Sejarah Singkat

BIARA DAGPO SHEDRUP LING

Kais, Kullu, India

Seperti yang dicetuskan oleh sang pelindung unggul Yang Mulia Dalai Lama ke-12, Gedun Gyatso, “Cahaya Buddha Dharma di area terpencil.”

Yang Mulia Dalai Lama Kelima juga mengatakan,

“Choe-Khor-Gyal, tempat terpencil yang diramalkan oleh Buddha pemenang,
Laksana taman menyejukkan, darinya muncul suara-suara instruksi yang elegan, yaitu,
Biara Dagpo, terstruktur dengan penalaran logika berdasarkan tradisi serta kitab-kitab ajaran guru dan murid, para perintis agung Buddha Dharma.”

 

Juga dikatakan,

“Melalui kitab-kitab dan penalaran laksana kereta tempur,
Dengan tindak-tanduk terampil melaksanakan instruksi
Yang mampu mengabulkan permohonan;
Biara Dagpo, semoga tetap bersinar hingga berakhirnya samsara.”

 

Tulku Dakpa Gyaltsen dari Provinsi Ngari di Tibet mengutip,

“Di taman Malaya, tanah timur wilayah Dagpo,
Tempat berkumpul para makhluk bijaksana,
Pemelihara Dharma Sang Buddha kedua, Tsong-Kha-pa.
Semoga senantiasa maju hingga terbitnya Dharma Buddha Maitreya.”

 

Banyak makhluk-makhluk suci yang diakui telah mengungkapkan puji-pujian untuk biara ini; Dag-Gaden-Shedup-Nampar-Gyalwe-Ling (Institut Dag-Gaden nan Jaya untuk studi dan praktik filosofis buddhis). Pendiri biara ini adalah sosok terpelajar yang sangat dihormati Lodoe-Tenpa-Pel-Sangpo, yang keenam dari tujuh sosok penerus silsilah asli Manjushri dari provinsi Tibet tengah, pernah menjadi pemegang Takhta Emas Sang Buddha kedua, Tsong-Kha-pa. Sang Pemegang Dharma yang unggul, Tsong-Kha-pa, mempersembahkan sebuah buku Dharma berjudul “Risalah Agung Tahapan Jalan Menuju Pencerahan” kepada putra Buddha ini dan memberikan instruksi serta nasihat kepadanya untuk mendirikan Institut-institut Dharma dalam rangka memperpanjang Buddha Dharma di Selatan Dag.

Mengikuti keinginan gurunya, ia pun berangkat menuju tanah Yarlung-Ah-Dag untuk menjalani kehidupan asketik. Sambil melatih praktik meditasinya, ia juga banyak memberikan ajaran pada keseluruhan kumpulan Buddha Dharma, spesifiknya pada lima kitab ulasan karya Buddha Maitreya serta ulasan terhadap ‘Risalah Agung Tahapan Jalan Menuju Pencerahan’ langsung dari jantung hatinya tanpa perlu merujuk pada teks. Akibatnya, muncul-lah sederetan murid-murid terberkahi seperti Lodoe-Thaye, Dakpa-Thaye, yang termahsyur sebagai Dwi-Tanpa-Batas, Khen-Chen-Ngag-Gi-Wangpo dan Dagpo-Khachupa dan Yasang-Chen-Nga-Gyaltsen, dan sebagainya.

Berkat kebaikan hati nan anggun tanpa syarat dari mereka, Dharma mulia Buddha kedua, Tsong-Kha-pa, tumbuh subur di wilayah tersebut untuk pertama kalinya dan kemudian mendirikan biara ini. Akan tetapi, untuk menghindari timbulnya kemelekatan pada hunian tertentu, mereka berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, tidak menetap di satu tempat untuk waktu yang lama. Mereka bepergian ke tempat-tempat seperti Yolkha, Dag-Atas, Dag-Bawah, Ah, Rong, Selatan Yarlung, dan seterusnya.

Mereka menghabiskan waktu semata-mata untuk mempraktikkan tiga latihan dasar, memberikan ajaran, melatih meditasi, sambil mencari penyantun dana sementara untuk bertahan hidup. Suatu hari, mereka menerima sebuah pesan dari Biara Gaden-Jangtse, yang mengundang sang guru mulia untuk datang ke takhta emas Gaden. Ketika itu, sang guru menyampaikan pesan kepada pendampingnya, “Pertama-tama saya akan pergi ke takhta emas Je-Lama, berikutnya kamu semua dengan bersemangat datanglah mengikutiku. Di antara itu, kita semua, guru dan murid, haruslah sama-sama berjuang untuk menjadikan pandangan dan praktik kita laksana sebuah ornamen dari Dharma Jamgon Lama.” Setelah menasihati demikian, Khenchen-Ngak-Gi-Wangpo meninggalkan biara dan gurunya untuk menuju Gaden. Guru agung ini menetap di takhta emas pada tahun Ular Air 1473.

Kitab-kitab yang disusun oleh praktisi agung ini mencakup ulasan empat karya terakhir Maitreya, Namdel-Lamdik, Dulwae-Lekchok-Rinchen Trewang dan Geden-Choejung. Kualitas-kualitas umum dan khusus dari praktisi agung ini terungkap secara rinci dalam pelafalan doa harian biara yang disebut ‘welas asih dan kebijaksanaan yang teramat menyayangi’.

Komunitas ini berkembang pesat pada masa Bodhisatwa agung, Yang Mulia di keenam alam, Dalai Lama Kedua, Yangchen-Shepa-Gedun Gyatso, kepala biara ketiga pada periode tahun 1476 hingga 1542. Ini terjadi ketika Yang Mulia Dalai Lama sedang menetap di Pusat Dharma agung, Palden Drepung. Yang Mulia diundang ke Chong-Gye pada tahun Naga Api 1496 oleh dewi langit penguasa Tanah Bersalju; Jamyang-Lama-Choklha-Woeser, yang ketika itu sedang menetap di takhta kepala biara di Biara Chong-Gye-Riwo-Dechen. Di Chong-Gye, Yang Mulia Dalai Lama memutar roda Buddha Dharma mulia dan menuntun tak terkira pengikut setia menuju jalan perubahan dan penyelamatan.

Aktivitas religius Yang Mulia Dalai Lama betul-betul dicurahkan. Ketika itu para biksu, guru-guru, dan kepala spiritual Biara Dagpo, Choe-Palwa mengajukan permohonan mendalam berulang-ulang kali kepada Yang Mulia Dalai Lama agar berkenan mengunjungi wilayah Dag-Kong hingga akhirnya mereka berhasil mengundang Yang Mulia Dalai Lama untuk datang ke tempat tersebut. Ini semua berkat berkah dari guru-guru spiritual sebelumnya, Lodoe-Tenpa dan muridnya, Khen-Chen-Ngag-Gi-Wangpo.

Dharma sang raja Tsong-Kha-Pa benar-benar berkembang dan banyak yang lulus dari pelajaran spiritual dari kumpulan para murid terpelajar dan berpengetahuan di Pusat Dharma Dag-Teng. Murid-murid yang telah lulus lalu melakukan aktivitas pelayanan membangun berbagai Institut-institut buddhis yang mampu memangku, merawat, dan menyebar-luaskan Buddha Dharma di berbagai wilayah Ah. Itu sebabnya, ini juga merupakan periode di mana benih-benih Buddha Dharma yang baru sedang bersemi.

Yang Mulia Dalai Lama juga mengunjungi banyak Institut-institut buddhis, termasuk Biara Dak-Teng. Di Je-Ngel, wilayah di atas Dag, kepala spiritual Choephel mendirikan Institut Dialektika baru bernama Thoesam-Ling yang dihuni oleh lebih dari seratus orang biksu. Ketika itu, institut ini dipersembahkan kepada Yang Mulia Dalai Lama. Atas persembahan ini, Yang Mulia Dalai Lama berkata, “Lalu saya sampai di Je-Ngel dan kepala spiritual, Choephel-Wa, mempersembahkan Institut Dialektika-nya kepadaku.” Juga dari Tok-Jod-Paksam-Trishing, dikatakan, “Di sana telah menunggu para guru dan biksu-biksu Biara Dagpo di Je-Ngel, menyambut Yang Mulia Dalai Lama dari jarak yang sangat jauh sambil membawa persembahan religius beraneka warna dan menghaturkan penghormatan tak terbayangkan. Bahkan Institut Dialektika itu pun dilimpahkan ke tangan Yang Unggul ini.”

Para periode tersebut, guru spiritual, Choephel-Wa merangkap kepala biara sekaligus direktur Institut Dialektika Thoesam-Ling. Kenyataan bahwa Yang Mulia Dalai Lama menjadi kepala biara Thoesam-Ling pada waktu itu sungguh merupakan hal yang amat disukacitakan. Saat itu, dari kumpulan benda-benda persembahan, Yang Mulia Dalai Lama menghasilkan sebuah rupang dewi ketiga alam dan menyimpannya di Thoesam-Ling. Sebagai tambahan, biara ini juga dipercayakan kepada dewi ketiga alam. Rupang yang terberkahi itu ada di Thoesam-Ling hingga tahun 1959.

Sejak periode ini hingga selanjutnya, Pusat Dharma besar ini diterima di bawah otoritas berkelanjutan para Dalai Lama dan secara hati-hati dilindungi dan masih tetap terlindungi oleh kebaikan mereka. Ini sungguh sebuah beban kebaikan hati tak terbalaskan bagi pundak generasi-generasi saat ini. Sejak penerusan kepala biara keempat, sang guru spiritual agung Choephel-Wa, telah bermunculan serangkaian kepala-kepala biara laksana jajaran gunung emas. Ini berlanjut hingga pemegang takhta tahun 1995, Khen-Chen-Ngawang-Kalsang dan secara keseluruhan ada sekitar seratus tujuh belas kepala biara yang telah mengantarkan biara ini dengan baik.

Terkait jumlah biksu sesuai dengan kisah umum tentang biara ini, pertama-tama biara ini dimulai dengan sekitar delapan orang biksu. Di tahun 1959 ada sekitar hampir seratus orang biksu. Semua biksu tersebut terbagi ke dalam lima belas tingkatan kelas. Tiga kelas untuk Bunga Rampai Aneka Topik Debat, tiga kelas Prajnaparamita, tiga kelas Madhyamika, tiga kelas Winaya, dua kelas Abhidharma, dan satu kelas Sutra Propitiators. Ketika mengikuti kelas-kelas ini, para biksu benar-benar memperdalam studi filsafat mereka.

Untuk kelengkapan di dalam kamar, para biksu hanya diperkenankan menggunakan sendok kecil, sendok besar, wadah air, dsb, yang terbuat dari tanah liat, batu, dan besi. Untuk cangkir dan piring, mereka diizinkan menggunakan benda-benda yang terbuat dari kayu, selain itu mereka tidak diperbolehkan menggunakan wadah terbuat dari tembaga dan baja. Dengan cara seperti ini, praktik berpuas diri yang benar senantiasa dijalankan di dalam biara.

Sebagian besar alunan nada pelafalan doa yang terkandung di dalam teks ritual biara ini digubah oleh Yang Mulia Dalai Lama, Sonam Gyatso, serta mantan guru-guru besar suci lainnya, berdasarkan pengalaman pribadi mereka. Karena itu, alunan doa-doa bernada ini mengandung berkah yang sangat besar dan barang siapa pun yang mendengarnya akan memunculkan kecenderungan menanamkan benih-benih bajik pembebasan di dalam arus kesadarannya.

Ketika Yang Mulia Dalai Lama masih muda, lantunan doa-doa bernada ini dilafalkan dengan pola nada dan suara yang seragam, ritme yang tepat, serta memiliki banyak kualitas-kualitas unggul lainnya. Sebagai hasilnya, terungkap di dalam banyak biografi bahwa alunan nada doa-doa Biara Dagpo adalah yang termahsyur di antara semua alunan nada yang ada di seantero Tibet.

Terkait kelas-kelas filsafat, biara ini menyediakan pendidikan untuk keseluruhan lima teks besar Filsafat Buddhis dan filsafat Tantra Buddhis. Kurikulum dasar biara untuk pelajaran filsafat terdiri dari teks-teks berikut ini:

1) Pharchin-Thal-Treng-Lungrig-Bung-Zod-Norbue-Trengwa dan Argumentasi Meyakinkan Sebab-Musabab yang Saling Bergantungan yang disusun oleh Khedup Jampa Tenpa.

2) Seluruh delapan bab penjelasan umum makna Prajnaparamita yang disusun oleh Je-Lodoe-Lekphel.

3) Sisa teks-teks tentang ulasan terkait Penalaran Sahih dan Auma-Lungrig-Kyi-Dodjo yang disusun oleh Je-Jampa-Tenpa.

4) Thongwa-Yitok (pesona mengagumkan), ulasan delapan poin utama kitab Abhidharma yang disusun oleh Je-Jampa-Choedak.

5) Ulasan umum teks Vinaya yang disusun oleh guru spiritual Borwa-Losel.

Untuk ujian, para biksu harus menjalani ujian lisan dan ujian debat terkait teks-teks kurikulum ketiba tiba masanya mereka diuji. Setelah menyelesaikan ujian-ujian di biara, mereka akan menerima gelar Sarjana Filsafat Buddhis dan lanjut ke Universitas Tantra lebih rendah untuk mempelajari filsafat Tantra. Tradisi masih ditegakkan di sini. Jumlah penerus takhta Gaden yang muncul dari biara ini adalah sebanyak enam, sebagaimana terungkap dalam biografi para penerus takhta Gaden. Bila periode Jamyang-Lama-Konchok selaku penerus takhta Gaden dihitung sebanyak dua kali, maka secara keseluruhan ada tujuh penerus takhta Gaden.

Enam penerus takhta yang sudah pasti adalah nama-nama yang sudah disebutkan di atas,

1) Penerus ketujuh, Yang Unggul Lodoe-Tenpa,

2) Penerus ke-35, Jamyang-Konchok-Choephel,

3) Penerus ke-36, Kongpo-Tenzin-Lekshey,

4) Penerus ke-38, Dagpo-Tenpa-Gyaltsen atau Choegyal Tashi,

5) Penerus ke-43, Yang Unggul Jampa-Tashi,

6) Penerus ke-52, Dagpo-Ngawang-Tsephel.

Lebih lanjut, untuk mendata nama-nama praktisi suci yang berasal dari biara ini, di luar nama-nama yang telah disebutkan di atas yang merupakan penerus takhta Sang Buddha Kedua, maka para kepala biara dan penyusun teks-teks kurikulum adalah sebagai berikut.

1. Damey-Nam-Kha-Dak, sang penguji teliti terhadap instruksi pembangkitan dan perampungan tahap-tahap Guhyasamaja di Universitas Tantra kelas bawah pada tradisi Geluk.

2. Gyalse-Dhonyoe-Choekyi-Gyatso, pendiri pusat Dharma agung Gomang-Jampa-Ling, sekaligus kepala biara ke-18 di biara ini. Di daftar lainnya sosok ini dinyatakan sebagai kepala biara ke-19.

3. Khonton-Peljor-Lhundup, Sang Mahkota pewaris spiritual Yang Mulia Dalai Lama Kelima;

4. Dungpa-Gyal-Tsabpa-Tsondue-Gyaltsen, murid terunggul Yang Mulia Penchen-Lobsang-Choekyi-Gyaltsen.

5. Je-Dup-Khangpa-Gelek-Gyaltsen, pemegang ajaran dharma batin pencerahan.

6. Phuntsok-Gyatso, praktisi unggul yang merupakan murid utama instruksi-instruksi pribadi kepala asrama Yang Mulia Dalai Lama, yang juga dikenal sebagai seorang praktisi pertapa sejati.

7. Dagpo-Geshey-Lobsang-Jinpa, reinkarnasi Guru-Gyaltsen-Sangpo.

8. Tsa-Lung-Tulku-Lobsang-Jamyang, tutor Yang Mulia Dalai Lama Ketujuh.

9. Dorje-Chang-Lobsang-Jinpa.

10. Gyalse-Dorje-Chang-Kalsang-Tenzin.

11. Gyalse-Dorje-Chang-Tenzin-Khedup atau Tenzin-Khedup.

12. Dagpo-Rinpoche-Lobsang-Jamphel.

 

Sosok yang muncul pada periode belakangan ini antara lain:

1. Thang-Dhar-Lama-Rinpoche-Kalsang-Tenpe-Gyaltsen.

2. Mantan kepala biara, Ngawang-Lodoe-Tenpe-Gyaltsen, seorang pertapa empat dewa.

3. Gyalse-Dhonyoe-Khedup, sosok unggul terpelajar dan mulia, reinkarnasi Gyalse-Kalsang-Tenzin-Khedup.

4. Dorje-Chang-Je-Lobsang-Thutop-Tenpe-Gyaltsen, mantan kepala biara Goeton.

5. Mantan kepala biara Lobsang-Gyaltsen atau yang lebih populer dikenal sebagai Phende-Lingpa-Ngawang-Pelsang-Chok.

6. Mantan kepala biara yang cukup biasa, Kalsang-Tenzin, pertapa empat dewa.

7. Jigmey Namgyal, mantan kepala biara Gyari.

9. Kongpowa-Ngawang-Kalsang-Chok, pertapa empat dewa lebih muda.

10. Chong-Gyalpa-Lobsang-Yig-Ngan, samudera rantai pandangan mendalam.

11. Yang Mulia Rinpoche-Lobsang-Jamphel-Jampa-Gyatso, sang pemegang perluasan Dharma Silsilah Aktivitas Luas Maitreya, sosok yang masih hidup hingga saat ini.

 

Sejauh ini para sosok mulia telah bermunculan dari biara ini laksana jajaran gunung emas. Biara ini, sebuah fondasi bagi perkembangan meluas serta tumbuh suburnya keseluruhan Buddha Dharma, secara khusus Dharma dari yang terunggul Sang Buddha Kedua di arah Chu-Lho.