Ditemukannya Jejak-Jejak Buddha yang Hilang di Medan!

  • March 27, 2008

Liputan Teaching Suhu di Medan, 20-21 Maret 2008


Samsara is still no way out, tapi Medan punya potensi. Inilah salah satu poin penting yang terungkap dalam teaching Suhu di akhir bulan Maret tahun 2008 ini, sebagai kelanjutan dari teaching Karma di bulan Januari. Mengambil tema sentral .BERLINDUNG., teaching yang berlangsung selama 2 hari yaitu 20-21 Maret 2008 ini mengambil tempat di sekretariat Life Association di Jl. Makmur No. 36 C-D, Glugur, Medan. Sesi pertama dibuka hanya berselang kurang dari 2 jam sejak pesawat yang ditumpangi Suhu landing di Bandara Polonia, Medan.

Kedatangan Suhu kali ini bertepatan dengan peak season pulangnya orang-orang Medan yang hendak sembahyang leluhur (cheng beng). Dengan bersenjatakan perlindungan tertinggi terhadap Tri Ratna (Buddha, Dharma, Sangha), YM Suhu menggempur habis-habisan budaya orang Medan yang penuh dengan takhayul yang tidak benar dan pemujaan terhadap dewa-dewi yang berlebihan, karena hanya orang Medanlah yang sembahyang kepada datok kong, thi kong, dan dewa-dewi lainnya namun bukan berarti kita tidak boleh menyembah dewa-dewi. Orang Medan, khususnya chinese Medan, juga masih memegang kuat tradisi leluhur berikut dengan ritual wajib dan pantangan-pantangannya. Suhu juga mengamati banyaknya orang-orang Medan yang .sakti-sakti., salah satu contoh banyaknya tangki-tangki di Medan. Suhu menasihati agar jangan suka terlalu percaya dengan .tangki. karena kebanyakan belum tentu benar. Selain itu, tradisi membakar kim cua kurang benar karena yang bisa didedikasikan adalah karma baik sedangkan kimcua hanyalah media pembantu.

Suhu juga menjelaskan kenapa banyak umat Buddha, khususnya anak-anak muda, yang pindah agama. Sebabnya adalah karena pertanyaan-pertanyaan hidup yang mendasar tidak terjawab. Antara lain pertanyaan .Who Am I?. dan .Apa tujuan hidupku?.. Oleh karena itu, dalam salah satu sesi, Suhu mengobok-obok pola pikir dan perasaan peserta dan mengajak mereka untuk mempertanyakan apa tujuan hidup mereka. Dalam kesempatan ini pula YM Suhu mengaduk-aduk perasaan kaum perempuan dan mempertanyakan posisi mereka dalam keluarga dan masyarakat serta pertanyaan apakah seorang perempuan bisa mencapai pencerahan.

Dengan audiens yang sebagian besar anak muda, Suhu mengobok-obok banyak sekali pandangan-pandangan keliru orang awam (orang Medan pada khususnya) dan menyusun ulang dengan cara pikir yang logis dan berdasarkan pada metode Buddha Dharma yang benar. Salah satu contohnya, Suhu menanyakan alasan mengapa harus belajar dharma. Sebelum dijawab, Suhu sudah dapat menebak jawaban-jawaban yang bisa dirangkum ke dalam 4 poin: 1. Karena orang tua. 2. Karena KTP-nya Buddha. 3. Karena orang cina. 4. Karena logis. Akan tetapi logisnya di mana? Jawaban logisnya adalah karena kita harus mati. .Kalau tidak mati, boleh tidak belajar dharma,. ujar Suhu. Mengapa kita harus belajar karena kita harus mati? Ada 2 alasan. Yang pertama, karena setelah mati, kita harus melanjutkan pada kehidupan berikutnya. Yang kedua, karena saat-saat menjelang kematian adalah saat-saat yang sulit. Demikian Suhu memutar-balikkan logika orang Medan dan kemudian menyusunnya kembali menjadi pola-pikir yang runut dan logis.

Dengan banyaknya pemujaan dan tradisi yang tidak jelas, YM Suhu mengajarkan bahwa kita seharusnya menggantungkan keselamatan dan kebahagiaan kita hanya kepada Tri Ratna, karena merekalah satu-satunya objek perlindungan tertinggi. Ibarat penumpang pesawat menggantungkan keselamatannya pada pilot yang terampil atau seorang pasien yang sekarat menggantungkan kesembuhannya pada seorang dokter yang ahli. Inilah sense berlindung buddhis yang benar yang ditopang oleh keyakinan dan pengetahuan yang benar. Sedangkan dewa-dewi kadang bisa menolong, kadang tidak. Satu hal yang jelas, dewa-dewi tidak bisa menolong manusia keluar dari samsara.

Pada teaching kali ini pula, pertanyaan pamungkas .Buddha Ada di Mana?. dilontarkan di kota Medan. Dengan trampil, YM Suhu menyisihkan satu per satu anggapan keliru umat Buddha tentang Buddha. Lalu, setahap demi setahap membimbing peserta untuk melihat Buddha; menghidupkan kembali Buddha yang hilang selama ini; dan bahwasanya Buddha jauh lebih besar daripada dewa-dewi, Indra dan Brahma. Suhu juga mengajarkan bahwa kita seharusnya memperlakukan Buddha selayaknya tamu agung, agar merasa hidup dan dekat dengan kita. Dengan demikian, kita akan semakin mengembangkan keyakinan dan tidak melihat rupang-rupang Buddha hanya sebagai patung biasa. Selanjutnya, dalam keseluruhan 4 sesi yang total durasinya lebih kurang 12 jam yang digelar dalam 2 hari, Suhu memaparkan satu per satu poin-poin berlindung, mulai dari sebab-sebab mengambil perlindungan hingga sila-sila yang harus dipraktekkan.

Sebagai kesimpulan, YM Suhu merangkum kembali paparan poin-poin berlindung ke dalam poin .Bertumpu pada Metode untuk Merealisasikan Kebahagiaan dalam Kelahiran-Kelahiran yang Akan Datang., yang terbagi menjadi dua poin besar, yaitu: Metode dan Perlindungan. Metode merujuk pada Karma, yaitu membikin sebab dan bagaimana cara membikin sebab. Perlindungan merujuk pada mengandalkan objek di luar diri kita sendiri dan perasaan terlindungi. Supaya tiap hari dapat merasa terlindungi oleh Tri Ratna, caranya harus belajar dulu dan tiap hari melakukan puja kepada Tri Ratna, karena kita butuh kondisi agar bisa praktek dharma.

Dengan landasan teori karma bahwa seseorang akan terlahir kembali sesuai dengan kondisi yang sesuai dengan karmanya, maka seseorang akan terlahir kembali di suatu tempat yang sifat atau budayanya kurang lebih sesuai dengan karma mereka. Suhu mengamati bahwa secara umum kelebihan orang Medan terletak pada faith atau keyakinan, sedangkan kelemahannya terletak pada ego, khususnya kemelekatan pada citra diri di dalam masyarakat. Kemelekatan pada ego atau citra diri inilah salah satu akar penyebab masalah-masalah orang Medan. Solusinya dirangkum dalam dua poin, yaitu 1) Mengumpulkan kebajikan, berupa pengetahuan/kebijaksanaan dan karma bajik; dan 2) Menghilangkan penghalang-penghalang. Sekarang tergantung pada orang Medan, apakah hendak mengikuti arus lingkungan yang mengagung-agungkan pencitraan diri atau mengembangkan potensinya menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat dan bermakna.

Joly

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *