Esensi Emas yang Telah Dimurnikan – Siaran Web Ajaran Dagpo Lama Rinpoche

  • June 22, 2009

Rumbud, 20 Juni 2009. Sesi pertama dimulai pukul 15:00 WIB (10:00 waktu Prancis): Puja Jorchoe,
Sesi kedua pukul 19:00 WIB (14:00 waktu Prancis): Teaching “Essence of Refined Gold”.

Berikut rangkuman berdasarkan catatan tangan penerjemah:
Motivasi
Kelahiran kembali sebagai manusia yang telah kita dapatkan ini sungguh amat sulit didapatkan. Dengan kelahiran ini kita bisa mencapai sesuatu yang bermanfaat, tidak hanya bagi diri sendiri, namun bagi banyak orang lain. Tidak hanya pada kehidupan saat ini, tapi untuk banyak kehidupan berikutnya. Dengan kelahiran ini kita memiliki kebebasan dan keberuntungan, dan ini berlaku bagi kita semua, baik pria maupun wanita, tua-muda, yang statusnya tinggi ataupun rendah, berpendidikan tinggi atau tidak, dan sebagainya; kesemuanya memiliki kebebasan dan keberuntungan yang sama.
Secara umum kita bisa melihat bahwa kita semua rata-rata bukanlah orang yang bodoh, dan kita mampu berpikir jernih. Walaupun tingkat kebodohan tiap orang berbeda, tapi tidak ada yang terlalu bodoh ataupun memiliki kecerdasan yang tumpul sama sekali sehingga ia tidak bisa berpikir sama sekali. Buktinya, rata-rata dari kita bisa mencapai sesuatu dalam hidup ini, dan rata-rata juga telah menerima pendidikan dalam satu dan lain tingkat. Dengan pendidikan yang telah kita terima, kita mampu terlibat dalam berbagai aktivitas hingga mampu meraih pencapaian-pencapaian. Ada yang mungkin meraih pencapaian dalam ranah public, ada yang demi membela bangsa dan Negara atau ranah publik lainnya, tapi ada juga yang meraih pencapaian-pencapaian pribadi dalam lingkup yang terbatas. Intinya, semua orang mencapai sesuatu. Ini membuktikan bahwa kita semua memiliki kapasitas. Mungkin ada yang belum memaksimalkan potensinya, tapi tidak bisa diragukan lagi, kita semua memiliki kapasitas untuk mencapai sesuatu.
Mengaitkan dengan Diri Sendiri
Kita harus bisa menghubungkan apa yang sedang dijelaskan ini dengan diri kita sendiri. Apabila ada jhiduarak antara apa yang sedang dijelaskan dengan diri kita, yakni apa yang sudah diajarkan oleh guru-guru spiritual, maka apa yang disampaikan tidak berhubungan sama sekali dengan diri kita. Dengan demikian, ia tidak membawa manfaat apapun. Oleh sebab itu, kita harus bisa mengaitkannya dengan diri kita sendiri, amati apakah yang sedang disampaikan itu berkaitan secara langsung dengan diri kita secara pribadi. Dengan demikian, kita bisa merenungkan bahwa “Oh, ternyata benar bahwa saya telah mencapai sesuatu, dan saya memiliki kemampuan untuk belajar dan mendalami banyak hal.” Dengan cara demikian, barulah kita bisa mendapatkan manfaat dari apa yang disampaikan. Jika Anda gagal melakukannya, yang artinya Anda seolah-olah mendengarkan sesuatu yang abstrak, tanpa mengaitkannya dengan diri sendiri, maka yang Anda dengarkan hanyalah kata-kata kosong yang tidak bermakna.
Kalau kita bisa mengaitkan, maka implikasinya kita bisa menyadari betapa besar kapasitas yang kita miliki. Yakni kemampuan untuk meraih kebahagiaan pada kehidupan saat ini, misalnya dengan memastikan segala sesuatu berjalan dengan lancar, dan kita mampu meraih tingkat kepuasan, kesenangan dan kenyamanan tertentu. Akan tetapi, ini adalah tingkat pencapaian yang pertama yang mampu diraih oleh kapasitas kita. Namun, kita masih mampu untuk meraih pencapaian yang lebih besar. Yaitu menjamin bahwa kebahagiaan kita tidak hanya pada kehidupan saat ini saja, namun berlanjut pada kehidupan-kehidupan berikutnya. Apa maksudnya? Ini artinya kita memiliki kemampuan untuk terhindar dari kelahiran kembali di alam-alam rendah, yang apabila tidak kita hindari, maka kita akan mengalami siksaan dan penderitaan yang tak tertahankan.
Lebih lanjut, kita bahkan mampu untuk terhindar dari penderitaan samsara secara keseluruhan, yakni mencapai pembebasan sempurna dari kelahiran dan kematian yang berulang-ulang dalam lingkaran eksistensi. Bahkan, lebih jauh lagi, dengan kapasitas kita, kita bahkan mampu untuk mencapai Kebuddhaan, yakni seseorang yang telah meraih pencerahan sempurna dan memiliki keinginan untuk membahagiakan semua makhluk. Bagaimana caranya? Pertama, kita semata-mata membangkitkan keinginan untuk mencapai Kebuddhaan demi untuk menolong semua makhluk, dan yang kedua, menerapkan cara-cara yang dibutuhkan untuk mencapainya.
Hidup ini Naik Turun
Kadang kalau kita memperhatikan sekitar kita, kita bisa mengamati bahwa kehidupan orang-orang sebenarnya naik turun. Ada beberapa orang yang kelihatannya selalu berbahagia, namun ada juga yang seolah-olah selalu tertimpa kesulitan. Kita harus bertanya, “Mengapa hal ini bisa terjadi?” Apa yang menyebabkan kebahagiaan dan ketidakbahagiaan. Beberapa orang mungkin bisa hidup dengan tenang dan damai, tapi yang lainnya tidak seberuntung itu. Dari sini kita harus bisa menyadari bahwa sebenarnya yang menentukan kebahagiaan seseorang itu bergantung sepenuhnya pada keadaan batinnya. Yakni, bagaimana kelakuannya sehari-hari dan bagaimana ia merespon kesulitan-kesulitan yang datang menghampiri, dan ini yang dinamakan pandangan hidup seseorang.
Bagaimana seseorang memandang hidup ini menentukan bagaimana ia menjalani pengalaman hidupnya sehari-hari. Contohnya, ketika kita sedang benar-benar dalam kondisi ga beres, kalau kita melihat ke dalam diri sendiri, maka kita akan menyadari bahwa sebenarnya perhatian utama kita terletak pada diri kita sendiri. Dan jika ada hal yang berlawanan dengan kehendak kita, maka kita merasa itu sebagai sesuatu yang tak tertahankan, sesuatu yang tak bisa ditoleransi. Lebih buruknya lagi, kita memperparah keadaan dengan selalu mengeluh bahwa segala sesuatu selalu susah. Di sini, kita harus bisa merubah perilaku kita secara fundamental. Yakni, berhenti memikirkan diri sendiri dan mulai memikirkan orang lain. Dengan perubahan fundamental seperti ini, niscaya ia akan secara radikal mengubah pengalaman-pengalaman yang terjadi dalam hidup kita. Sehingga, ketika masalah timbul, kita akan bisa menerimanya dengan lebih lapang dada dan melihatnya dengan perspektif yang berbeda.
Memang sukar bagi kita untuk menghentikan sifat egois sama sekali karena kita memang selalu berpusat pada diri sendiri. Namun, secara perlahan kita bisa mencoba untuk lebih peduli kepada orang lain dengan motivasi yang murni dan bukan atas dasar sifat egois. Kalau sudah bisa begini, maka ketika kita tertimpa masalah, kita bisa memikirkan bahwa ternyata orang lain juga sedang kesusahan, bahwasanya orang lain juga memiliki halangan-halangan. Cara berpikir seperti ini akan mengubah segala sesuatunya, dan membuat kita untuk tidak senantiasa memikirkan diri sendiri saja.
Selalu Bermimpi dan Tidak Realistis
Seperti yang sudah dijelaskan Minggu lalu (webcast 14 Juni 2009, topik “Bagaimana Mengatasi Stres”), kita selalu bermimpi, dan mimpi kita adalah mimpi-mimpi kosong. Kita senantiasa mengingikan segala sesuatu berjalan dengan sempurna dan lancar, tapi ini tidak mungkin. Oleh sebab itu, ia disebut harapan palsu, sesuatu yang tidak realistis. Karena ini merupakan kenyataan yang tidak bisa dielakkan. Saat ini kita merasa baik-baik saja, tapi ini tidak akan bertahan selamanya. Banyak hal yang bisa terjadi, katakanlah pada kesehatan kita, atau sesuatu di tempat kerja kita. Harapan bahwa segala sesuatu akan selalu berjalan lancar adalah mimpi, dan ini yang tidak mungkin bisa kita capai dalam kehidupan kita saat ini. Semakin cepat kita menyadari kenyataan ini, akan semakin baik pula.
Kebanyakan orang ingin mendapatkan tanggapan yang bagus-bagus dari orang lain. Kita mengharapkan pengakuan dari orang lain dan juga ingin meraih kualitas-kualitas yang baik. Tapi, penting untuk diketahui, bahwa kita tidak selalu melakukan apa yang diperlukan untuk mendapatkan tanggapan yang bagus tersebut. Misalnya, kita ingin dianggap sebagai orang baik-baik, tentu kita akan berperilaku baik pula. Namun, kalau kita tidak hati-hati, justru kita akan melakukan hal-hal yang buruk, dan ketika orang lain tidak menghormati kita, kita malah menjadi sedih dan tidak puas. Ini tentu saja sesuatu yang tidak realistis sama sekali. Kalau kita ingin dianggap baik, maka kita harus berperilaku yang baik pula.
Contohnya, dari salah satu kilesa yang kita miliki, ambil-lah kemarahan. Kebanyakan dari kita bisa meledak begitu saja, semudah sebatang korek api yang bisa menyala apabila digesekkan. Semudah itulah cara kita terpancing untuk marah, dan sesering itulah kita membangkitkan amarah. Dan pada saat yang bersamaan, kita ingin orang-orang menganggap kita sebagai orang yang baik dan sabar. Kedua hal ini sungguh bertentangan. Kalau kita ingin dianggap orang baik, maka tentu kita harus berusaha untuk menguasai diri dengan cara bersikap ramah dan bersabar. Ada kondisi di mana ketika kita ingin terlihat bagus di hadapan orang lain, kita berperilaku dengan tidak sewajarnya. Misalnya orang yang sering marah tapi berperilaku seolah-olah seperti orang yang sabar. Orang-orang yang mengenalnya tidak akan segampang itu untuk tertipu. Di sini, kita bisa melihat bahwa kadang kita berbuat baik ternyata ada maksud lain.
Itu menunjukkan kenyataan bahwa kita tidak mampu untuk mengendalikan 8 angin duniawi sama sekali, baik untuk aspek yang kasar, apalagi yang halus. Terlepas dari gelar apapun yang kita sandang, kita tetap belum bisa terlepas dari 8 angin duniawi. Bagi anda orang baru, mungkin istilah 8 angin duniawi ini tidak begitu dipahami. Tapi bagi yang sudah pernah belajar, tentu mengetahui bahwa 8 angin duniawi ini menggambarkan apa yang terjadi dengan kita semua. Kita harus mengakuinya kenyataan bahwa kita masih sangat terpengaruh oleh 8 angin duniawi, menyadarinya, dan kemudian berusaha untuk mengatasinya. Jangan dibiarkan begitu saja karena kita akan sangat mudah untuk terhanyut.
Mengatasi 8 Angin Duniawi
Bagaimana cara mengatasi 8 angin duniawi? Ia bisa diatasi dengan hal seperti pemahaman shunyata, mulai dari tahap pembangkitan, penyelesaian, dan penembusan shunyata itu sendiri. Kalau kita sudah memiliki kualitas ini, maka ia akan benar-benar mengobati penyakit 8 angin duniawi. Tapi, untuk kondisi spiritual kita sekarang ini, itu nampaknya sesuatu yang mustahil. Jangankan realisasi, kita bahkan tidak mengerti apa yang sebenarnya dimaksudkan dengan shunyata. Ia adalah sesuatu yang berada di luar jangkauan pemahaman dan pencapaian kita sekarang ini. Jadi, adakah metode lain yang efektif untuk mengatasi penyakit kita? Jawabannya adalah perenungan kematian dan ketidak-kekalan. Perenungan ini akan benar-benar menenangkan gejolak 8 angin dunia dalam batin kita. Angin duniawi dalam batin loncat sana loncat sini, kalau bukan ini yang muncul, itu yang akan berperan. Namun, perenungan kematian dan ketidak-kekalan akan mampu meredam semuanya.
Berbicara tentang kematian dan ketidak-kekalan, kita belum masuk pada realisasi sebenarnya. Dengan pemahaman yang benar akan aspek-aspek kematian, yakni kepastian kematian dan ketidak-pastian waktu kematian itu saja pun akan secara radikal mengubah perilaku 8 angin duniawi kita. Ketika seseorang telah memahami kedua poin tersebut, maka tidak ada waktu dan tempat yang tersisa di dalam batin untuk memikirkan 8 angin duniawi. Kita memliki kapasitas untuk memahami bahwa tidak ada yang stabil dalam kondisi kehidupan kita sekarang ini. Segala sesuatu berubah setiap saat.
Tiap bulan, tiap hari, tiap jam, bahkan tiap momen, segala sesuatu berubah. Kalau ia berubah menjadi sesuatu yang lebih baik, maka itu adalah perubahan yang bagus, dan inilah yang kita harapkan. Tapi, sebaliknya, apabila perubahannya adalah perubahan menjadi semakin buruk, maka ini yang disebut sebagai kemerosotan, dan ini sungguh merupakan penyia-nyiaan waktu yang luar biasa. Walaupun kita sudah bertemu dengan ajaran Buddha dan mampu menyampaikan ceramah dengan cara yang memukau, kalau tidak ada perubahan ke arah yang lebih baik, maka itu semua sia-sia saja, tidak ada gunanya sama sekali.
Kenyataan bahwa segala sesuatu berubah adalah hal yang tidak bisa dielakkan. Bahkan tubuh jasmani kita berubah setiap saat, yakni bertambah tua terus-menerus. Praktis tidak ada yang bisa kita lakukan untuk mengatasi hal ini. Kalau ada yang ingin memperlambat proses penuaan, itu sah-sah saja, tapi isu utama kita bukanlah perubahan fisik, tapi perubahan mental. Kita harus menjaga agar kondisi mental kita tidak merosot, dan bahwasanya ia mengalami proses perubahan ke arah yang lebih baik.
Kemerosotan Batin
Ketika kita bicara tentang mencegah kemunduran dan kemerosotan, yang kita maksudkan tentu saja kemunduran dan kemerosotan batin. Saat ini kita telah memiliki tingkat pengetahuan dan pemahaman tertentu, namun, apabila kita tidak hati-hati, pemahaman itu bisa hilang karena kita bisa lupa. Dengan demikian, kita kehilangan segala pengetahuan yang sudah kita capai. Dengan semakin pelupa, kita menjadi semakin pikun dan mental kita menjadi tumpul. Kita menjadi bodoh dan tidak mampu memahami apapun, dan inilah yang seringkali terjadi. Tujuan kita adalah untuk mencapai Kebuddhaan, yakni keadaan yang mahatahu, yang mampu mencerap keberadaan semua realita, baik itu relatif maupun ultimit. Jika kita semakin kehilangan apa yang sudah kita capai, maka barangkali kita sedang menuju ke arah yang salah.
Itu adalah penjelasan dari satu aspek. Dari aspek lain, yakni aspek metode, kita bisa menemukan sifat-sifat seperti cinta kasih, welas asih, keyakinan, bodhicitta. Dengan mendengarkan ajaran-ajaran Buddha, kita akan mampu mengembangkan sifat-sifat tersebut. Selain itu, kita juga bisa mendapatkan rasa takut seperti merinding yang menuntun pada penolakan samsara. Namun, kalau tidak hati-hati, kita bisa kehilangan semua itu dan akibatnya kita menjadi bebal terhadap ajaran, hati kita menjadi gersang, tidak sensitif, dan tidak mampu membangkitkan sifat-sifat seperti cinta kasih dan welas asih.
Distraksi, Pikiran yang Senantiasa Teralihkan
Bicara tentang kemerosotan, tentu kemerosotan batin yang paling penting. Salah satu penyebabnya adalah pikiran yang tidak fokus alias teralihkan. Kita sudah sedemikian terbiasanya dengan batin yang selalu teralihkan, sehingga kita sangat mudah sekali untuk teralihkan. Contohnya ketika akan melakukan hal-hal yang positif, kita dengan mudah merasa lelah, baik secara fisik maupun mental. Sungguh luar biasa sekali bagaimana batin kita teralihkan. Kalau diamati secara objektif, berapa banyak pikiran kita yang teralihkan sejak dari bangun di pagi hari hingga saat ini? Kita akan menemukan betapa banyak pikiran kita yang ter-distraksi dalam tingkat yang amat luar biasa.
Batin kita selalu teralihkan dengan hal-hal eksternal, yakni ditujukan pada objek-objek yang salah. Saking seringnya teralihkan ke luar, seolah-olah batin kita itu hampa, ibarat cangkang kosong. Saya tidak tahu bagaimana dengan anda, tapi inilah yang terjadi pada diri saya sendiri, dan beginilah caranya waktu kita banyak terbuang dengan sia-sia. Kalau sudah demikian adanya, tidak ada yang bisa kita lakukan lagi. Kita tidak bisa mengembalikan waktu yang telah berlalu. Yang bisa kita lakukan adalah di saat sekarang dan yang akan datang, yaitu dengan berhenti menyerah pada keteralihan batin. Kita bisa menghentikan distraksi sekarang juga dan menjaganya terus untuk waktu yang akan datang hingga kita mampu untuk menghentikan kecenderungan batin yang terdistraksi.
Kesimpulannya, kita harus bisa mempersiapkan diri untuk membawa sesuatu ke kehidupan berikutnya. Satu-satunya cara untuk melakukannya adalah dengan cara berpikir yang benar dan memanfaatkan kehidupan kita dengan sebaik-baiknya, yakni dengan memperkuat kualitas-kualitas bajik dan mengurangi sifat-sifat buruk.
Menaklukkan Batin
84.000 pintu dharma ajaran Buddha, tujuannya cuman satu, menaklukkan batin kita. 45 tahun Buddha mengajar, tujuannya juga satu, menaklukkan batin kita. Seluruh teks dan penjelasan ajaran Buddha di India yang diwariskan turun-temurun hingga sampai pada Yang Mulia Atisha, tujuannya juga sama. Yang Mulia Atisha memaparkan 84.000 pintu dharma itu dengan cara yang sedemikian rupa yang disebut tahapan jalan menuju pencerahan yang sesuai dengan tiga jenis praktisi. Beliau menyajikannya semua seolah-olah seperti menu prasmanan siap saji, dan yang perlu kita lakukan adalah duduk dan makan. Sama halnya yang dilakukan oleh Yang Mulia Je Tsongkhapa dengan lamrim besar, menengah, dan pendek yang digubah oleh beliau. Kesemua ajaran ini telah diwariskan pada kita pada zaman sekarang ini.
Sumber akar ajaran lamrim adalah Prajnaparamita Sutra, yang diturunkan oleh guru-murid dalam silsilah yang tak terputus hingga saat ini. Berkat kebaikan hati guru-guru spiritual, sekarang kita bisa mendapatkan ajaran ini. Transmisi ajaran ini paralel dengan transmisi tubuh fisik Buddha. Ketika Buddha mahaparinirwana, beliau meninggalkan bagian-bagian tubuh yang kemudian menjadi relik. Relik ini kemudian diturunkan dari satu orang ke orang lain, dari satu negara ke negara lain, hingga relik itu akhirnya tersebar di banyak negara, dan bisa ada di hadapan kita sekarang ini. Sungguh amat luar biasa keberuntungan yang kita miliki untuk bisa berada di sekitar bagian tubuh Buddha seperti sekarang ini.
Bertumpu pada Guru Spiritual
Pengetahuan, kebijaksanaan, welas asih, dan aktivitas Buddha ada terus-menerus untuk kita. Walaupun kita tidak selalu mengingat dan menyadari hal ini, tapi, itu adalah sesuatu yang benar adanya. Sekarang kita bisa bertemu Buddha sendiri melalui relik beliau, dan juga bertemu dengan ajaran-ajaran melalui kata-kata yang kita dengarkan dari guru spiritual. Berkat kebaikan hati guru-guru spiritual-lah, kita bisa bertemu dengan ajaran Buddha. Inilah sebagian besar alasan mengapa kita harus bertumpu pada seorang guru spiritual, dan itulah sebabnya mengapa ia disebut sebagai akar dari sang jalan, karena ia lah yang menghubungkan antara kita dengan Buddha.
Sungguh luar biasa apabila seseorang bisa bertemu dengan ajaran dan relik Buddha, karena banyak orang yang bertemu relik tapi tidak bertemu dengan ajaran. Kita sekarang bisa bertemu dengan relik berikut ajaran, sehingga ini merupakan sesuatu yang luar biasa dan kita patut bersuka-cita.
Untuk mencapai tujuan-tujuan pada kehidupan sekarang dan yang akan datang, kita perlu bertumpu pada metode, yakni instruksi yang disebut tahapan jalan yang sesuai dengan tiga jenis praktisi. Inilah yang hendak saya ajarkan dan anda sekalian datang untuk mendengarkannya.
Saat ini kita memiliki akses terhadap metode yang bisa menuntun kita untuk mencapai kebahagiaan pada kehidupan saat ini dan juga yang akan datang. Ini semua berkat kebaikan hati para guru, mulai dari Buddha sendiri, yang menurunkannya pada Maitreya, yang kemudian menurunkannya pada murid-muridnya, yang diturunkan lagi kepada murid-murid mereka, dan seterusnya, hingga kita bisa mengakses-nya berkat kebaikan hati para guru.
Esensi Emas yang Telah Dimurnikan
Topik malam ini adalah Esensi Emas yang Telah Dimurnikan (Essence of Refined Gold), dan kita masuk pada bagian motivasi agung. Saya akan membacakan transmisi dan ini merupakan pertanda baik.
Dewasa ini kita menganggap relik sebagai sesuatu yang sangat berharga, mengapa? Kalau ditunjuk langsung, maka yang berharga adalah Batin Pencerahan yakni Bodhicitta yang menjadi landasan mengapa sebuah relik bisa muncul. Di masa lampau, ada makhluk yang merealisasikan poin ke-6 dari 7 poin Instruksi Sebab-Akibat, yakni “niat agung”. Ia adalah makhluk agung, namun belum menjadi Bodhisattwa, tapi ia adalah cikal-bakal Buddha Shakyamuni. Ia memeditasikan niat agung hingga lanjut memeditasikan batin pencerahan. Awalnya muncul batin pencerahan yang dibuat-buat, berikutnya muncul bodhicitta yang spontan. Maka makhluk tersebut telah menjadi seorang Bodhisattwa, dan akhirnya menjadi Buddha. Saat ini kita memiliki keyakinan kepada relik adalah berkat bodhicitta yang dibangkitkan oleh makhluk agung tersebut.
Motivasi Agung
Sumber dari kualitas bajik tersebut ada pada jalan yang ditempuh bersama-sama dengan makhluk motivasi agung. Apabila kita sudah bertemu dengan instruksi ini dan kemudian menerapkannya, maka kita pun akan bisa menjadi seorang Bodhisattwa pada suatu hari nanti. Dan bagian tubuh kita bisa menjadi relik. Sehingga di waktu yang akan datang kita bisa menghormati relik Samanara ini, Samanera itu, Biksu/biksuni ini, atau Biksu/biksuni itu. Dan waktu yang akan datang bisa saja beberapa kelahiran dari sekarang, katakanlah beberapa dari kita terlahir kembali sebagai manusia, dan kita bersujud memberikan penghormatan kepada relik dari Samanera ini, Samanera itu, Biksu/biksuni ini, Biksu/biksuni itu, yang ada di ruangan ini sekarang, dan ini adalah sesuatu yang mungkin.
Garis-garis besar jalan yang ditempuh bersama makhluk agung sedikit berbeda pada bagian awal antara Esensi Emas yang Dimurnikan (Essence of Refined Gold) dengan Instruksi Guru-guru yang Berharga (Precious Masters Instruction). Akan tetapi garis besar untuk mempraktekkannya adalah sbb: Pertama-tama, kita harus merenungkan kebebasan dan keberuntungan terlahir sebagai manusia. Namun, kelahiran ini tidak kekal dan kita harus mati. Kita tidak tahu kapan kita mati dan ketika waktunya datang, kita harus berlanjut ke kehidupan berikutnya, yang hanya ada 2 pilihan. Kalau tidak kelahiran baik/tinggi, yah kelahiran yang buruk/rendah. Kita harus selalu ingat pada kemungkinan terjatuh ke alam-alam rendah, oleh sebab itu, kita harus mengambil perlindungan dan menjalankan sila-silanya, yakni menjalani hidup sesuai hukum karma dan akibatnya, yaitu menghindari perbuatan buruk dan berbuat baik.
Akan tetapi, kelahiran kembali di alam-alam menyenangkan di dalam samsara bukanlah kebahagiaan sejati, karena kita masih harus mengalami penderitaan samsara, karena kita masih memiliki skhanda yang didapatkan dengan tercemar. Selama kita masih memiliki skhanda ini, maka kita masih akan terus mengalami penderitaan-penderitaan samsara. Setelah menyadari hal ini, maka seseorang bertekad untuk lolos dari lingkaran eksistensi secara keseluruhan, yakni melepaskan skhanda-skhanda yang tercemar, dengan cara mempraktekkan ketiga jenis latihan tingkat tinggi. Dengan mempraktekkannya, ia akan mampu meraih pembebasan, namun ini bukanlah tingkat pembebasan yang hendak kita raih. Karena ia tidak mengatasi ketidak-sempurnaan yang masih ada di dalam batin. Seseorang tidak mungkin bisa mencapai tujuan semua makhluk lain apabila ia sendiri belum mencapai tujuan tertinggi dirinya sendiri. Konsekuensinya, kita harus mencapai Kebuddhaan, yakni meraih potensi pribadi dan semua makhluk secara menyeluruh.
Kita Harus Mencapai Kebuddhaan
Konsekuensi logisnya adalah kita harus mencapai Kebuddhaan. Tidak mungkin seseorang berniat mencapai Kebuddhaan demi dirinya sendiri. Ia haruslah didasari motivasi altruistic, demi menolong semua makhluk. Mencapai Kebuddhaan haruslah dituju dengan motivasi demi memberikan kebahagiaan kepada semua makhluk, karena semua makhluk itu juga mencakup diri sendiri.
Kenapa kita harus peduli pada kebahagiaan semua makhluk? Simpelnya, alasan pertama adalah sama halnya kita menderita di dalam lautan samsara, maka semua makhluk lain juga sedang mengalami penderitaan yang sama. Alasan kedua, tidak ada satu makhluk pun yang belum pernah menjadi ibu dan bapak kita berkali-kali dalam kelahiran kembali yang tak bermula. Di masa lampau, setiap makhluk sudah pernah menjadi ibu-ibu kita, dan bapak-bapak kita. Mereka telah begitu menyayangi dan menjaga kita selama berulang-ulang. Dengan demikian, kita memunculkan keinginan untuk membebaskan semua makhluk dari penderitaan dan mengantarkan kebahagiaan sejati kepada mereka, yakni membangkitkan bodhicitta.
Bodhicitta
Bagaimana cara membangkitkan bodhicitta? Pertama-tama kita harus mengandalkan pada instruksi yang disebut 7 Poin Instruksi Sebab-Akibat. Di awal, kita harus bisa
1) Mengenali semua makhluk sebagai ibu-ibu kita
2) Mengingat kebaikan-kebaikan mereka
3) Berdasarkan kebaikan itu, berniat untuk membalas kebaikan mereka.
Berdasarkan ketiga poin di atas, kita membangkitkan apa yang disebut sebagai cinta kasih simpatik, yakni merasa dekat dan perhatian dengan semua makhluk. Sekali kita sudah bisa merasa semua makhluk itu penting dan tersayang, maka ketika kita merenungkan penderitaan-penderitaan mereka, bahwasanya mereka tidak pernah bisa bahagia, maka secara alamiah, kita akan membangkitkan welas asih terhadap mereka, yakni merasa penderitaan semua makhluk sebagai tak tertahankan, dan kemudian kita mengembangkan cinta kasih.
Seiring perasaan bahwa penderitaan semua makhluk tak tertahankan semakin bertambah kuat, yakni kita menyesali mengapa semua makhluk kok tidak bahagia, yang memunculkan cinta kasih, maka langkah berikutnya ada niat agung mengambil tanggung-jawab pribadi untuk membebaskan semua makhluk dari penderitaan dan menuntun mereka pada kebahagiaan sejati.
Seiring niat agung itu bertambah kuat, maka kita akan mengajukan pertanyaan, “Apakah dalam kondisi saya sekarang ini saya mampu membebaskan semua makhluk dari penderitaan dan menuntun mereka pada kebahagiaan sejati?” Jawabannya tidak, dan pertanyaan berikutnya, “Siapa yang bisa?” Jawabannya tidak lain tidak bukan hanya Buddha yang bisa. Oleh sebab itu, kesimpulannya, kita harus mencapai Kebuddhaan demi semua makhluk, ibu-ibu kita, agar dapat menuntun mereka pada kebahagiaan dan dengan cara demikianlah kita membangkitkan bodhicitta. Seiring dengan perenungan itu, kita akan mampu membangkitkan bodhicitta yang spontan.
Penjelasan ini semua hanyalah sekadar pengenalan. Untuk benar-benar menjalannkannya, kita harus mengikuti 7 Poin Instruksi Sebab-Akibat. Untuk benar-benar memeditasikannya, pertama-tama kita harus memeditasikan batin yang seimbang (equanimity). Baru kemudian kita masuk pada meditasi bodhicitta yang sebenarnya.
Sebagai penutup, anda semua bisa membangkitkan perasaan sukacita karena bisa mendengarkan ajaran seperti ini, ditambah dengan kehadiran relik pula. Dengan merenungkannya, semoga anda bisa meningkatkan keyakinan, merasa beruntung dan bersuka-cita.
-6j-

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *