Kunjungan Hari Keempat: Kesan Geshe Yonten terhadap Candi Borobudur

  • May 5, 2010


Hari Keempat (Selasa 04 Mei 2010) bertepatan dengan peringatan unjuk rasa para mahasiswa China menuntut reformasi kebudayaan
dan pendidikan (Beijing)

Acara hari itu diawali dengan sarapan di hotel, kemudian check-out dari Jogjakarta Plaza Hotel. Lalu rombongan Geshe melakukan perjalanan ke Candi Mendut. Di Candi Mendut, Geshe melakukan puja, offer dupa dan pradaksina candi. Setelah itu tidak lupa melakukan kunjungan ke Vihara Mendut dan melakukan foto-foto bareng di Vihara. Setelah itu, Geshe melanjutkan perjalanan ke Candi Pawon cuma sebentar, lalu diajak makan siang di Pancoran di kota Magelang. Setelah makan siang Geshe check-in di Hotel Manohara sekitar pukul 14.00 WIB dan beristirahat sebentar di Manohara. Sekitar pukul 15.30 WIB Geshe baru melanjutkan perjalanan ke Candi Borobudur.

Awal perjalanan dimulai dari Suhu memberikan keterangan tentang Candi Borobudur melalui maket yang ada di Manohara. Setelah itu, Suhu juga bertukar pikiran dengan Geshe tentang jumlah stupa-stupa yang ada di tingkat atasnya. Berikutnya, sampai juga ke pelataran Candi Borobudur, melalui pintu masuk sebelah timur. Lalu mulailah Suhu bercerita tentang serba-serbi Borobudur dan tentang reliefnya secara lebih lanjut, mulai dari cerita asli hingga mitos-mitosnya, seperti Gunadharma, dsb. Saat sudah selesai pradaksina Borobudur bagian bawah, lanjut naik ke bagian relief Lalitavistara. Di sini Geshe-lha banyak menceritakan kisah hidup Pangeran Sidharta yang ternyata sama dengan gambar yang ada di relief. Beberapa di antaranya tentang acara memanah yang membuat lubang di 7 pohon, terus tentang Senjata Mara yang dirubah menjadi bunga-bunga, cerita tentang mangkok patta Buddha dan masih banyak lagi.

Saat itu bersamaan juga terdapat beberapa cerita menarik, saat ada guide bercerita di relief Sidharta yang setelah lahir berjalan 7 langkah, Sidharta langsung berbicara tiga kata. Apa tiga kata itu? Tiba-tiba ada rombongan anak-anak yang menyahut “I lOVE U, ya pak”, cerita dari Ricky (anak KCY) langsung saat dicerita kan kembali ke anak-anak KCY lainnya dan anak-anak langsung otomatis tertawa. Lalu juga terdapat beberapa orang anak yang memanggil rombongan Sangha dengan sebutan Dewa Api (mungkin karena warna jubahnya yang merah). Ada juga beberapa orang yang berminat dengan antusias berkata “Mau Waisak ya Mas?” Dan ada juga rombongan turis dari Singkawang (Kalimantan) meminta foto bersama dengan Geshe. Lucunya lagi karena mereka pakai bahasa daerah Singkawang, mereka lantas bercerita-cerita sendiri, dan saat mereka pergi Suhu berujar, “Emang mereka ga tau kalau aku bisa bahasa mereka!” Otomatis anak-anak KCY ikut tertawa.

Berhubung hari sudah menjelang sore akhirnya Suhu mengajak Geshe langsung naik ke candi bagian atas, dan Geshe pun dengan antusiasnya menaiki tangga candi yang semakin sempit dan terjal. Tidak kalah juga Bhante Aden dengan payung saktinya mendaki tangga-tangga candi. Di bagian atas candi, Geshe melakukan pradaksina dan dilanjutkan dengan puja dan offering dupa. Lucunya lagi, oleh petugas keamanan di sana, dupa yang ditancapkan ke candi diminta untuk dilepas. “Niat hati untuk berdoa, malah mendapat teguran dari petugas keamanan di atas candi.” Padahal banyak orang-orang di sana yang duduk-duduk dan bersandar-sandar di stupa induk, bersantai-santai tidak jelas. Lalu karena sudah waktunya Candi Borobudur ditutup, kami pun turun. Sayang nya pintu-pintu untuk akses turun candi dibatasi, akhirnya kamipun turun dengan pradaksina kembali, hingga bisa kembali turun. Tidak lupa di saat turun, kami berfoto kembali bersama Geshe. Dan Geshe pun beristirahat sejenak bersama rombongan Sangha, duduk di kursi yang mengitari candi Borobudur.

Pada saat ini ada turis luar negeri yang bertanya-tanya tentang kegiatan yang dilakukan Sangha KCI. Jawab Suhu sederhana, “Praying”. Dan Bhante pun juga ikut menjawab, dan ternyata Suhu pun akhirnya tahu kalo Bhante Aden juga bisa berbahasa Jerman. Setelah itu saat perjalanan kembali ke Manohara, di sana terdapat Pohon Bodhi yang diberi pagar khusus. Selidik punya selidik, pohon itu adalah Pohon Bodhi yang dicangkok dari Sri Langka, yang konon kabarnya itu merupakan Pohon Bodhi yang dicangkok dari zaman Raja Ashoka, yang dulunya bersumber dari India dibawa oleh anak perempuan Raja Ashoka.Di saat pulang menuju Manohara, terdapat patung anak kecil yang sedang mengendarai kerbau. Di sana Geshe bercerita tentang binatang-binatang tumpangan Bodhisatva dan sebagainya. Hebatnya lagi saat itu terdapat pohon yang ditanam oleh orang yang mempunyai nama mirip Geshe yaitu Yunten Gyatso. Akhirnya kami semua pulang setelah diusir oleh Suhu.

Di saat terakhir kita mendapat titipan pesan dari redaksi website kadamchoeling.or.id. untuk bertanya tentang kesan Geshe terhadap Borobudur. Melalui bantuan Bhante Aden akhirnya kami mendapat pesan Geshe kita semua yang diterjemahkan oleh Bhante yaitu, “Geshe Yundun La sangat senang berkunjung ke Borobudur. Candi ini menunjukkan betapa agama Buddha begitu besar memberi inspirasi bagi orang dari generasi ke generasi. Banyak pelajaran yang bisa dipetik dalam relief candi, seperti kisah kehidupan Sang Buddha yang penuh welas asih dan cinta kasih.” (SB)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *