Ayah Menengok Anak: Dimulainya Festival Kebajikan
Demikianlah pada suatu hari, Y.M. Dagpo Rinpoche mencerahkan pagi hari kami para anggota Sangha beserta para calon yang direncanakan akan bergabung pada tahun 2011 dengan sebuah bincang-bincang. Memang hanya sejenak, tetapi sarat makna, dorongan dan instruksi. Sampai detik tulisan ini diketik pun, terus berbekas di dalam hati perumpamaan yang beliau sampaikan bahwasannya. “… Biara Dagpo dan Kadam Choeling Indonesia (KCI)
ibarat ayah dan anak …†Dengan perkataan beliau yang demikian membuat penulis terkenang kembali sehari yang lalu ketika Rinpoche, setelah dua tahun lamanya, duduk kembali di tahta beliau di rumah tercinta kami bahwa kemarin itu sungguh layaknya peristiwa seorang ayah yang menengok anaknya.
Ketika itu matahari seakan memberi hormat, tidak menampakkan diri sepenuhnya tetapi secukupnya saja tampil agar masih bersinar tetapi tidak menyengat. Dengan iringan hujan rintik-rintik, mungkin karena langit di sekitar rumah kami terharu karena seorang Guru berkenan menyinari. Ketika Rinpoche beserta rombongan tiba, barisan penyambut dalam yang berbalut kain batik nusantara, warisan budaya dunia, pun bersuka cita dengan mempersembahkan katag , dupa serta kebajikan mereka. Ketika itu pun, ada wajah-wajah segar di antara para anggota Sangha KCI dan umat awam KCI karena 13 orang siswa-siswi SMA dari Tangerang juga ikut bergabung. Mereka yang baru saja menyelesaikan penghayatan Dharma mereka selama empat hari di KCI di bawah bimbingan Suhu Bhadra Ruci, tidak mau kehilangan kesempatan bertemu dengan ‘Guru Indonesia’, reinkarnasi dari Sang Pangeran Sriwijaya yaitu Lama Serlingpa Dharmakirti, Y.M. Dagpo Rinpoche.
Rinpoche tentunya tidak hanya sekedar menengok karena sedari tanggal 24 nanti hingga hari pertama di tahun baru 2011, Rinpoche akan membimbing kami anak-anaknya untuk mendewasakan batin kami melalui Penyunyian. Di balik layar megah penyunyian ini, yang di-Indonesia-kan dari istilah asing
retreat, adalah kumpulan upaya dari banyak orang. Bagaimana semenjak seminggu yang lalu banyak orang terlibat kerja-bakti, bahu-membahu sesuai peran masing-masing. Sampai sekarang pun bahkan upaya mereka semakin meningkat, menjelang hari-H, dan tampaknya akan semakin meningkat lagi hingga akhir acara.
Penulis sekedar melihat, sembari mengakui hanya sangat kecil membantu dalam acara tersebut, betapa semua orang berupaya. Paling dekat dan jelas terlihat, para perempuan yang dari pagi hingga pagi keesokan harinya lagi tampak tidak terputus berkarya di dapur center. Yang juga jelas, sayang tidak terlihat langsung, para panitia yang mungkin sekarang ada di tempat pelaksanaan acara pastilah bekerja keras dengan upaya yang sama agar penyunyian ratusan orang bisa berjalan lancar. Dengan demikian, penulis melihat betapa tanpa disangka keseluruhan acara penyunyian 2010 pada dasarnya adalah sebuah festival kebajikan. Kenapa? Karena ratusan orang sudi meluangkan waktu, tenaga dan pikiran demi sejenak menolak hiruk-pikuk dunia untuk studi, kontemplasi dan meditasi bersama. Karena puluhan orang sudi bertanggungjawab untuk mewujudkan semua ini terlepas dari segala keterbatasan mereka, yang tentunya perlu mereka sadari untuk segera diperbaiki, perlu untuk kita hargai. Dan karena ketika kita semua yang melihatnya bersukacita melihat segenap karya ini, oh alangkah persisnya dengan sebuah festival bukan? Sungguh indah.
Dengan syair dari Yang Mulia Biksu Thokme dalam karya beliau 37 Praktek Bodhisattva,â€â€¦
berupaya dengan penuh semangat, sumber dari kebajikan …†Demikianlah kepada mereka yang sekarang sedang berupaya, menurun upayanya, sedang berupaya di titik puncaknya dan mereka yang belum berupaya atau bahkan melihat sinis kumpulan karya upaya demi Penyunyian 2010 ini, untuk mewujudkan (bagi yang sudah maka ditingkatkan) upaya yang bersemangat karena itulah sumber dari kebajikan. Selamat datang dalam festival kami, Maitricittena. [TK]