Siaran Web
“Untaian Nasihat-nasihat yang Berharga kepada Seorang Raja”
Sesi Satu
Rumah Filsafat dan Budaya Kamandalu, Bandung.
19-20 September 2009
Sabtu, 19-Sept-2009
Sesi 1: 14:30-17:00 WIB
…jelas Anda yang sekarang berada di sini memiliki ketertarikan yang melampaui tujuan-tujuan pada kehidupan saat ini saja, karena Anda juga tertarik pada kebahagiaan pada kehidupan-kehidupan mendatang. Sulit bagi kita untuk dapat berkumpul bersama pada acara seperti ini. Oleh sebab itu, masing-masing dari Anda bisa merenungkan apa yang ada dalam benak Anda: apa harapan-harapan dan aspirasi-aspirasi Anda. Di antara harapan-harapan tersebut, pastilah berbeda antara satu orang dengan lainnya. Beberapa dari Anda mungkin memiliki tujuan yang lebih jauh jangkauannya, tapi mungkin ada juga yang hanya sekadar penasaran. Misalnya jika Anda datang pada acara ini tahun lalu, dan kemudian Anda ingin tahu apakah yang disampaikan tahun lalu dengan tahun ini berbeda atau tidak.
Dari sudut pandang Buddhisme, ada dua jenis tujuan:
1) Keinginan untuk bahagia/ menikmati kebahagiaan sebanyak mungkin dan mempertahankannya untuk waktu selama mungkin.
2) Keinginan untuk menghindari penderitaan.
Kedua tujuan ini berlaku untuk semua bentuk kehidupan (semua makhluk), oleh sebab itu, bersifat universal. Ini berlaku bahkan untuk serangga yang terkecil yang merayap di atas tanah sampai makhluk hidup yang sudah sangat berkembang, seperti manusia. Bedanya, makhluk yang sudah lebih berkembang memiliki niat spiritual, yakni untuk meraih pencapaian-pencapaian spiritual yang tinggi. Kapasitas atau perkembangan masing-masing orang mungkin berbeda, tapi pada dasarnya setiap makhluk ingin bahagia dan tidak ingin menderita.
Sehubungan dengan aspirasi tadi, itu berlaku untuk semua makhluk yang masih berada di dalam samsara. Bahkan para makhluk yang sudah berhasil mencapai pembebasan pribadi dari samsara juga memiliki aspirasi yang sama, yakni mempertahankan kebahagiaannya sendiri, artinya masih memiliki sifat mementingkan diri sendiri. Perkecualian hanya ada pada Buddha, yakni seorang makhluk yang menginginkan kebahagiaan semua makhluk. Ia tidak memiliki keinginan seperti yang diinginkan oleh makhluk-makhluk biasa. Satu-satunya makhluk yang tidak memiliki keinginan untuk kebahagiaanya sendiri adalah para Buddha, artinya, mereka tidak memiliki sifat mementingkan diri sendiri.
Mari kita kembali ke aspirasi makhluk biasa, yakni menginginkan kebahagiaan dan tidak menginginkan penderitaan. Ini adalah aspirasi semua makhluk biasa. Apakah cukup hanya dengan memiliki aspirasi ini saja? Tentu tidak. Kita semua tahu bahwa apabila kita haus, kita tidak bisa berharap dahaga kita akan terpuaskan dengan sendirinya begitu saja. Kita harus mencari minuman dan meminumnya, barulah dahaga kita bisa diatasi. Prinsip yang sama juga berlaku dalam hal mencari kebahagiaan dan menghentikan penderitaan. Kita tidak bisa berharap saja tanpa melakukan apa-apa.
Sehubungan dengan metode untuk mendapatkan kebahagiaan dan menghentikan penderitaan, di dunia ini ada banyak metode yang diajarkan oleh banyak guru. Akan tetapi, pada sesi hari ini, kita akan melihat apa yang diajarkan oleh Guru Buddha tentang bagaimana meraih kebahagiaan dan menghentikan penderitaan.
Namun, bukan semata-mata karena ini ajaran Buddhis sehingga semua orang yang hadir di sini haruslah menjadi umat Buddhis. Sah-sah saja apabila ada yang datang hanya untuk mendengarkan, dan kemudian dia berhak memilah-milah bagian mana dari ajaran Buddha yang mau diambil untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya. Anda boleh datang untuk mencari tahu apa yang diajarkan oleh Buddha tapi Anda tidak wajib untuk mempercayai dan mengikutinya. Tentu saja banyak di antara kalian yang merupakan Buddhis, dan Anda haruslah datang bukan hanya untuk mendengarkan saja, tapi juga untuk mempraktekkan. Namun, ajaran Buddha sangatlah bermanfaat sehingga seseorang tidak mesti menjadi Buddhis untuk mendapatkan manfaat tersebut. Jadi, jika ada di antara kalian yang merasa bahwa Anda akan dipaksa untuk ganti agama menjadi Buddhis, maka saya katakana Anda tidak perlu mengkhawatirkan hal ini sama sekali.
Jadi, sebenarnya, masing-masing dari kita, termasuk saya sendiri, memiliki masalah dalam hidup ini. Ada yang masalahnya lebih besar daripada orang lain, tapi tetap saja semua orang memiliki masalah. Sangat tidak mungkin ada orang di dunia ini yang bebas dari segala macam kecemasan, keprihatinan, masalah, dsb. Segala sesuatu bisa menjadi keprihatinan kita, apakah itu orang-orang yang kita sayangi, dsb. Ditinjau dari segala aspek, kita juga tidak bisa memperoleh kepuasan total. Kita juga selalu memiliki harapan, hal-hal yang ingin kita capai, apakah itu hal-hal besar maupun kecil. Kita semua memiliki kesulitan dalam hidup ini, semacam rasa frustrasi. Kita semua juga selalu memiliki keinginan untuk dipenuhi.
Ada baiknya Anda semua memeriksa batin dan situasi Anda sendiri. Kesulitan-kesulitan yang Anda hadapi. Periksalah apakah yang saya katakan itu benar atau tidak. Periksa juga apakah anda juga selalu memiliki keinginan. Saya pribadi juga memiliki banyak hal yang ingin saya wujudkan. Banyak yang sudah terwujud, tapi banyak juga yang belum.
Ada orang yang memiliki masalah fisik, ada yang mental, tapi ada juga memiliki kedua-duanya. Sudah pasti kita semua memiliki keinginan, ini adalah sesuatu yang jelas. Dan kita juga memiliki masalah. Buddha menjelaskan ada masalah yang bisa diselesaikan dengan materi. Seperti misalnya waktu kita sakit, kita mencari obat. Tapi banyak masalah yang tidak bisa diselesaikan dengan materi dan harus diselesaikan dengan cara lain.
Untuk masalah yang tidak bisa diselesaikan dengan materi, solusinya ada pada perubahan sikap seseorang, menambah pemahamannya, yakni solusinya ada di dalam diri sendiri. Solusi dari dalam diri sendiri ini bisa mengatasi banyak permasalahan. Buddha sendiri adalah seseorang yang telah mencapai pencerahan sempurna. Beliau kemudian mengajar selama 45 tahun, dan dalam ajaran-ajaran tersebut beliau banyak menjelaskan tentang hal ini. Ada banyak sekali masalah yang bisa diselesaikan dengan cara seperti ini.
Di antara sekian banyak risalah-risalah yang menjelaskan rangkuman ajaran-ajaran Buddha, salah satunya adalah karya yang berjudul Untaian Nasihat-nasihat yang Berharga kepada Seorang Raja. Risalah ini bisa dibagi menjadi 3 bagian besar, yakni Pendahuluan, Isi, dan Penutup.
Mungkin banyak yang sudah mengenal Nagarjuna, tapi mungkin ada beberapa yang belum. Ada banyak manfaat dari menjelaskan kisah hidup Nagarjuna. Buddha muncul di dunia, mencapai pencerahan, dan mengajar selama 45 tahun. Para pengikut Beliau mencakup Sarwaka, Pacheka dan Bodhisatwa. Para murid inilah yang meneruskan ajaran-ajaran Beliau sehingga ajaran-ajarannya masih ada hingga sekarang. Kira-kira 400 tahun setelah Buddha parinirwana, muncullah seorang guru yang bernama Nagarjuna.
Ajaran Buddha terbagi menjadi dua bagian besar, yakni 1) Pratimoksayana (kendaraan kecil); 2) Mahayana (kendaraan besar). Kendaraan besar ini ditransmisikan utamanya oleh Manjushri dan Maitreya. Semasa Buddha hidup, murid-muridnya bertanya kepada Beliau: Apa yang akan terjadi setelah Buddha parinirwana? Jawaban ini bisa ditemukan pada banyak sutra, dan salah satu jawabannya ada pada ramalan munculnya Nagarjuna. Ramalan ini bisa ditemukan pada Sutra Turun ke Lanka (Descend to Lanka Sutra), Sutra Awan Besar (Great Cloud Sutra), dan Sutra Genderang Besar (Great Drum Sutra). Garis besar isi sutra tersebut menyebutkan bahwa 400 tahun setelah Buddha parinirwana, akan muncul seorang biksu bernama Naga, yang akan mampu menjelaskan ajaran-ajaran Buddha, yakni menjelaskan apa yang tercantum secara harfiah dan apa yang harus dijelaskan.
Buddha mengajarkan banyak topik ajaran. Pada permukaan, kadang-kadang topik-topik tersebut saling bertentangan. Ramalan munculnya Nagarjuna yang bisa membedakan mana makna yang tersurat dan mana makna yang harus diinterpretasikan kembali. Sebagai contoh, Buddha memutar roda dharma tiga kali. Pada pemutaran roda menengah, Buddha menjelaskan bahwa tidak ada fenomena yang bisa berdiri sendiri, secara intrinsik, tanpa tergantung pada hal lain sama sekali. Sesuatu tidak bisa berdiri sendiri, terlepas dari apapun, karena dia paling tidak, bergantung pada batin yang mencerap fenomena tersebut, atau pada penamaan fenomena itu sendiri. Ini artinya segala sesuatu bergantung pada sebab dan kondisi. Pada akhirnya, tidak ada satupun fenomena yang bisa berdiri sendiri, lepas dari segala apapun.
Sedangkan di sutra lain, yakni pada pemutaran roda dharma yang ketiga, Buddha mengajarkan bahwa ada hal tertentu yang bisa berdiri sendiri. Jika kita menelusuri dan menganalisisnya, maka kita akan dapat menemukan fenomena seperti ini.
Tentu saja kedua pernyataan di atas saling bertentangan. Tapi, mari kita telusuri lebih jauh. Mengapa Buddha mengatakan bahwa ada fenomena yang eksis? Karena apabila Buddha mengatakan yang sebaliknya, yakni, bahwa tidak ada fenomena yang eksis, dan pendengarnya pada waktu itu belum siap untuk mendengarkannya, maka mereka akan jatuh pada pandangan nihilistik, bahwa tidak ada yang eksis sama sekali. Makanya Buddha menjelaskan demikian untuk menghindari bahaya ini. Akan tetapi, Buddha menjelaskan demikian dengan catatan sifat dasar fenomena yang dicerap tidak terlepas dari batin yang mencerapnya. Penjelasan ini bertujuan untuk melemahkan tingkat cengkraman keakuan pendengarnya.
Makhluk biasa sulit untuk membedakan di antara banyak ajaran-ajaran Buddha, yakni membedakan:
1) Pandangan yang sebenarnya
2) Penjelasan tentang eksistensi sebuah fenomena
3) Penjelasan yang sudah dimodifikasi untuk menolong murid menghindari kesalahpahaman
Secara umum, ajaran Buddha dapat dipahami dengan dua cara:
1) Makna yang perlu di-intrepretasi-kan lebih lanjut
2) Makna sebenarnya
Dikatakan bahwa di kemudian hari, seorang biksu bernama Naga akan mampu menjelaskan keduanya, yakni menjelaskan berdasarkan apa yang tercantum dalam teks (scripture), dan apa yang perlu dijelaskan lebih jauh menggunakan dialektik/ penalaran logika. Beliau akan mampu menjelaskan keduanya.
Kenyataan bahwa fenomena tidak memiliki eksistensi yang berdiri sendiri merupakan pandangan yang dewasa ini semakin dianut oleh para ilmuwan modern. Ini merupakan fakta yang sudah dipaparkan oleh Buddha 2.500 tahun yang lalu. Pandangan ilmuwan modern ini merupakan sesuatu yang baru-baru ini diterima secara luas. Kalau kita kembali ke 100 tahun yang lalu, pandangan ini tidak bisa diterima oleh kebanyakan orang.
Berikut saya paparkan contoh kontradiksi lain di dalam ajaran Buddha. Mungkin hal ini merupakan sesuatu yang rumit bagi Anda, tapi ini untuk menunjukkan peran penting yang dimainkan oleh Nagarjuna ketika beliau muncul di dunia. Di dalam Sutra Makna Tertentu [yakni, Prajnaparamita Sutra], disebutkan hanya ada satu kendaraan di dalam ajaran Buddha, dan bahwa semua makhluk memiliki kapasitas untuk mencapai pencerahan (mencapai Kebuddhaan). Namun, di sutra lain, beliau memaparkan bahwa ada tiga kendaraan, yakni: 1) Kendaraan Pendengar (Sarwaka); 2) Kendaraan Perealisasi Sendiri (Pacheka); 3) Kendaraan Agung (mereka yang mencapai pencerahan sempurna). Ada makhluk yang hanya bisa mencapai tingkatan Pacheka, ada yang hanya mencapai Sarwaka, dan ada juga yang mencapai Kebuddhaan. Ini sebabnya mengapa ada tiga jenis kendaraan. Di permukaan, tentu saja kedua pernyataan ini saling berlawanan.
Alasan mengapa Buddha mengatakan ada tiga jenis kendaraan, dikarenakan ada tiga jenis kapasitas yang berbeda, yakni:
1. Orang yang memiliki kapasitas yang pasti/ tetap.
Orang ini hanya bisa berkembang dalam satu jenis kendaraan yang pasti. Mereka akan memasuki satu jenis kendaraan dan mencapai tujuan dalam kendaraan tersebut, apakah itu mencapai Sarwaka, Pacheka, ataupun kendaraan agung.
2. Orang yang memiliki kapasitas yang tidak pasti/ tidak tetap.
Orang ini akan memasuki satu jenis kendaraan, tapi di tengah-tengah, seiring perkembangannya, dia bisa berubah.
3. Orang yang tidak memiliki kapasitas.
Orang seperti ini tidak memiliki potensi bahkan untuk memasuki kendaraan jenis apapun.
Dengan adanya berbagai jenis sutra, yang pada permukaan bisa jadi saling berlawanan, orang awam akan sangat sulit untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Hanya orang-orang yang batinnya sudah sangat berkembang dan mencapai realisasi yang bisa membedakannya, dan inilah peran penting yang dimainkan oleh Nagarjuna. Beliau muncul di dunia untuk memaparkan analisis secara ekstensif, dengan menggunakan penalaran logika, untuk menentukan mana yang merupakan makna yang pasti dan mana yang harus di-interpretasikan.
Kemampuan Nagarjuna dalam memahami sutra-sutra menjadikannya penulis yang ahli. Beliau menuliskan banyak risalah dengan berbagai topik yang luas. Beliau menuliskan topik-topik seperti pengobatan, nasihat kepada raja, filosofi, bahkan tentang bagaimana cara membuat dupa.
Karya yang sekarang dibahas ini relatif tidak terlalu panjang, namun sangat penting, karena mengambil kutipan dari banyak sutra, dan kemudian mengklasifikasikannya. Banyak karya-karya penting Nagarjuna yang tujuannya menjelaskan pandangan Madhayamaka, dan dalam memenuhi tujuan ini, beliau menggunakan banyak penalaran logika. Karya-karya Nagarjuna yang kompleks antara lain Prajnamula, yang merupakan teks yang lengkap dan bisa berdiri sendiri. Sedangkan karya yang terdiri dari 60 Penalaran Logika merupakan penjelasan untuk topik-topik tertentu. Namun, Prajnamula bisa berdiri sendiri.
Di dalam Untaian Nasihat-nasihat yang Berharga kepada Seorang Raja, pada bagian topik utama: Sebab-sebab kelahiran kembali di alam yang tinggi dan akibat-akibat sesuai dengan sebab tersebut; poin utama di sini adalah: terlepas dari apapun kendaraan yang anda pilih, apakah itu Pratimoksayana atau kendaraan agung, pada semua kendaraan tersebut, anda haruslah merealisasikan ketiadaan eksistensi yang berdiri sendiri pada individual perseorangan untuk mencapai pembebasan. Inilah kebijaksanaan yang dibutuhkan bagi seseorang untuk mencapai pembebasan.
Peran luar biasa yang dimainkan oleh Nagarjuna pada risalah yang penting ini, yakni pada makna yang pasti dan juga makna interpretasinya, berikut peran beliau pada keenam kumpulan karya yang menegakkan pandangan Madhayamaka, membuatnya dijuluki sebagai Buddha yang kedua. Julukan ini diberikan karena begitu besarnya peran Nagarjuna.
Inti ajaran Buddha dapat dibagi menjadi dua aspek besar, yakni aktivitas luas dan pandangan mendalam. Di antara keduanya, Nagarjuna lebih banyak menjelaskan pandangan mendalam. Walaupun ia juga menjelaskan aktivitas luas, namun utamanya adalah pandangan mendalam. Di dalam Prajnamula, yang merupakan salah satu bagian dari 6 kumpulan risalahnya, walaupun Nagarjuna juga menjelaskan aspek aktivitas luas, namun utamanya adalah menjelaskan tentang pandangan mendalam.
Untuk Untaian Nasihat ini, Nagarjuna menjelaskan kedua aspek tersebut, yakni aktivitas luas dan pandangan mendalam. Dari sudut pandang pribadi saya, Untaian Nasihat ini merangkum poin-poin esensial dari Prajnamula. Namun penalaran logika yang dipakai dalam Prajnamula lebih banyak. Di dalam Untaian Nasihat ini, penalaran logika yang dipakai lebih sedikit, tapi ada. Sedangkan penjelasan aspek aktivitas luas sangat jelas di dalam karya ini dan dijelaskan secara luas.
Guruku yang mulia mengatakan bahwa ada sekitar 13 sampai 17 karya Lamrim India. Untaian Nasihat ini adalah satu di antaranya. Tambahan, dari sudut pandang pribadi saya, ada sebuah karya penting lain Nagarjuna, yakni Surat kepada Seorang Sahabat, atau yang juga diterjemahkan menjadi Surat yang Bersahabat, di mana karya ini merupakan ringkasan nasihat-nasihat yang terdapat di dalam Untaian Nasihat ini. Baru-baru ini saya memberikan ajaran Surat kepada Seorang Sahabat di India, di jajaran pegunungan Himalaya, di sebuah daerah yang bernama Karsha. Sebagai persiapan, saya membaca teks ini dan semakin jelas bagi saya bahwa Surat kepada Seorang Sahabat merangkum Untaian Nasihat-nasihat kepada Seorang Raja.
Pertama-tama pada bagian Pengenalan dari karya ini. Pada garis-garis besarnya dijelaskan tentang judul karya ini. Dalam Bahasa Sansekerta, judulnya adalah rajaparikatha-ratnamala/ ratnavali. Raja = raja; parikatha = nasihat yang ditujukan kepada; ratna = permata, berharga; vali = untaian. Banyak yang sudah paham, tapi mungkin ada yang belum. Tujuan menuliskan judul Sansekerta dalam sebuah karya berbahasa Tibet dikarenakan pada zaman dulu, ketika dharma diperkenalkan di Tibet, seorang Raja Dharma, yakni raja penguasa Tibet, menetapkan sebuah aturan. Bagi siapapun yang menerjemahkan karya Sansekerta ke dalam Bahasa Tibet, haruslah mencantumkan judul asli dalam Bahasa Sansekerta-nya. Ini untuk membedakan dengan jelas mana karya yang diterjemahkan dari Bahasa Sansekerta dan mana yang bukan.
Pada baris yang berbunyi “Hormat kepada semua Buddha dan Bodhisatwa,” ini adalah baris yang ditambahkan oleh sang penerjemah (Sansekerta ke Tibet). Sudah merupakan tradisi atau kebiasaan bagi seorang penerjemah untuk menambahkan bait penghormatan seperti ini. Alasan lain mengapa sang penerjemah menambahkan baris penghormatan adalah untuk mengambil perlindungan kepada Triratna. Tujuan jangka pendeknya adalah supaya terjemahan bisa diselesaikan dengan baik. Tujuan jangka panjangnya adalah supaya siapapun yang nantinya bertemu dengan karya terjemahan tersebut bisa mempelajari, mempraktekkan, dan akhirnya, mencapain pembebasan. Ini merupakan tradisi yang ditegakkan pada zaman dulu oleh Raja Tibet, Trisong Dechen pada abad ke-9. Penghormatan ini diberikan karena sesuai dengan ajaran Buddha, karena siapapun yang hendak mencapai pencapaian spiritual apapun haruslah mengambil perlindungan kepada Triratna. Ini sesuai juga dengan Lamrim, di mana dinyatakan bahwa mengambil perlindungan adalah pintu gerbang untuk memasuki ajaran, dalam artian untuk mendapatkan akses terhadap ajaran Buddha.
Jika seseorang ingin mempraktekkan ajaran Buddha, ia haruslah membangkitkan kondisi batin yang berlindung kepada Triratna. Dengan demikian, prakteknya akan merupakan praktek Buddhis. Kalau tidak berlindung, maka praktek apapun yang dia lakukan, tidak akan menjadi praktek Buddhis. Inilah sebabnya mengapa dikatakan mengambil perlindungan merupakan pintu gerbang yang unggul untuk memasuki ajaran.
Mari kita lihat garis besar teks setelah baris penghormatan. Dalam baris pertama ini ada urutan yang berbeda. Yang pertama adalah penghormatan, berikutnya, janji sang penulis untuk merampungkan karya ini. Penghormatan sang penulis merupakan urutan sesuai tradisi Tibet. Di sini, yang memberikan penghormatan adalah sang penulis, yakni Nagarjuna. Sedangkan, obyek penghormatannya, Yang Maha Tahu, yaitu Sang Buddha, seorang makhluk yang telah mengetahui semua fenomena yang eksis, baik fenomena relatif maupun tertinggi, dengan kata lain mengetahui modus eksistensi konvensional dan ultimit. Semua fenomena eksis dalam dua level, yakni semua fenomena kalau tidak sunya, berarti dalam bentuk eksistensi konvensional. Buddha adalah seseorang yang bisa memahami fenomena pada kedua level keberadaan ini.
Seorang Buddha juga merupakan seorang makhluk yang telah memenuhi tujuan pribadinya. Di satu sisi, tujuan pribadi artinya sudah meninggalkan semua yang harus ditinggalkan, yakni kedua jenis kekurangan atau cacat. Pertama, cacat kilesa, yaitu kilesa mencengkram adanya aku yang inheren, sehingga memperoleh skhanda yang didapatkan yang membentuk seorang makhluk. Ini disebut juga pandangan salah atau halangan. Inilah kilesa yang harus diatasi. Yang kedua adalah halangan terhadap kemahatahuan. Halangan ini dijejakkan oleh kilesa di dalam arus batin seseorang. Seorang Buddha telah mengatasi kedua jenis cacat atau halangan ini. Oleh sebab itu disebut telah memenuhi tujuan pribadinya.
Aspek meninggalkan segala yang harus ditinggalkan ini, pada seorang Buddha merupakan aspek yang unggul, yang berbeda dari Sarwaka dan Pacheka. Aspek peninggalan Sarwaka dan Pacheka tidak sepenuhnya, dalam artian mereka belum menghilangkan seluruh rintangan secara sepenuhnya. Poin kedua, mereka juga belum menghilangkannya secara definitif atau pasti, dalam artian, cacat atau kekurangan tertentu masih bisa muncul kembali. Seorang Buddha telah memenuhi aspek meninggalkan segala yang harus ditinggalkannya bersifat lengkap dan pasti.
Baris berikutnya, “yang diberkahi dengan semua kualitas-kualitas bajik,” merujuk pada kualitas bajik umum dan khusus. Umum artinya kualitas bajik yang juga terdapat pada makhluk lebih rendah, misalnya penembusan kesunyataan yang sama dengan yang dicapai oleh Sarwaka dan Pacheka, batin pencerahan yang sama dengan yang dibangkitkan oleh para Bodhisatwa. Kualitas khusus yang spesifik pada seorang Buddha misalnya kesepuluh kekuatan (bala), 4 ke-tanpa-ketakutan (fearlessness). Inilah yang membentuk pencapaian-pencapaian unggul seorang Buddha.
Jadi, seorang Buddha dikatakan telah mencapai tujuan pribadinya, artinya dia telah mencapai Pelepasan Unggul dan Pencapaian Unggul. Oleh sebab itu, beliau merupakan “satu-satunya teman sejati semua makhluk,” artinya seseorang yang telah mampu mencapai kebahagiaan untuk semua makhluk.
Kenapa dikatakan bahwa Buddha adalah “satu-satunya teman sejati semua makhluk?” Karena Buddha memiliki motivasi yang murni dan universal, contohnya welas asihnya murni dan universal, dalam artian welas asih seorang Buddha tidak memihak satu pihak tertentu saja dan mengabaikan pihak lain. Berdasarkan motivasi welas asih ini, Buddha kemudian bertindak demi semua makhluk, yakni melindungi mereka dari segala jenis mara bahaya, membantu mereka mencapai kualitas bajik dan kebahagiaan. Seorang “teman sejati semua makhluk” adalah seseorang yang mampu melakukan hal ini, dan kemampuannya tidak tertandingi dan melampaui semua makhluk lain.
Seorang Buddha tidak hanya memiliki niat untuk bekerja demi kesejahteraan semua makhluk, namun ia juga memiliki kapasitas penuh untuk melaksanakannya. Dan inilah kualitas unik yang hanya dimiliki oleh seorang Buddha. Kualitas-kualitas seperti Pelepasan Unggul dan Pencapaian Unggul memungkinkan beliau untuk mencapai tujuan-tujuannya sendiri dan juga tujuan semua makhluk. Barangkali ada pemimpin spiritual lain yang berkeinginan untuk menolong semua makhluk, tapi terlepas dari niatnya, ia tidak memiliki kemampuan untuk benar-benar melaksanakannya, karena ia belum mengatasi kekurangannya sendiri dan belum menyempurnakan kualitas-kualitas bajiknya. Sedangkan, mungkin pemimpin spiritual lainnya barangkali tidak berniat menolong semua makhluk, artinya hanya menolong sebagian saja. Jadi, inilah kualitas unik seorang Buddha, yakni memiliki niat untuk menolong semua makhluk dan mempunyai kemampuan untuk melaksanakannya.
Penjelasan di atas cukup mudah dipahami apabila kita melihat diri kita sendiri. Bisa jadi kita memiliki niat untuk menolong semua makhluk, tapi pada kenyataannya kita tidak memiliki kemampuan yang dibutuhkan. Kita bahkan belum bisa memenuhi tujuan pribadi kita sendiri, karena kita belum mengatasi kekurangan-kekurangan dan belum mencapai kualitas-kualitas bajik kita sendiri. Bahkan niat kita juga bisa berubah. Bisa jadi kita memiliki niat yang murni untuk menolong semua makhluk, tapi kadang-kadang niat itu merosot menjadi hanya menolong sebagian orang saja alias sudah bias. Niat kita sudah terbatas untuk sekelompok kecil makhluk. Dengan demikian, kita tidak memenuhi kualifikasi untuk disebut sebagai “satu-satunya teman sejati semua makhluk.” [6j]
[berlanjut ke Sesi 2]