Bagi umat Buddhis, khususnya tradisi Tibetan, tidaklah asing dengan istilah “Persembahan Mandala”. Kata mandala itu sendiri dalam bahasa Tibet yakni kyilkor. Suku kata pertama kyil diterjemahkan sebagai “intisari” dan suku kata kedua kor adalah “untuk memperoleh” sehingga digabungkan menjadi “untuk memperoleh intisari”, suatu pengertian yang memiliki makna sangat mendalam. Dimana pada tingkat terendah untuk memperoleh kelahiran yang bahagia di kehidupan mendatang. Tingkat selanjutnya adalah untuk bebas dari samsara. Dan tingkat terakhir, yang merupakan tujuan teragung, adalah untuk mencapai Kebuddhaan yang lengkap dan sempurna. Mandala itu sendiri merupakan simbol dari alam semesta.
Untuk mencapai tujuan yang teragung, tingkat Kebuddhaan, kita membutuhkan banyak sekali pengumpulan karma baik, dan persembahan mandala merupakan cara yang baik untuk memperolehnya. Bahkan ini merupakan cara yang paling efektif untuk mencapai tujuan tersebut dan uniknya praktik ini mudah untuk dilakukan karena hanya menggunakan sedikit kekuatan fisik.
Bahkan sebelum membuat persembahan mandala pun ada manfaatnya. Biasanya kita menaruh sedikit beras di dasar permukaan mandala dan menggosoknya dengan bagian lengan kanan bagian bawah searah jarum jam dan berlawanan arah jarum jam masing-masing sebanyak tiga kali. Searah jarum jam kita bayangkan semua kesalahan, karma negatif, dan halangan-halangan yang kita miliki dan yang juga dimiliki oleh semua makhluk yang terhimpun sejak waktu tanpa awal melalui tubuh, ucapan, dan batin dimurnikan hingga tuntas. Berlawanan arah jarum jam kita bayangkan bahwa kita dan semua makhluk menerima berkah dari Ladang Kebajikan (atau obyek yang Anda beri persembahan mandala), khususnya kualitas dari tubuh, ucapan, dan batin mereka.
Kegiatan menggosok bagian dasar mandala juga memiliki arti yang signifikan. Dalam teks tantra mengatakan bahwa tubuh manusia terdiri dari 72000 saluran (yang berongga) dan melalui saluran inilah angin-angin vital bergerak dalam tubuh kita. sifat alami dari batin adalah akan mengikuti pergerakkan dari angin-angin vital ini, dan hubungan keduanya sering dianalogikan seperti kuda dan penunggangnya. Kuda menggambarkan angin-angin vital dalam tubuh, sedangkan penunggangnya menggambarkan batin. Dengan mengatur pergerakkan angin-angin vital ini seseorang dapat membangkitkan perbuatan yang mulia lebih mudah. Bagaimanapun jika seseorang tidak mampu melakukan hal ini, angin-angin vital tidak akan bergerak mudah melalui saluran yang cocok. Semua saluran ini terhubung ke jantung. Saluran angin yang secara khusus berpengaruh terhadap bangkitnya batin pencerahan adalah melalui lengan kanan. Oleh karena itu dengan rangsangan eksternal berupa menggosok dasar permukaan dengan lengan kanan bawah dapat meningkatkan pergerakkan angin-angin vital yang bergerak melalui saluran ini dan sebagai hasilnya seeorang dapat jauh lebih mudah membangkitkan batin pencerahan.
Terlebih lagi persembahan mandala ini merupakan sebuah latihan persembahan, latihan berdana, dan menyebabkan Anda mengumpulkan nilai kebajikan. Dengan mempersembahkan tubuh dan seluruh milik Anda akan membantu Anda mengatasi kemelekatan atas barang-barang tersebut. Anda visualisasikan di atas mandala, barang-barang ataupun orang-orang, yang kepada mereka Anda merasa melekat, barang-barang atau orang-orang yang Anda benci, dan semua obyek ketidaktahuan Anda (apa yang belum Anda pelajari tentang Buddhisme, ilmu pengetahuan, dan tentang batin Anda sendiri). Persembahkan semua itu pada Ladang Kebajikan, Anda memohon berkah dari mereka semoga tiga racun batin (kemelakatan, kebencian, dan ketidaktahuan) dapat berkurang dalam diri Anda.
Praktik persembahan mandala ini juga dapat melibatkan enam paramitha sebagai berikut:
1. Dana
Membangkitkan keinginan untuk memberi, pikiran untuk mempersembahkan mandala dan benar-benar mempersembahkan bahan-bahan persembahan.
2. Sila
Mempersembahkan mandala tidak hanya untuk keuntungan diri sendiri, tetapi untuk kebaikan semua makhluk. Bekerja hanya untuk kepentingan diri sendiri dapat menghambat praktik disiplin moral.
3. Kesabaran
Sabar ketika mengatasi kesulitan yang timbul dalam praktik ini, seperti melakukan visualisasi dan sebagainya, serta mengatasi kemalasan untuk melakukan praktik ini.
4. Semangat
Melakukan praktik ini dengan kegembiraan dan upaya yang bersemangat.
5. Konsentrasi
Berkonsentrasi dengan baik ketika melakukan praktik ini dan tidak membiarkan pikiran melayang.
6. Kebijaksanaan
Mengetahui dengan pasti bagaimana membuat persembahan dan mengerti bahwa meskipun mandala itu eksis secara konvensional, namun tidak ada eksistensi yang berdiri sendiri.
Pentingnya praktik persembahan mandala ini dilukiskan dalam cerita ketika seorang murid Y.M. Atisha, yang bernama Gonbawa, seorang yogi yang agung, banyak menghabiskan waktunya untuk berlatih meditasi samatha sehingga ia berhenti melakukan praktik persembahan mandala dan peralatan mandalanya menjadi berdebu. Suatu hari salah satu murid Y.M. Atisha yang bernama Dromtonpa mengunjungi kediaman Gonbawa. Setelah melihat peralatan mandala milik Gonbawa yang berdebu, ia bertanya alasan Gonbawa tidak melakukan persembahan mandala lagi. Gonbawa menjawab, “Saya sedang sibuk melatih meditasi satu titik sehingga saya tidak mempunyai waktu untuk membuat persembahan mandala.” Mendengar hal ini Dromtonpa mengkritiknya dengan keras dan mengatakan bahwa guru mereka, Y.M Atisha yang meditasinya lebih baik dibandingkan Gonbawa, masih melakukan persembahan mandala tiga kali sehari. Mendengar hal ini Gonbawa melakukan persembahan mandala dengan tekun dan sebagai hasilnya pemahaman Gonbawa semakin mendalam.
Cerita lainnya tentang pentingnya persembahan mandala ini adalah cerita mengenai Bhiksuni Padma, seorang putri raja di India yang kemudian menjadi seorang biarawati. Dengan melakukan praktik persembahan mandala ini, ia dapat bertemu langsung dengan Arya Avalokitesvara seperti kita dapat bertatap langsung dengan orang lain. Dengan meminta dan menerima instruksi dari-Nya, ia dapat mencapai pencerahan.
Bahkan Y.M. Jey Tsongkhapa, seorang guru besar di Tibet, dapat bertemu para Buddha dengan mempraktikan persembahan mandala ini. Latihan ini benar-benar membantu beliau dalam usahanya merealisasikan langsung secara mendalam tentang sifat alami dari semua fenomena adalah sunyata. Y.M. Jey Tsongkhapa membuat persembahan mandala yang banyak sekali dengan menggunakan batu besar yang rata dan batu-batu kerikil, akibatnya bukan saja batu tersebut menjadi halus, tetapi juga lengan beliau menjadi terluka. (IK)
dari berbagai sumber