak untuk merenungkan dan mengamati penjelasan yang baru saja diberikan, sehingga Anda benar-benar bisa menghargai betapa luar biasanya kondisi unggul yang Anda miliki, sekaligus bersukacita terhadapnya.
Begitu kita sudah memiliki kondisi unggul demikian, artinya sudah tersedia di hadapan kita, pertanyaannya, apa yang harus kita lakukan? Jawaban dari pertanyaan ini bisa diperoleh dari kutipan dari Arya Chandragomin yang menguraikan bahwa begitu seseorang sudah memiliki kemuliaan terlahir sebagai manusia, maka ia memiliki kesempatan untuk membebaskan diri dari lautan penderitaan samsara yang sedang dialaminya sekarang. Lebih lanjut, orang ini juga memiliki kesempatan untuk menanam benih pencerahan sempurna. Dengan demikian, kelahiran sebagai manusia ini seratus ribu kali lebih berharga daripada permata pengabul harapan. Bagi mereka yang sudah mendapatkan kelahiran seperti ini, bagaimana mungkin mereka tidak menarik manfaat penuh darinya?
Agar kita tidak menyia-nyiakan kesempatan berharga yang ditawarkan oleh kehidupan seperti ini, apa yang mesti kita lakukan? Perlu diingat bahwa kita harus berhati-hati untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan yang sudah sedemikian berharga, dengan segala kondisi yang sangat menguntungkan, yang mengandung segala kemungkinan bagi kita untuk mencapai tujuan apapun yang kita niatkan untuk dicapai. Kita bisa memperoleh kelahiran kembali yang baik pada kehidupan berikutnya. Lebih jauh, kita bisa membebaskan diri sepenuhnya dari samsara secara keseluruhan. Bahkan, jauh lebih baik lagi, kita bisa memanfaatkan kehidupan ini untuk mencapai Kebuddhaan yang lengkap dan sempurna, sehingga bisa membebaskan semua makhluk dari penderitaan dan menuntun mereka pada kebahagiaan.
Tentu saja pilihan terbaik bagi kita adalah tujuan mencapai Kebuddhaan yang lengkap dan sempurna. Dengan demikian, barulah kita bisa memenuhi tujuan pribadi kita sendiri, sekaligus memenuhi tujuan semua makhluk. Kalau kita belum bisa mencapai Kebuddhaan pada kehidupan saat ini juga, maka pilihan terbaik berikutnya adalah membebaskan diri sepenuhnya dari penderitaan samsara secara keseluruhan, yakni merealisasikan Marga Penglihatan pada jalan Mahayana. Dengan kata lain, menjadi seorang Arya Bodhisattwa. Tapi kalau masih belum bisa juga, maka batasan paling minimum adalah menghindari kelahiran di alam rendah pada kehidupan berikutnya. Sebaliknya, kita harus bertujuan untuk mendapatkan kelahiran kembali yang baik agar bisa melanjutkan pelajaran, perenungan, dan meditasi pada Tahapan Jalan Menuju Pencerahan yang sudah kita lakukan pada kehidupan saat ini. Artinya, melanjutkan dari apa yang sudah berhasil kita capai pada kehidupan saat ini. Inilah tujuan paling minimum yang harus kita capai.
Mengapa kita harus menetapkan tujuan demikian? Semata-mata karena kita tidak ingin menderita, bahkan ketidak-nyamanan paling kecil sekali pun, dan sebaliknya, kita menginginkan kebahagiaan yang terus-menerus meningkat. Apa sih sumber dari semua permasalahan kita? Memang ada faktor-faktor eksternal yang berperan dalam menghalangi kebahagiaan kita, tapi sumber atau sebab utamanya terletak di dalam diri kita sendiri, artinya cara berpikir dan sikap kita sendiri yang masih keliru dan tidak sesuai dengan kenyataan sesungguhnya.
Karena itu, untuk mengubah situasi ini berarti kita harus mengubah diri sendiri dari dalam. Kita berniat untuk mempertahankan kondisi-kondisi baik yang kita miliki sekarang untuk jangka waktu selama mungkin, tapi kita tidak tahu seberapa lama kita masih bisa menikmati kondisi baik demikian. Walaupun kita berkeinginan untuk mempertahankannya, tapi kita tidak tahu seberapa lama waktu yang tersisa bagi kita, karena kondisi-kondisi yang menguntungkan ini bisa berakhir kapan saja dalam waktu yang singkat.
Apa artinya? Ini berarti kita harus menerapkan metode-metode untuk mentransformasikan diri kita sekarang juga! Jangan menunda-nunda hingga besok atau keesokan harinya. Tentu saja kita masih akan menerapkan metode ini pada hari-hari esok, tapi yang paling penting adalah kita mulai sekarang juga, dan tidak menunda-nunda bahkan satu momen pun lagi. Kalau kita terus-menerus menunda hingga waktu yang akan datang, maka tahu-tahu kita sudah dijatuhkan oleh kematian dan ketidak-kekalan yang menimpa kita, dan ini berarti segala sesuatu sudah terlambat.
Mungkin ada yang bertanya, “Kalau begitu, apa yang mesti kulakukan? Apakah aku harus meninggalkan semuanya dan pergi ke India atau China?” Tidak mesti demikian. Kita bisa mulai dari mengubah cara berpikir. Apapun kondisi batin kita sekarang, maka kita bisa mulai dari situ. Artinya, kita mulai dari apapun yang kita miliki sekarang, dan dari situ, kita berjuang untuk mengurangi kesalahan-kesalahan dan memperkuat kualitas-kualitas bajik ataupun mengembangkan kualitas-kualitas yang belum kita miliki.
Sebenarnya, siapapun bisa berupaya dengan cara demikian. Tidak mesti buddhis saja. Siapa saja, tanpa memandang agama, keyakinan, atau jalan spiritual apapun, selama ia masih memiliki batin, maka ia harus mengembangkan batinnya. Semata-mata karena semua makhluk menginginkan kebahagiaan dan tidak menginginkan penderitaan, dan satu-satunya cara untuk memperolehnya adalah dengan mengembangkan diri sendiri, mengembangkan cara berpikir, dan seterusnya.
Bagi Anda yang sudah pernah mendengarkan penjelasan ajaran Lamrim sebelumnya, maka Anda pasti mengerti apa yang sedang dijelaskan di sini. Artinya, topik-topik Lamrim apa saja yang harus diupayakan bagi mereka yang sudah pernah mendengarkan ajaran ini sebelumnya. Sedangkan, bagi Anda yang baru pertama kali mendengarkan penjelasan Lamrim, saya akan memberikan ringkasannya. Yakni, kita semua harus berupaya mengurangi kesalahan dan sifat-sifat jelek kita, misalnya kemelekatan, kemarahan, kesombongan, kecemburuan, kemalasan, berbagai jenis kebodohan batin, dan seterusnya. Secara paralel, kita harus mengembangkan kualitas-kualitas bajik, misalnya, cinta kasih, welas asih, kemurahan hati, kesabaran, konsentrasi, kebijaksanaan, dan seterusnya.
Kebanyakan dari Anda barangkali sudah berupaya untuk melakukan apa yang tadi dijelaskan. Artinya, Anda berkeinginan atau berniat untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Barangkali ada banyak yang sudah berhasil hingga tingkatan tertentu, tapi mungkin masih banyak juga yang menghadapi kesulitan. Saya sendiri masih menghadapi kesukaran. Saya tahu bahwa saya masih menghadapi masalah. Saya rasa saya tidak sendirian dalam menghadapi kesukaran ini, karena banyak di antara Anda, yang walaupun memiliki niat untuk berubah, tapi masih tetap menghadapi kesulitan untuk melakukannya.
Kalau kita bicara tentang mengembangkan batin, berarti kita bicara tentang bagaimana menjinakkan batin kita, dan inilah sesungguhnya inti dari ajaran Buddha, sekaligus tugas yang paling sulit untuk dilakukan. Kalau kita lihat aspek-aspek praktik buddhis, misalnya melafalkan doa, bermeditasi, melafalkan mantra, belajar; sesungguhnya itu semua tidak begitu sukar untuk dilakukan. Yang sukar adalah mengendalikan dan menjinakkan batin kita sendiri. Bahkan, melakukan retret pun sebenarnya tidak begitu susah dibandingkan dengan upaya menjinakkan batin sendiri.
Kalau kita belum mengamati batin secara mendalam, maka mungkin kita merasa baik-baik saja dan tidak ada permasalahan besar di sana. Tapi, sesungguhnya, batin kita adalah fenomena yang sangat rumit, kompleks, dan penuh dengan tipu muslihat. Kalau kita cermati secara mendalam, maka kita akan bisa melihat betapa batin kita penuh dengan kesalahan, pemahaman yang keliru, sikap-sikap yang buruk, dan seterusnya.
Barangkali ada yang berpikir bahwa dirinya baik-baik saja, dengan berpikir, “Saya melakukan praktik, memanjatkan doa harian, mempelajari dharma, melakukan retret,” dan seterusnya. Secara umum kita berpikir, “Saya adalah seorang praktisi yang lumayan.” Tapi, apakah kita seorang praktisi yang baik atau bukan, tidak tergantung pada kegiatan-kegiatan yang disebutkan di atas, tapi bergantung pada apakah aktivitas-aktivitas tersebut secara efektif memungkinkan kita untuk mengembangkan batin kita atau tidak.
Seandainya semua aktivitas spiritual yang pernah kita lakukan selama ini hingga sekarang, benar-benar dilakukan dengan segenap jiwa dan raga, dengan sepenuh hati dan pikiran, maka kalau dinilai dari jumlah praktik yang sudah kita lakukan, seharusnya kita sudah jauh lebih maju daripada kondisi kita sekarang ini. Tentu saja saya tidak mengatakan ini secara umum berlaku untuk semua orang, dan saya pun tidak berbicara tentang orang lain. Saya hanya bisa berbicara atas dasar pengalaman saya pribadi.
Saya terlahir dalam kondisi sedemikian rupa sehingga saya berada pada lingkungan yang mempraktikkan dharma dan saya menghabiskan sebagian besar hidup saya untuk mempelajari dharma dan berbagai jenis praktik dharma lainnya. Seandainya saya benar-benar melakukan itu semua dengan segenap jiwa raga dan sepenuh hati, barangkali saya sudah menjadi seorang Buddha.
Guru besar Tibet, Jetsun Milarepa mengatakan, bahkan kayu atau tanduk yang kaku, kalau kita upayakan, masih bisa dibengkokkan. Tapi batin kita ini, yang sedemikian kakunya, jauh lebih sulit untuk dibengkokkan. Akan sangat baik sekali kalau kita semua, masing-masing, melihat ke dalam batin kita yang kaku ini dan menentukan seberapa lentur kita sudah mampu membengkokkannya atau apakah batin kita masih sepenuhnya kaku seperti sedia kala.
Sekarang adalah saatnya untuk menilai kondisi batin kita sendiri, untuk melihat apakah batin kita sudah terbentuk atau belum. Apakah batin kita masih sekaku balok kayu seperti sebelumnya atau tidak. Kalau kita sudah bisa melenturkannya sedikit, tentu ini sangat baik sekali, dan kita harus berupaya pada jalur yang sudah benar ini. Tapi kalau belum, maka kita harus benar-benar berjuang dan menerapkan metode untuk melakukannya. Kalau bukan sekarang, kita tidak tahu kapan lagi kita bisa melakukannya.
Kalau saya mendesak Anda untuk melakukannya segera, bukan berarti kita semua akan segera meninggal. Tapi semata-mata hendak menunjukkan bahwa dikarenakan kita sudah memiliki kondisi yang ideal, di sini, sekarang, maka saat ini adalah kesempatan paling bagus untuk mengubah batin kita, untuk melatih kelenturannya, dan memberikan bentuk padanya. Sekarang ini kita semua sudah duduk di aula ini, di mana tidak ada kesempatan untuk berbincang-bincang, walaupun tentu saja batin Anda masih bisa mengembara ke mana-mana. Tapi tentu saja Anda berada di sini untuk mengembarakan pikiran Anda. Anda di sini untuk menyimak apa yang disampaikan, sehingga sekarang adalah waktu paling baik bagi Anda untuk berupaya.
Seandainya Anda pernah memiliki kesempatan untuk berupaya mengubah batin Anda, maka sekarang adalah saatnya. Karena, cepat atau lambat, sesi ini akan berakhir, dan ketika berakhir, Anda akan beranjak, dimulai dari jasmani yang beranjak, kemudian batin Anda pun beranjak dari kondisi untuk berupaya ini. Berikutnya, Anda langsung kembali pada kebiasaan sehari-hari dan melakukan rutinitas Anda selama ini. Contoh, ketika Anda bangun pagi besok, maka Anda akan menemukan diri Anda kembali pada pola pikir dan perilaku yang selama ini Anda lakukan. Jadi, mumpung sekarang Anda masih berada pada kondisi ini, maka Anda tidak memiliki tugas apapun untuk dilakukan, kecuali berupaya mengubah dan mengembangkan batin Anda. Waktu untuk melakukannya adalah sekarang juga, bukan nanti.
Kalau kita berupaya mengembangkan batin tapi tidak menggunakan sistem yang benar, maka barangkali upaya kita akan kurang efektif. Metode yang sudah diberikan kepada kita adalah metode yang diajarkan oleh Buddha, yang mengandung semua instruksi Beliau yang bertujuan untuk mengembangkan batin. Ini adalah instruksi khusus yang mengandung semua inti ajaran Buddha, sesuai dengan kata-kata Buddha sendiri. Ini adalah instruksi yang paling ideal bagi kita, yakni instruksi yang disebut Tahapan Jalan Menuju Pencerahan untuk ketiga jenis praktisi, atau Lamrim. Saya di sini untuk mengajarkan instruksi ini, dan Anda sekalian ada di sini untuk mendengarkannya.
Untuk mendengarkan instruksi Lamrim, penting sekali kita mendengarkannya dengan motivasi yang benar, agar bisa menarik manfaat penuh darinya. Bagi buddhis, motivasinya adalah mengakhiri penderitaan semua makhluk, yaitu penderitaan diri sendiri dan makhluk lain, dan kita bertekad untuk melakukannya, yakni menuntun semua makhluk pada kebahagiaan tertinggi. Untuk memenuhi tujuan ini, kita harus menjadi seorang Buddha. Itulah sebabnya kita ada di sini, yakni untuk mendengarkan ajaran Lamrim, setelah didengar kita bertekad untuk mempraktikkannya. Jadi, inilah motivasi bagi Anda yang buddhis.
Bagi nonbuddhis, Anda tetap harus membangkitkan motivasi yang bajik, yakni dengan berpikir bahwa Anda berniat untuk menolong sebanyak-banyaknya orang, untuk mengakhiri penderitaan mereka dan memberikan kebahagiaan. Untuk melakukannya, Anda sendiri perlu memperkuat diri dan meningkatkan kemampuan Anda. Untuk itulah, Anda di sini untuk mendengarkan ajaran Lamrim, yakni agar bisa menolong sebanyak-banyaknya orang.
Bagi yang sudah menghafal garis-garis besar Lamrim, Anda bisa terus mengikuti penjelasan dengan mengacu pada struktur utama ini. Bagi yang belum, silahkan melihat kembali kopian teks Instruksi-instruksi Guru yang Berharga.
Kita sudah sampai pada bagian ketiga, melatih batin pada tahap-tahap jalan makhluk-makhluk dengan tingkat motivasi tertinggi.
Poin pertama, bagaimana cara berlatih dalam praktik Bodhisattwa (Enam Paramita) secara umum, kita sudah sampai pada poin melatih Upaya yang Bersemangat (Viriya).
Saya akan membacakan transmisi teks Esensi Emas yang Dimurnikan pada bagian Upaya yang Bersemangat.
Poin pertama, apa sifat dasar upaya yang bersemangat? Dalam Bodhisattva’s Way of Life karya Shantidewa, disebutkan upaya yang bersemangat adalah sukacita dalam kebajikan. Uraian dari definisi yang singkat ini bisa kita temukan dalam Bodhisattva’s Levels karya Arya Asanga, yang mana pertama-tama diuraikan apa itu kebajikan, artinya kebajikan seperti apa yang harus disukacitakan. Beliau mengatakan bahwa upaya yang bersemangat adalah sukacita dalam kebajikan mengembangkan atau mengumpulkan kebajikan, yakni:
Kedua sila tersebut adalah kedua aspek praktik Bodhisattwa. Jadi, kita bersukacita terhadap kedua jenis sila tersebut. Inilah bagaimana upaya yang bersemangat didefinisikan oleh Arya Asanga.
Kalau kita lihat Gomchen Lamrim, maka Gomchen Ngawang Wangpo juga mengutarakan kurang lebih inti yang sama, yaitu bersukacita terhadap objek kebajikan. Tapi sukacita di sini adalah sukacita yang mendalam. Jadi definisinya adalah sukacita mendalam terhadap objek-objek kebajikan.
Itulah keempat kombinasi dari kondisi batin yang disebut upaya yang bersemangat.
Saya hendak menanyakan apakah di antara Anda semua ada yang bisa memberikan contoh untuk masing-masing keempat kombinasi batin tersebut.
(Ada peserta yang menjawab, tapi perangkum kurang menangkap apa yang menjadi jawabannya)
Saya tidak mengerti apa yang disampaikan, barangkali ada yang lain yang bisa menjawab?
(Suara dari peserta lain: tanpa upaya tanpa semangat tentu mudah dipahami. Upaya tanpa semangat adalah melakukan sesuatu tapi tidak menikmatinya. Semangat tanpa upaya adalah niat untuk melakukan sesuatu tapi tidak memiliki cukup tenaga untuk melakukannya.)
Baiklah, saya terima penjelasannya, walaupun tidak memberikan contoh. Tapi itu hanya penjelasan secara teori, bagaimana dengan praktiknya? Bagaimana kita mengaitkan penjelasan tersebut dengan diri sendiri? Apakah kita sudah berhasil mengamati pikiran dan perasaan kita sendiri? Seberapa sering kita membangkitkan upaya sekaligus semangat dan seberapa sering kita hanya berhasil membangkitkan salah satunya saja? Terserah kepada Anda masing-masing untuk melakukan evaluasi pribadi atas diri Anda masing-masing, seberapa sering muncul atau tidak munculnya upaya dan semangat ini.
Kita bisa melakukan evaluasi pribadi dengan mengamati apa saja yang kita pikirkan sejak bangun tidur pagi tadi hingga saat ini. Seberapa banyak ada kualitas upaya dan semangat yang terlibat di sana, apakah ada upaya sekaligus semangat atau cuma salah satunya saja, dan seterusnya.
Alangkah baiknya kalau kita bisa jeda sejenak dan mengambil waktu satu menit untuk merenungkannya, tapi karena waktu kita tidak banyak maka kita tidak akan melakukannya sekarang. Nanti setelah selesai sesi ini, ada sesi meditasi, sehingga Anda bisa memanfaatkan sesi ini untuk merenungkan apa yang baru saja dijelaskan.
Mari kita lihat poin kedua, yaitu berbagai jenis upaya yang bersemangat. Jenis-jenis upaya yang bersemangat yang dipaparkan dalam Esensi Emas yang Dimurnikan sama dengan jenis-jenis yang dipaparkan di dalam Bodhisattva’s Levels karya Arya Asanga, yakni:
Jenis pertama, upaya bersemangat seperti baju baja, ini adalah kondisi batin yang menuntun Anda untuk berpikir bahwa Anda sanggup mengatasi semua halangan, seperti kemalasan, dan sebagainya, sebelum melakukan sebuah tindak kebajikan. Kondisi batin demikian melibatkan kualitas keberanian, yang dibangkitkan sebelum melakukan kebajikan, apapun jenisnya. Jadi, upaya bersemangat seperti baju baja ini dibangkitkan sebelum melakukan tindak kebajikan apapun. Dengan kondisi batin ini, seseorang mampu membangkitkan tekad untuk mengatasi halangan apapun yang muncul.
Apapun kebajikan yang hendak kita lakukan, sebelum kita benar-benar melakukannya, kita harus menilai apakah kita memiliki kemampuan untuk melakukannya atau tidak. Jika kita memutuskan bahwa kita belum bisa melakukannya, maka kita tidak boleh mengabaikannya begitu saja. Justru kita harus memanjatkan doa yang kuat agar kita bisa segera melakukannya. Tapi seandainya kita memutuskan bahwa kita bisa melakukannya, maka kita perlu melindungi diri sendiri, yaitu dengan keberanian dan semangat, untuk bisa melakukan kebajikan yang hendak kita lakukan itu. Sama halnya baju baja dikenakan oleh seorang prajurit sebelum ia maju ke medan perang, untuk membangkitkan keberanian, dan sebagainya, maka sama halnya pula kita membangkitkan keberanian dengan upaya yang bersemangat untuk mengatasi segala jenis kesukaran yang mungkin muncul. Dengan demikian, barulah kita bisa melaksanakan niat kita dari permulaan hingga benar-benar sanggup menyelesaikannya, terlepas dari rasa sakit, penyakit, dan kelelahan yang mungkin muncul.
Jadi, sebelum kita melakukan tindak kebajikan apapun, kita seharusnya membangkitkan kondisi batin yang tepat. Sering kali kita melakukan kebajikan dengan membangkitkan pikiran yang tidak tepat, misalnya merasa terlalu capai, terlalu sibuk, dan lain sebagainya, sehingga kita kerap menunda-nunda melakukan kebajikan. Ini semua karena kita gagal membangkitkan upaya bersemangat jenis pertama ini, yakni upaya bersemangat laksana baju baja. Tanpanya kita tidak akan melakukan kebajikan atau kalaupun sudah mulai, dalam waktu singkat kita sudah menyerah.
Seorang prajurit yang belum mengenakan baju baja, kalau ia maju ke medan perang, maka ia sangat rentan untuk terkena anak panah atau peluru musuh, karena tidak ada yang melindunginya. Kalau terkena anak panah atau peluru, tentu saja prajurit itu akan tersungkur. Sama halnya dengan kita, karena tidak terlindungi dengan upaya bersemangat laksana baju baja, maka satu hembusan ringan saja sudah cukup untuk menjatuhkan niat kita.
Jadi, penting sekali untuk menilai diri sendiri sebelum memulai tindak kebajikan apapun. Kalau kita jujur mengakui bahwa kita belum sanggup, maka kita tidak boleh mengabaikan niat tersebut begitu saja. Justru kita harus tetap mempertahankan niat tersebut dan mencari cara untuk mewujudkan niat tersebut. Caranya, pertama-tama kita membangkitkan niat untuk melakukan atau mengumpulkan kebajikan. Kemudian, kita harus mengumpulkan kebajikan dan melakukan purifikasi, yang bertujuan supaya kita bisa mencapai niat kebajikan yang sudah kita bangkitkan di awal tadi. Fungsi dari pengumpulan kebajikan dan purifikasi adalah memberikan kekuatan dan kapasitas bagi kita untuk melakukannya, agar kita bisa lekas-lekas mewujudkannya. Hati-hati jangan sampai Anda mengabaikan sebuah niat untuk melakukan kebajikan, karena justru sesungguhnya Anda harus terus-menerus meniatkan hal tersebut. Artinya Anda mempertahankan tekad untuk benar-benar bisa mewujudkan tindak kebajikan yang sudah diniatkan.
Jadi itulah jenis upaya bersemangat yang pertama. Jenis kedua adalah upaya bersemangat dalam mengumpulkan kebajikan. Kebajikan tentu sangat luas dan beragam, tapi kebajikan di sini merujuk pada jenis upaya bersemangat yang kedua, yaitu kebajikan mempraktikkan lima Paramita pertama. Upaya bersemangat yang kedua ini pada dasarnya bersukacita dalam mengembangkan kualitas-kualitas bajik dan mengurangi sifat-sifat buruk. Artinya, kita bergembira dan bersemangat dalam berjuang untuk mengupayakan kedua aspek tersebut, yakni sukacita dalam menjaga sila, dan sebagainya, serta sukacita dalam mengurangi sifat-sifat buruk yang merupakan kebalikannya.
Upaya bersemangat jenis ketiga adalah sukacita dalam menolong semua makhluk, yang sesuai dengan sila Bodhisattwa yang ketiga. Ada banyak cara untuk menolong semua makhluk, sebagaimana yang dipaparkan di dalam Bodhisattva’s Levels. Di sini dipaparkan 11 jenis perbuatan untuk menolong semua makhluk. Bagian Bodhisattva’s Levels ini juga sejalan dengan ajaran yang disampaikan di dalam Great Way oleh Je Tsongkhapa, yakni pada bagian bekerja untuk kesejahteraan semua makhluk.
Sila menolong semua makhluk mencakup segala macam cara untuk menolong semua makhluk. Contohnya, pertama-tama kita harus menolong mereka yang membutuhkan. Ini adalah butir pertama dari sebelas butir cara untuk menolong semua makhluk. Yang kedua adalah menolong mereka yang memiliki tujuan untuk dipenuhi. Yang ketiga adalah menolong makhluk yang menderita untuk mengurangi tingkat penderitaannya.
Butir pertama, menolong mereka yang membutuhkan pertolongan, misalnya mereka yang memiliki tugas profesional ataupun tugas apapun untuk diselesaikan. Atau seseorang yang membutuhkan nasihat atau saran, atau butuh alternatif opsi-opsi yang bisa dipilih. Dalam hal menolong seseorang untuk mengurangi penderitaannya, misalnya kita bisa membantu orang yang sedang sakit atau orang yang memiliki cacat atau kekurangan fisik, misalnya tidak bisa bergerak dari satu tempat ke tempat lain, dan sebagainya.
Dalam hal menolong orang yang membutuhkan pertolongan, ini termasuk membantu orang untuk mendapatkan penghasilan atau mengumpulkan kekayaan. Setelah didapatkan, kita juga harus membantunya untuk mengelola kekayaan tersebut. Terakhir, kita juga harus membantunya menjaga dan menyimpan serta meningkatkan kekayaannya. Itulah ketiga aspek yang penting untuk diperhatikan kalau ada orang yang tidak tahu bagaimana cara mendapatkan penghasilan.
Jadi, kalau misalnya ada seseorang yang tidak mengetahui bagaimana caranya mendapatkan penghasilan, Anda bisa menolongnya. Setelah ditolong dan mereka berhasil mendapatkan penghasilan, apabila ia tidak bisa menyimpannya, artinya dihabiskan atau kehilangan, maka Anda bisa menolongnya untuk menyimpan kekayaan dengan baik. Lanjut, Anda juga bisa menolong orang ini untuk mengelola kekayaan dengan baik. Misalnya kalau seseorang hanya menyimpan kekayaannya di bank, dan tidak dimanfaatkan secara positif, maka kekayaan ini tidak berguna kelak ketika orang ini meninggal. Maka, Anda juga bisa menolongnya mengelola dan memanfaatkan kekayaan dengan benar.
Di antara sebelas butir cara untuk menolong semua makhluk, selain menolong mereka yang memang membutuhkan, kita juga harus menolong orang-orang yang sudah berjasa bagi kita. Jika ada orang yang sudah berbaik hati dan menolong kita, maka kita wajib membalas kebaikannya, minimal dengan tingkat kebaikan yang sama. Lebih ideal lagi kalau kita bisa membalas dengan kebaikan yang lebih tinggi lagi, daripada kebaikan yang sudah kita terima darinya. Tapi, paling minimal, kita harus bisa membalas kebaikannya dengan tingkat yang setara. Cara-cara untuk membalas dan menolong orang ini diuraikan dalam karya Arya Asanga.
Jika kita berhasil menjalankan sila menolong semua makhluk ini, maka ini tentu akan berdampak pada hubungan kita dengan sesama, dalam artian meningkatkan harmoni dalam hubungan antara kita dengan pihak-pihak lain.
Cara lain untuk menolong orang adalah menolong mereka yang ketakutan. Ada banyak sebab seseorang bisa menjadi takut, jadi kalau menolong orang yang ketakutan adalah kita membantunya mengatasi ketakutan itu berikut penyebab ketakutannya. Sumber-sumber ketakutan bisa berupa makhluk hidup ataupun benda mati. Objek mati misalnya unsur-unsur, seperti api, banjir, dan sebagainya. Penyebab ketakutan atau kecemasan bisa juga berupa makhluk hidup, yakni makhluk-makhluk yang bisa menimbulkan ketakutan bagi seseorang.
Cara menolong berikutnya adalah menolong orang yang sedang bersedih, dikarenakan satu dan lain sebab. Disebutkan ada lima sumber penderitaan mental atau kecemasan seseorang. Kelima sumber kecemasan ini diuraikan di dalam Bodhisattva’s Levels atau bhumi yang terjemahannya sudah tersedia. Anda bisa merujuk pada karya ini karena kita tidak punya waktu untuk menguraikannya di sini.
Berikutnya, kita bisa menolong orang yang kekurangan atau tidak memiliki materi atau kepemilikan. Misalnya, ada orang yang tidak memiliki rumah. Atau kalau punya rumah, tidak ada listrik, dan masih banyak lagi contoh-contoh lainnya. Kalau diurai, kita bisa melihat segala macam permasalahan yang dihadapi di dalam masyarakat bisa ditemukan dalam cara-cara menolong semua makhluk yang merupakan sila seorang Bodhisattwa.
Jadi, dari semua yang tadi dijelaskan, tentang menolong orang lain, ini termasuk sila Bodhisattwa, yaitu sila menolong semua makhluk. Agar termasuk praktik upaya yang bersemangat, semua tindakan menolong orang lain harus dilakukan dengan riang gembira. Kalau seseorang melakukannya semata-mata sebagai tugas atau kewajiban saja, maka ia belum tentu mempraktikkan upaya yang bersemangat. Contoh, misalnya kalau ada yang mengajukan satu atau dua pertanyaan kepada kita, maka kita akan menjawabnya dengan semangat. Tapi begitu memasuki pertanyaan ketiga, keempat, dan seterusnya, kalau misalnya kita cepat merasa muak dan ingin orang ini tidak mengganggu kita, maka kemungkinan ada masalah dengan tingkat upaya bersemangat kita.
Ringkasnya, sebagai rangkuman, bisa disimpulkan sebagai berikut. Sebelum melakukan tindak kebajikan apapun, pertama-tama kita harus membangkitkan sukacita, yakni perasaan gembira, lega, dan nyaman ketika akan melakukan sesuatu. Dan pada saat sedang melakukannya, kita juga melakukannya dengan riang gembira. Terakhir, pada saat kita merampungkan sebuah tindak kebajikan, kita juga harus tetap mempertahankan sukacita dan mendedikasikan kebajikan tersebut. Dengan demikian, praktik kebajikan yang disertai upaya yang bersemangat menjadi lengkap.
Poin ketiga, bagaimana mengembangkan upaya yang bersemangat, terbagi menjadi dua bagian. Pertama, merenungkan manfaat-manfaat upaya yang bersemangat. Kedua, merenungkan kerugian-kerugian kebalikannya. Ada sebuah kutipan dari Baris-baris Pengalaman yang telah dirumuskan oleh Je Rinpoche untuk kualitas upaya yang bersemangat ini:
Dalam kutipan di atas, kita bisa melihat beberapa manfaat upaya yang bersemangat. Sedangkan kerugian-kerugian sifat kebalikannya, secara implisit juga terkandung di dalamnya. Berikutnya, bait tersebut ditutup dengan dua baris biasanya, yakni:
Poin ketiga, bagaimana membangkitkan upaya bersemangat yang sesungguhnya, berkaitan dengan kelenturan fisik dan mental. Kita harus tetap mempraktikkan upaya yang bersemangat sebelum meraih kelenturan fisik dan mental, yang merupakan hasil dari praktik upaya bersemangat itu sendiri. Ketika sudah mencapai kelenturan fisik dan mental, seseorang tidak lagi memerlukan upaya dalam segala tindak-tanduknya. Tapi sebelum kita mencapainya, kita harus tetap mempraktikkan upaya yang bersemangat.
Kalau kita mengikuti teks Esensi Emas yang Dimurnikan, berarti sekarang kita sudah memasuki Paramita kelima, yaitu penyempurnaan konsentrasi atau ketenangan meditatif. Tapi, tentu saja saya masih harus menguraikan dua poin di atas, yakni menghilangkan kondisi-kondisi yang berlawanan dengan upaya yang bersemangat dan mengumpulkan kondisi-kondisi yang mendukungnya. Penjelasan ini didasari pada Lamrim Menengah-nya Je Tsongkhapa, yang kadang disebut sebagai Lamrim yang lebih singkat. Selain itu, Anda juga bisa merujuk pada Gomchen Lamrim, yang merupakan cuplikan dari Lamrim Menengah-nya Je Tsongkhapa. Terjemahan Gomchen Lamrim sudah tersedia dalam Bahasa Inggris di sini (di Perancis). Gomchen Lamrim disusun berdasarkan Lamrim Menengah Je Tsongkapa, tapi tentu saja jauh lebih singkat dan pendek daripada Lamrim Menengah itu sendiri.