?Guru Buddha tentunya tidak akan pernah berbohong, bahkan tidaklah mungkin Sang Guru semua makhluk mengatakan suatu kebohongan bukan? Bila Sang Guru berbohong tentu Dia bukanlah Buddha, nyata-Nya Dia telah menjadi Buddha, tentu saja tidak akan berbohong? ? Dagpo Rinpoche
Saat ini, kita telah mendapatkan sebuah perahu berharga untuk mencapai pulau seberang. Jadi jangan manfaatkan perahu ini hanya untuk bersenang-senang saja, tetapi harap diingat bahwa perahu ini memiliki usia yang kita tidak pernah tahu kapan habisnya? Kita juga tidak tahu apakah dalam perjalanan menuju pulau seberang tersebut tidak akan ada yang menghalangi perjalanan kita, karena lautan samsara sungguh menakutkan untuk diseberangi. Jangkar jangan lupa juga untuk diangkat, dalam artian janganlah melekat terhadap segala sesuatu yang ada di samsara ini, samsara memang indah dan kita tidak bisa menyalahkan keindahan samsara ini, melainkan kemelekatan kitalah yang harus dilepas. (Harap diingat ketika seluruh dunia ditaburi duri dan pecahan kaca tajam, bukankah lebih efektif untuk menyelimuti kaki kita dengan sepatu yang cukup tebal untuk berjalan daripada menyelimuti seluruh dunia.)
Perahu sudah didapatkan, jalan sudah dibuka semenjak pertapa Siddharta mencapai ke-Buddha-an. Apakah sudah bisa diseberangi lautan samsara untuk menuju pulau seberang? Belum, jawabnya. Kenapa, belum? Karena kita membutuhkan seorang nahkoda handal, yang handal terhadap segala pengetahuannya akan lautan samsara, yang handal untuk membimbing kita setahap demi setahap mendekat ke pulau seberang, dan yang jelas seorang nahkoda yang tidak mungkin membuat kita tersesat. Nahkoda tersebut tidak-lah lain daripada Guru Spiritual kita.
Apakah setiap orang yang memberikan kita pengetahuan Dharma bisa kita anggap Guru? Maitreya menjawabnya melalui Sutra Ornamen-ornamen Sutra Mahayana. Kita tidak bisa hanya berpatokan kepada sutra tersebut, karena kita sendiri juga harus mempunyai keinginan kuat untuk menjadi muridnya, barulah hubungan tersebut dapat terbentuk. Harap diingat tidak sembarang orang bisa kita jadikan Guru, oleh karena itu lebih baik kita memiliki satu Guru Spiritual dimana dari-Nya kita betul-betul bisa mendapatkan intisari Dharma yang sejati, daripada memiliki 100 Guru Spiritual tetapi kita hanya mendapatkan pengetahuan saja. Atisha juga memiliki banyak Guru besar yang terkemuka di India, tetapi Beliau hanya memilih satu Guru sebagai panduan utama; yaitu Guru Dharmakirti, dimana melalui Guru Dharmakirti-lah, Atisha merasa mata batinnya betul-betul terbuka.
Lalu begitu pentingkah peranan Guru Spiritual bila dibandingkan dengan Buddha Sakyamuni? Ya, Guru Spiritual sangat penting perannya. Bagaimana bila Guru Spiritual dibandingkan dengan orang tua kita, siapa lebih berjasa besar? Sebenarnya hal ini tidak bisa dibandingkan satu sama lain karena memiliki dasar yang berbeda. Bila dilihat dari jasa orang tua kita yang membuat kita terlahir sebagai manusia yang berharga, tentu jasa orang tua kita sangatlah besar (terlepas dari karma yang kita miliki dengan mereka), tetapi harap diingat orang tua kita hanya berjasa pada kita di satu kehidupan ini saja. Bagaimana dengan Guru Spiritual kita? JIKA kita betul-betul yakin kepada Beliau, JIKA kita betul-betul menjalankan seluruh instruksinya dengan benar, JIKA kita betul-betul bertumpu pada-Nya dengan baik dan benar; maka Jasa Guru Spiritual kita akan terus berlipat ganda sampai kita mencapai pencerahan sempurna.
Mari kita analisis satu-persatu, dimulai dari jasa-Nya yang lebih besar dari orang tua kita. Orang tua kita memang berjasa besar kepada kita, karena tanpa mereka kita tidak akan ada. Mari coba kita bayangkan apa jadinya diri kita bila tiba-tiba mereka memutuskan untuk menggugurkan kandungannya, ketika kita belum lahir. Tentu kita akan terlempar lagi ke alam bardo dan tidak jelas apakah kita terlahir di alam rendah yang kemungkinannya sangat besar ataukah dapat terlahir lagi sebagai manusia. Namun maaf, jasa orang tua kita saat ini hanya sebatas usia kita saat ini; setelah kita meninggal maka habis pula karma hubungan orang tua kita saat ini dengan kita. Namun bagaimana dengan Guru Spiritual kita? Hubungan kita dengan-Nya tidak akan berakhir sebelum kita mencapai Kebuddhaan. Kenapa? Karena dengan ajaran yang diberikan-Nya kita terbimbing oleh-Nya dari kehidupan satu ke kehidupan berikutnya terus-menuers sampai kita mencapai ke-Buddha-an. Harap diingat setelah kematian hanya Dharma yang kita bawa menuju kehidupan selanjutnya, Dharma kehidupan lampau kita tidak hilang, hanya terpendam dalam kebodohan kita saat ini. Dharma tersebut berasal dari mana? Tentu saja berasal dari Guru Spiritual kita, maka jasa Guru lebih besar daripada jasa orang tua.
Lalu peran-Nya apakah lebih besar daripada Buddha Sakyamuni? Tentu saja jawabannya jelas lebih besar. Sekarang siapa yang membuka pintu jalan kepada kita? Siapa yang mengajar kita? Siapa yang menunjukkan kesalahan kita untuk diperbaiki? Jawabnya adalah Guru Spiritual kita saat ini, terlepas dari silsilah panjang Guru kita yang akhirnya juga sampai kepada Buddha; Guru kitalah yang membukakan pintu, yang mengajar, dan memperbaiki kesalahan kita.
?Ibarat orang yang sedang kelaparan dan hampir mati karenanya, Guru kita adalah penolong yang langsung memberikan makan dan merawat kita hingga sehat; sedangkan Buddha adalah yang memberikan kita sepotong daging besar, saat kita sedang berada di puncak kejayaan kita? Geshe Potowa
Analogi di atas sudah menggambarkan seberapa besar jasa Guru Spiritual kita, terhadap kita. Tidak hanya itu saja, dengan pengetahuan (Dharma) yang diajarkan-Nya kita juga terhindar dari terlahir kembali di alam rendah, kita juga tahu jalan yang harus ditempuh untuk menuju pencerahan, bahkan tidak mustahil dalam setiap kehidupan kita menuju ke pencerahan, kita akan selalu bertemu dengan Guru Spiritual kita dan selalu dibimbing dengan-Nya, terlepas dari apapun wujud yang diambil oleh Guru kita saat itu.
Apakah dengan memberi persembahan kepada Guru kita kebajikannya jauh lebih besar daripada memberi persembahan kepada Buddha Skayamuni? Jawabannya adalah ya, karena Guru Spiritual kita merupakan manifestasi dari seluruh Buddha dari 10 penjuru alam semesta yang tak terhitung jumlah-Nya. Jelas ketika memberi persembahan kepada Guru Spiritual kita, kita juga secara tidak langsung memberi persembahan kepada seluruh Buddha. Maka dari itu ketika kita melaksanakan instruksi dari Guru kita kebajikannya juga sangat besar. Begitu pula sebaliknya bila kita mempunyai sekecil apa pun pikiran buruk terhadap Guru Spiritual kita maka secara tidak langsung kita juga berpikiran buruk terhadap seluruh Buddha, bila kita melanggar instruksi dari Guru Spiritual kita dapat dikatakan kita juga melanggar instuksi dari seluruh Buddha. Mengenai instruksi dari Guru Spiritual kita, bila memang saat itu tidak bisa dilakukan oleh kita; akan lebih bijaksana bila kita mengakuinya kepada Guru Spiritual kita, bahwa saat itu kita tidak mampu menjalankannya, tetapi seiring berjalannya waktu kita akan berusaha agar instruksi tersebut dapat dilakukan sesuai dengan harapan Guru kita.
Kenapa kita harus bisa melihat bahwa Guru Spiritual kita adalah manifestasi dari seluruh Buddha dari sepuluh penjuru? Kenapa pula hal tersebut harus bisa kita lakukan?
Di masa mendatang yang mengalami kemerosotan
Aku akan hadir sebagai makhluk yang (tampak)
?belum matang (secara spiritual)?
Dan dalam wujud yang sesuai
Sutra lainnya menyatakan:
Dengarkan Aku, Oh Amoghadarsi
Ketika era akhir telah datang,
Sebagai seorang instruktur, Aku akan memberi pelajaran;
Aku akan mengambil wujud seorang Guru
Guru Buddha tentunya tidak akan pernah berbohong, bahkan tidaklah mungkin Sang Guru semua makhluk mengatakan suatu kebohongan bukan? Bila Sang Guru berbohong tentu Dia bukanlah Buddha, nyata-Nya Dia telah menjadi Buddha, tentu saja tidak akan berbohong. Jadi sesuai janji Beliau diatas, maka saat ini Beliau hadir sebagai Guru Spiritual kita.
Kenapa Buddha mau mengambil wujud sebagai yang dikatakan belum matang? Hal tersebut tidak lain karena welas asih tak terbatas dari Buddha itu sendiri. Mengingat sangat kurangnya kebajikan kita saat ini, Buddha tentu tidak akan mengambil wujud sempurna (sosok Buddha) untuk mengajar kita. Jelas bila Buddha menunjukkan sosok sempurna-Nya kepada kita saat ini tentu akan menguras seluruh karma baik dan kebajikan kita hanya untuk bertemu saja dengan-Nya. Oleh karena kekurangan kita sendirilah maka Buddha menyesuaikan dengan kondisi kita saat ini dan mengambil sosok dimana Beliau bisa mengajar sesuai dengan kapasitas kita saat ini. Kekurangan dari Guru Spiritual kita saat ini tidak bisa kita anggap sebagai kekurangan mutlak seorang Guru. Harap diingat persepsi kita tidak bisa diandalkan sedikit pun. Kenapa kita bisa melihat Guru Spiritual kita yang tidak lain adalah Buddha muncul dengan kekurangan yang nampaknya ada, padahal sejatinya tidak ada?
Harap diingat itu tidak lain adalah kekurangan dari karma buruk atau karma penghalang kita yang membuat kita tidak bisa melihat Guru sebagai Buddha. Buddha menyesuaikan dengan kondisi kita, bagaikan cermin Buddha muncul sebagai Guru kita yang selalu dapat menunjukkan kesalahan kita, entah dengan wujud-Nya, perkataan-Nya, maupun pemikiran-Nya. Sehingga nampaknya Guru kita ?belum matang?, sejatinya diri kitalah yang belum matang, diri kitalah yang memiliki karma penghalang yang besar sehingga kita tidak dapat melihat Guru kita apa adanya sebagai Buddha.
Bilamana saat tertentu muncul keraguan kita terhadap Guru Spiritual kita, jangan dianalisis lebih lanjut, diamkan sejenak dan ingatlah saja seluruh kebaikan Guru Spiritual kita. Tentu Guru Spiritual kita paling tidak memiliki satu kebaikan yang telah dilakukan-Nya terhadap kita bukan? Ingat dan analisis kebaikan Guru Spiritual kita saat itu. Bagaimana beliau dengan murah hati memberi kita tempat berteduh, tempat yang nyaman untuk belajar, memberi kita makan saat kita lapar, bahkan mungkin ada beberapa yang selalu diberi materi oleh Guru Spiritual. Kebaikan Guru kita yang seperti itu tentu saja minimal ada satu yang pernah kita rasakan. Apalagi bagi angggota biara tentu saja dengan jelas dapat merasakan kebaikan Guru Spiritual mereka yang merawat semenjak kecil hingga saat dimana mereka menerima penahbisan penuh.
Kebaikan dari Guru Spiritual kita tersebut bukannya tanpa maksud. Guru Spiritual kita memberikan kebaikan tidak terbatas kepada kita dengan tujuan supaya kita mempunyai ikatan yang cukup kuat dengan-Nya. Ikatan kuat itu pula yang akan membuat kita dengan mudah mempelajari apa pun yang diberikan oleh-Nya, melaksanakan tanpa beban dan ragu setiap instruksi yang diberikan oleh-Nya. Ingat sepintar apa pun kita mempelajari suatu teks, sehebat apapun kita merapal mantra, tanpa berkat dari seorang Guru; kita tidak akan memperoleh kemajuan spiritual bahkan setengah langkah pun.
Harapan ideal dari kebaikan yang telah dilakukan oleh Guru Spiritual kita, adalah agar kita dapat selalu merasakan kehadiran-Nya disisi kita. Kenapa hal tersebut harus dapat kita lakukan? Dengan merasakan kehadiran seorang Guru, tentu saja kita tidak akan melakukan perbuatan tidak bajik bukan? Dengan merasakan kehadiran seorang Guru, tentu saja kita tidak akan bermalas-malasan bukan? Dengan merasakan kehadiran seorang Guru, tentu saja kita tidak akan mengumbar amarah kita bukan? Dianalisis lebih lanjut pun kita akan dapat lebih banyak manfaat dengan merasakan kehadiran seorang Guru Spiritual daripada kita tidak membiasakan hal tersebut. Minimal dengan membiasakan diri kita merasakan kehadiran seorang Guru Spiritual, kita tidak akan melakukan perbuatan tidak bajik, dan hal ini juga berarti kita tidak akan jatuh ke alam rendah? Bukankah sebenarnya mudah untuk menghindar dari alam rendah, hanya saja apakah kita mau melakukannya atau tidak? Apakah kita mau melatih displin kita atau tidak?
Tujuan sebenarnya melihat Guru Spiritual kita sebagai Buddha dan membiasakan diri kita merasakan kehadiran Guru kita adalah minimal kita tidak akan melakukan perbuatan tidak bajik yang berarti kita tidak akan jatuh ke alam rendah; maksimalnya kita akan selalu mendapatkan berkah dari Buddha, baik itu berupa ajaran dari Buddha, kebaikan dari Buddha, atau bahkan bimbingan dan instruksi langsung dari Buddha. Bila hal ini sudah kita latih mulai dari sekarang, maka tidak mustahil ketika kematian menghampiri kita, kita dengan mudah akan mampu merasakan kehadiran Buddha saat itu dan dibimbing oleh Buddha untuk melalui proses tersebut untuk terlahir kembali di alam Buddha atau di alam mana pun sesuai kehendak kita untuk memperoleh ajaran-Nya.
Latihlah semenjak sekarang, ketika bangun pagi hari kita berlindung, lalu membersihkan diri dan melakukan puja untuk mengundang ladang kebajikan duduk di atas kepala kita atau minimal Guru Spiritual kita. Melakukan hal ini berarti apa pun yang kita perbuat sepanjang hari akan selalu disertai oleh keberadaan Guru Spiritual kita atau ladang kebajikan. Pada malam harinya menjelang tidur kita leburkan Guru Spiritual kita atau ladang kebajikan menyatu ke dalam hati kita, kita rasakan betul kehadirannya di dalam hati kita, untuk memberkati kita melalui tidur kita yang sebenarnya menakutkan, karena kita tidak akan tahu apakah kita akan dapat bangun lagi keesokan harinya. Latihlah dan biasakan hal ini sekarang jug. (LHO)