“Memahami bahwa hal-hal baik apapun yang engkau alami baik pada kehidupan ini maupun berikutnya bergantung pada secara bersamaan matangnya sebab-sebab unggul hal-hal baik tersebut. Sebab utamanya adalah bertumpu dengan benar pada guru-guru unggul yang mengajarkan jalan spiritual. Dengan sungguh-sungguh dalam perbuatan maupun tindakan. Takkan pernah mencampakkan mereka walau nyawa taruhannya. Serta menyenangkan mereka dengan mempersembahkan praktik dari nasihat mereka. Aku sang yogi telah mempraktikkan dengan cara ini engkau yang menginginkan pembebasan lakukan hal yang sama.”
– Je Tsongkhapa
Dengan kutipan dari Guru Je Rinpoche tersebut, Geshe Lobsang Palbar-lag (akrab disapa “Gyenlag”) membuka sesi pengajaran Dharma di pusat Dharma Kadam Choeling Jakarta, atau biasa disebut dengan KCJ. KCJ mendapatkan kesempatan berharga untuk memperoleh nektar pengajaran Dharma mengenai topik Bertumpu pada Guru Spiritual dari Geshe Lobsang Palbar-lag selama 4 hari berturut-turut pada 30 Maret hingga 2 April 2023.
Beliau menyampaikan bahwa kita saat ini sudah mendapatkan kemuliaan kelahiran sebagai manusia yang bebas dan beruntung, bertemu dengan ajaran Mahayana dan juga para Guru Spiritual. Tetapi, kita dihadapkan oleh kenyataan bahwa meski kita semua ingin bahagia dan tidak ingin menderita, kita belum mampu memperoleh sebab-sebab kebahagiaan, pun kita belum meninggalkan sebab-sebab ketidakbahagiaan, hingga masih harus berputar-putar dalam samsara. Oleh karena itu, dalam rangka memperoleh sebab kebahagiaan dan meninggalkan sebab ketidakbahagiaan ini, kita perlu bertumpu pada Guru Spiritual.
Praktik bertumpu ini penting karena Guru Spiritual-lah yang menjadi sumber hal-hal baik baik kehidupan saat ini maupun yang akan datang. Apapun yang kita anggap sebagai bentuk kebahagiaan, kesuksesan, dan keberhasilan bersumber pada Guru Spiritual ini. Bahkan, praktik bertumpu ini menjadi teramat sangat penting dan disebut sebagai akar sang jalan karena semua pencapaian pada arus batin kita baik realisasi langsung maupun spiritual, berbanding lurus dengan praktik bertumpu kita pada Guru Spiritual.
Meski praktik bertumpu ini sangat penting, akan tetapi Gyenlag mengingatkan bahwa jangan sampai kita menyalahpahami bahwa praktik ini merupakan praktik yang teramat sulit, sedemikian sulit hingga-hingga tidak dapat dipraktikan. Dengan studi yang tepat, kita akan mendapatkan pemahaman yang tepat, sehingga akan memudahkan kita untuk bertumpu pada Guru Spiritual. Semua ini tidak tidak sesulit yang kita bayangkan.
Praktik bertumpu terbagi menjadi dua, yaitu melalui pikiran dan melalui perbuatan. Terkait dengan pikiran, sikap yang perlu dikembangkan adalah keyakinan yang kokoh. Kitab menjelaskan bahwa Guru adalah Guru, juga berupa istadewata, dan juga berupa semua objek perlindungan yang digabung menjadi satu. Meski kitab telah mengatakan demikian, kita tetap perlu memeriksa bagaimana perasaan dan praktik kita masing-masing. Apakah benar kita sudah menganggapnya demikian atau belum?
Ketika melihat Guru dalam persepsi biasa kita, kita akan masih melihat Beliau hadir dalam sosok manusia. Akan tetapi, kita perlu dapat benar-benar membangkitkan perasaan Guru adalah Buddha yang sesungguhnya, ucapannya adalah ucapan dari Buddha, dan batin Guru adalah batin Buddha yang sesungguhnya. Ini adalah cara pandang terunggul. Gyenlag juga menjelaskan lebih lanjut bahwa praktik bertumpu ini memiliki 3 tingkatan pembagian, yaitu tingkatan awal, menengah, dan terunggul.
Lebih lanjut, Beliau menjelaskan bahwa jika kita bisa melihat Guru adalah Buddha ataupun Buddha adalah Guru adalah pertanda kita memiliki kebajikan yang besar. Akan tetapi, hal yang penting selanjutnya adalah bagaimana kita bisa betul-betul memandang Guru Spiritual kita yang memang penampakannya adalah manusia tetapi sanggup menjadi penunjuk jalan yang tepat tanpa kesalahan.
Pada sesi dedikasi di akhir sesi pengajaran, Beliau mendedikasikan kebajikan dari pengajaran Dharma ini salah satunya untuk berkembangannya pusat Dharma. Agar pusat Dharma berkembang, semua elemen pendukungnya, baik praktisi monastik maupun umat awam, perlu bisa selaras satu sama lainnya serta juga bisa menjaga sila dengan murni dan baik. Selain itu, semua faktor pendukung ini juga perlu ditambah dengan aktivitas belajar yang baik.
Terkait aktivitas belajar, Beliau berpesan untuk jangan lupa bahwa aktivitas belajar ini semata-mata bisa ada karena ada pusat Dharma. Ketika pusat Dharma ada dan berjalan baik, barulah kita bisa belajar. Karena itu, penting sekali melihat center ini sebagai layaknya rumah sendiri.
Beliau juga berpesan bahwa jika pusat Dharma berjalan baik dan berkembang, rumah tangga dari masing-masing anggotanya juga pasti akan berjalan dengan baik. Kondisi ini akan jomplang apabila rumah tangga masing-masing anggotanya berjalan dengan baik, tapi center tidak berkembang dengan baik. Untuk berkembang, semua pihak perlu berkontribusi. Beliau mengajak kita untuk bersama-sama beraspirasi untuk menjunjung tinggi ajaran ini dengan bersama-sama mendukung perkembangan pusat Dharma.
Pengajaran ditutup dengan menghaturkan mandala terima kasih terhadap ajaran, lantunan bait-bait dedikasi, dan persembahan khatag. Lalu disusul dengan sesi foto dan makan bersama. Sesi pengajaran berlangsung sangat baik dan disambut secara antusias baik oleh Gyenlag sendiri sebagai pengajar dan oleh para peserta.
Semoga kelak, sesi-sesi pengajaran seperti ini bisa lebih banyak terselenggara, aktivitas belajar di pusat Dharma dapat berkembang pesat, dan aktivitas merenung maupun meditasi juga bisa dirampungkan dengan baik oleh para anggotanya.
Sarva Manggalam.